Share

Bab 4

Author: Lilia
Begitu pesta dimulai, aku sadar betapa perhatiannya Vincent pada Isabel.

Dia menarik kursinya, mengambilkan minumannya, bahkan membetulkan tali gaunnya ketika melorot. Tangannya menyentuh bahunya dengan gerakan yang begitu akrab.

Aku tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu.

Selama dua tahun bersamanya, Vincent tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu untukku. Aku pikir memang begitu sifatnya, dingin dan menjaga jarak, terlalu hebat untuk urusan-urusan kecil dengan penuh perhatian.

Ternyata aku salah.

Dia hanya tidak mau melakukannya untukku.

Aku meneguk sampanye sambil mendengar Isabel tertawa dan mengobrol dengan para tamu. Dia bercerita tentang masa pemulihannya di Negara Valedria, tentang betapa dia merindukan Mandala Jaya. Setiap kata terdengar anggun dan sopan.

"Isabel itu gadis yang manis sekali," bisik seorang wanita di sebelahku pada temannya. "Lihat saja bagaimana Vincent menjaganya. Mereka pasti akan bersama."

Tanganku mengerat di batang gelas.

"Baiklah semua, ayo kita main!" seru pembawa acara, membuat ruangan semakin ramai. "Kejujuran atau pilihan!"

Layar besar menyala saat pembawa acara menjelaskan aturan. "Dua foto akan muncul di layar. Semua orang memilih yang mereka suka, tapi Vincent, sebagai tamu kehormatan kita, kamu yang akan memutuskan pilihan akhir!"

Foto pertama adalah dua jenis anggur merah. Vincent langsung memilih yang kiri.

"Soalnya Isabel sensitif terhadap minuman yang terlalu kuat," jelasnya.

Ruangan pun riuh dengan candaan hangat.

Foto kedua adalah dua buket bunga, mawar merah dan lili putih. Vincent memilih lili.

"Isabel lebih suka wangi yang lembut."

Foto ketiga adalah dua destinasi liburan, Maladewa dan Swiss.

"Swiss. Isabel butuh udara segar untuk pemulihannya."

Setiap pilihan Vincent, untuk Isabel.

Aku menatapnya di panggung dan mengingat dua tahun kami bersama. Dia tidak pernah bertanya apa yang aku suka, tidak pernah mengingat makanan favoritku, atau tempat yang kuimpikan.

"Babak terakhir!" Pembawa acara berkata penuh semangat. "Kali ini agak spesial. Foto dua wanita cantik!"

Dua gambar muncul di layar.

Di kiri, Isabel. Mengenakan gaun putih, senyum tipis di taman, terlihat murni seperti malaikat.

Di kanan, aku. Mengenakan gaun malam merah menyala dari pesta yang entah kapan, tatapanku tajam dan penuh perlawanan.

Ruangan sontak hening.

Semua mata tertuju pada Vincent.

Dia berdiri di panggung, menatap layar, terdiam beberapa detik.

Detik-detik itu terasa seperti selamanya.

Aku tahu dia akan memilih Isabel, tapi aku tetap menggenggam secuil harapan terakhir, bahwa dia akan memilihku.

Walau hanya demi pura-pura. Walau hanya karena iba.

"Aku memilih..." Suara Vincent bergema lewat mikrofon, "...Isabel."

Tepuk tangan dan sorak-sorai langsung meledak di ruangan.

Aku meletakkan gelas sampanye, berbalik, dan bergegas keluar.

Di kamar mandi, aku menatap pantulan diriku di cermin, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan badai di dadaku.

Aku seharusnya tidak berharap apa pun. Sejak awal.

Aku membenarkan diri lalu keluar, siap kembali ke pesta.

Lorong remang-remang. Saat berbelok, beberapa pria mabuk menghalangi jalanku.

"Halo cantik, sendirian?" Salah satunya bergumam sambil merangkak mendekat. "Minum bareng, yuk."

"Minggir." Suaraku rendah dan tajam.

"Jangan dingin begitu." Yang lain menyeringai meraihku. "Kami cuma mau kenal…"

Aku mundur, dan di ujung lorong kulihat Vincent berdiri di pintu ruang VIP kami.

Dia sedang bicara dengan seorang tamu. Aku menatapnya penuh harap, meminta tolong.

Vincent melihatku. Wajahnya mengeras, dia mulai melangkah ke arahku.

Tapi tiba-tiba terdengar teriakan kesakitan dari dalam ruangan. "Aduh! Kakiku..."

Vincent langsung berbalik. Isabel berdiri sambil berpegangan kursi, wajahnya pucat.

"Kenapa?" Vincent mendekat cemas.

"Sepertinya aku keseleo..." ucap Isabel, matanya berkaca-kaca.

Vincent segera berlutut memeriksa kakinya, sepenuhnya melupakan aku di lorong.

Isabel berbisik padanya. Tanpa menoleh sedikit pun ke arahku, Vincent menjawab, "Jangan khawatirkan dia. Dia bisa urus dirinya sendiri."

Saat itu, hatiku tidak sekadar hancur, tapi remuk berkeping-keping.

Aku meraih botol anggur dari meja layanan terdekat dan membantingnya ke dinding.

Kaca pecah berhamburan, suara itu membuat para pria mabuk terkejut.

Aku mengangkat pecahan botol, ujungnya yang runcing mengarah ke mereka. "Pergi!"

Melihat amarah liar di mataku, mereka langsung kabur.

Kaca itu melukai telapak tanganku. Darah menetes ke lantai.

Aku menatap luka itu, merasakan perihnya. Apa arti sakit sedikit ini dibandingkan derita di hatiku?

Usai pesta, aku berdiri sendirian di luar klub menunggu mobil.

Saat ini Isabel keluar, Vincent memapahnya dengan hati-hati.

"Sofia," kata Isabel, terpincang-pincang mendekat. "Maaf ya soal tadi. Aku keseleo mendadak, jadi Vincent nggak bisa menolongmu. Tapi sepertinya kamu bisa mengatasinya dengan baik."

Dia melirik tanganku yang terluka, ada kilatan puas di matanya.

"Iya," jawabku dengan senyum dingin. "Aku memang selalu pandai mengurus masalahku sendiri."

"Baguslah," Isabel tersenyum manis. "Sejujurnya, aku sempat khawatir waktu Vincent membawamu malam ini. Soalnya kalian dulu pernah..."

"Pernah apa?"

"Kamu tidak benar-benar mengira Vincent punya perasaan khusus padamu, kan?" Isabel membungkuk sedikit, suaranya rendah namun beracun. "Sayang, Vincent cuma kasihan sama kamu. Kamu sudah nggak punya rumah, jadi dia menampungmu karena iba. Itu saja."

"Oh begitu?"

"Tentu saja." Mata Isabel tajam penuh kebencian. "Kamu lihat sendiri permainan tadi. Hati Vincent cuma untuk aku. Dari SMA sampai sekarang. Itu tidak akan pernah berubah."

Saat itu juga, sebuah sedan hitam kehilangan kendali dan melaju lurus ke arah kami.

Dalam sekejap, Vincent melompat memeluk Isabel, melindunginya dengan tubuhnya.

Dan aku? Mobil itu menghantamku keras, melemparkan tubuhku ke tanah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Duka Sang Putri Tertawan   Bab 22

    Di hari kedua puluh tujuh masa tahanannya, Sofia mulai belajar patuh.Ia berhenti melawan, berhenti mogok makan, bahkan sesekali memberinya senyum tipis.Awalnya Vincent curiga, tapi lama-lama ia mulai percaya kalau Sofia sudah pasrah menerima nasibnya."Apa yang mau kamu makan hari ini?" tanyanya suatu pagi sambil mengikat dasinya di tepi ranjang.Sofia bersandar di sandaran kepala ranjang, rambutnya terurai di bahu. Suaranya tenang. "Apa saja yang kamu buat."Jari Vincent terhenti. Sekilas rasa terkejut melintas di matanya, lalu senyum. "Baiklah." Ia berbalik menuju dapur, langkahnya untuk pertama kali dalam berminggu-minggu terasa rileks.Begitu ia pergi, Sofia menyingkap selimut dan mengeluarkan sebuah mikro komputer dari bawah kasur, hasil curian dari ruang kerjanya seminggu lalu. Jemarinya menari di atas keyboard mengetik serangkaian kode. Ia berhasil membobol sistem keamanan pulau itu. Sebuah sinyal darurat terenkripsi terkirim.Tiga malam kemudian, Sofia berdiri di tepi tebing.

  • Duka Sang Putri Tertawan   Bab 21

    Vincent harus kembali ke Mandala Jaya untuk mengurus urusan Keluarga Dirgantara.Di hari ketiga kepergiannya, Sofia berdiri di depan pintu kaca besar vila di pulau itu, menatap sinar matahari terakhir yang menghilang di cakrawala.Seorang pelayan masuk pelan-pelan. "Nyonya, silakan minum susunya."Sofia tak bergerak. "Kapan dia kembali?""Tuan Vincent bilang akan segera..."BRAK!Gelas itu membentur dinding dan pecah berderai. "Aku bukan nyonyamu," ejek mencibir. "Keluar."Pelayan itu ketakutan dan langsung lari. Sofia membungkuk, mengambil pecahan kaca yang paling tajam.Pada saat yang sama, di markas Keluarga Dirgantara di Mandala Jaya, Vincent duduk di kursi kepala meja rapat. Ibu jarinya tanpa sadar mengusap layar ponsel. Di layar, sebuah cuplikan rekaman pengawasan menampilkan Sofia di pantai, menatap ke arah laut, siluetnya begitu rapuh seakan angin laut bisa menerbangkannya."Bos? Tentang transaksi senjata ini...""Tunda," ujarnya tiba-tiba berdiri. "Siapkan mobil. Kita ke banda

  • Duka Sang Putri Tertawan   Bab 20

    Helikopter itu mendarat di sebuah pulau pribadi saat fajar menyingsing. Deru baling-balingnya perlahan mereda, berganti dengan suara ombak yang menghantam karang.Vincent menggendong Sofia turun dari pesawat. Begitu kakinya menyentuh tanah, ia langsung mendorongnya menjauh."Penahanan ilegal?" Dia mencibir, gaun pengantinnya berkibar dihembus angin laut. "Sejak kapan Vincent Dirgantara jatuh ke taktik murahan seperti ini?"Vincent tidak marah. Ia justru tersenyum tipis. "Lalu kenapa kalau memang begitu?" Tangannya terulur membelai pipinya. Ujung jarinya dingin, namun tatapannya membakar. "Sofia, kamu milikku. Jangan pernah berpikir untuk menikah dengan orang lain."Di dalam vila utama, Vincent mengajaknya berkeliling. "Semuanya di sini milikmu," katanya sambil membuka pintu kaca besar. "Kebun, kolam renang, perpustakaan... bahkan laut itu."Sofia tak tergoyahkan. "Aku mau pulang.""Sofia, mari kita mulai dari awal," ucap Vincent memeluknya dari belakang. Ia menyandarkan dagu di kepalan

  • Duka Sang Putri Tertawan   Bab 19

    Sehari sebelum pernikahan, Sofia duduk di depan meja rias di ruang pengantin, ujung jarinya menelusuri deretan berlian di gaun pengantinnya. Matahari bersinar terang, dan para staf di luar sibuk mempersiapkan upacara. Semuanya terlihat sempurna.Ketukan lembut terdengar di pintu."Putri?" Alexander masuk membawa secangkir teh herbal hangat dan sebuah kotak beludru kecil yang elegan. Ia mengenakan setelan jas hitam yang pas di tubuhnya, tatapannya lembut tak terlukiskan."Kamu hampir tidak menyentuh sarapanmu," katanya sambil meletakkan cangkir di sampingnya.Sofia menoleh, senyum tipis terlukis di bibirnya. "Ini cara Alexander mendisiplinkanku?""Aku tidak berani." Ia membungkuk sedikit dan menyerahkan kotak itu. "Aku hanya khawatir kamu akan lapar."Sofia membuka kotak itu. Di dalamnya ada potongan cokelat yang indah."Aku dengar dulu kamu suka cokelat dari toko ini," ucap Alexander lembut. "Aku memesannya langsung dari Arjapura."Sofia tertegun, hendak bicara, namun tiba-tiba alarm k

  • Duka Sang Putri Tertawan   Bab 18

    Keluarga Nugraha dan mafia Mandala Jaya selalu menjaga jarak satu sama lain.Lalu, apa yang Vincent Dirgantara lakukan di sini?Para tamu mulai berbisik-bisik, gumaman mereka cepat menyebar di seluruh aula dansa. Semua mata tertuju pada sosok tinggi di ambang pintu."Kenapa dia menatap Nona Sofia seperti itu? Jangan-jangan dia datang untuk merusak pernikahan ini."Hampir seketika, Alexander menarik Sofia ke dalam pelukannya, melindunginya dengan tubuhnya. Namun, Sofia justru terlihat tenang.Ia menatap Vincent dan tersenyum. "Tuan Vincent, ada apa Anda kemari? Bawa hadiah pernikahan?"Kata-katanya seperti pisau, menusuk dalam ke dada Vincent.Rahangnya mengeras, urat-urat di lehernya menegang. Suaranya serak. "Sofia, ikut aku pulang."Senyum Sofia melebar. "Pulang untuk apa? Untuk melihat kamu mengurus Isabel?""Aku tidak mencintai Isabel!"Suara Vincent hampir seperti teriakan, membuat kerumunan langsung terdiam."Aku mencintaimu!"Para tamu terkejut, bisik-bisik kembali pecah."Dia b

  • Duka Sang Putri Tertawan   Bab 17

    "Sepuluh tahun lalu, di pesta kapal pesiar di Pantai Adirama...""Kamu lupa siapa yang kamu selamatkan?"Sofia tertegun, ingatannya tertarik kembali satu dekade silam. Di pesta itu, ia berada di dek ketika mendengar suara cipratan air. Seorang anak laki-laki terjatuh ke laut. Sebelum siapa pun sempat bereaksi, ia sudah melompat mengejarnya.Airnya sedingin es, tapi ia berenang sekuat tenaga menuju sosok yang berjuang di permukaan. Setelah menelan beberapa kali air laut, akhirnya ia berhasil menariknya kembali ke dek."Kamu baik-baik saja?" tanyanya, tubuh basah kuyup tapi tak memedulikan dirinya sendiri saat berlutut untuk memberi pertolongan pertama.Anak laki-laki itu batuk mengeluarkan air lalu membuka mata, bulu matanya berembun. Sofia melepas jaketnya dan membungkus tubuh mungil yang menggigil itu. "Hei, Nak. Lain kali hati-hati."Anak itu menggenggam jaketnya erat-erat, matanya berkilau seperti bintang....Sofia tersadar kembali ke masa kini, menatap Alexander tak percaya. "Anak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status