Beranda / Lainnya / Edisi Kelas / Masih Penasaran

Share

Masih Penasaran

Penulis: Cira
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-09 23:27:30

Cira masuk dengan ragu. Ia tahu kalau Aska sedang duduk bersama temannya yang berkacamata, si kurus yang pintar. Tempat duduk mereka berada di dekat  pintu. Setiap melintas, tatapan mereka tak lepas dari Cira yang berjalan seperti layaknya model. Cira kini telah diberi julukan oleh teman sekelas si model yang angkuh. Cira baru tahu dari temannya Awan, bahwasannya para cewek tukang gossip di kelas telah memberinya julukan yang menjengkelkan. Inilah yang membuatnya semakin malas untuk masuk ke dalam kelas.

            Cara berjalan Cira memang seperti itu. Lurus ke depan sedikit menaikkan dagu dan melenggokkan sedikit pinggulnya. Body yang kurus serta rambut panjang dengan poni yang baru dipotong sebagai penampilan baru.

            Tidak ada yang menyukai dan berteman dengan Cira kecuali Awan.

            Cira tidak mempedulikan orang di sekitarnya selama tidak ada perilaku bullying di sekolah. Cira masih bisa sabar menghadapi gosipan anak di kelas yang belum mengenalnya dengan baik.

            Saat di depan kelas Cira baru menyadari terdapat bercak hitam di tangannya bekas dari mencuci kuali hitam di rumah. Saat itu Cira hendak berangkat ke sekolah dengan tas yang sudah bergelantung di bahunya. Namun, Mama berteriak dari arah dapur meminta tolong untuk mencuci kuali karena masakannya tidak bisa ditinggalkan dengan alasan takut hangus. Dengan rasa gondok dalam hati Cira melakukannya dengan gerutuan kecil.

            Suara Cira yang sedang mengomel terdengar oleh Mamanya dan dibalas dengan celotehan keras, “Kalau enggak mau bantu Mama. Ya, udah pergi aja ke sekolah. Selalu aja ngomel kalau disuruh ngerjakan sesuatu. Selalu aja menggerutu. Kamu itu sebagai anak harus berbakti dengan orang tua. Baru disuruh gitu aja ngomel terus, bukannya mama nyuruh kamu ngamen atau cari uang di jalanan. Cuma cuci kuali aja, bawaannya ngomel!”

“Maa, udah dong. Pagi-pagi malah diomelin. Aku kan mau sekolah.” protesnya. Meletakkan kuali yang dibersihkan di atas kompos gas.

“Kan kamu yang ngedumel duluan pagi gini. Cepat berangkat sana. Nanti telat.” Mama melanjutkan masaknnya disertai nyanyian lawas.

            Cira berangkat dengan kesal dan wajah yang cemberut. Saat ini tangannya dipenuhi dengan jejak hitam dan berminyak bekas kuali hitam yang di cucinya di dapur, hingga lupa membasuh tangannya kembali.

            Sebelum masuk kelas Cira pergi ke toilet untuk membersihkannya. Salah satu teman sekelas yang berpapasan dengannya saat di tangga melihat tangan Cira dengan noda hitam.

“Tangan kamu kenapa? Habis kerja bengkel?” katanya sembari ketawa kecil. Ditambah lagi desisan suara dari teman lainnya yang berusaha menahan tawa.

“Aku nggak kerja bengkel. Habis racik bom tadi. Nggak sengaja meledak, Jadi hitam deh, tanganku.” jawabnya. buru-buru menuju toilet sebelum ada anak julid lainnya yang akan berkomentar asal.

            Bukan Cira namanya kalau berlama-lama di toilet menyaksikan banyak cewek genit yang sedang berdandan. Memoles wajah dengan foundation, belum lagi lipstick yang terang serta mascara yang membuat bulu mata membahana. Mereka mengepak bibirnya di depan cermin, memonyongkannya dan bergaya centil. Sentuhan terakhir menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh dan menyebar kesetiap sudut sekat toilet ini. Astaga, seharusnya mereka harus masuk ke sekolah fashion atau kecantikan yang bisa menyalurkan bakat terpendam mereka seperti ini. Sangat disayangkan jika gaya mereka cuma bisa dipamerkan di toilet ini.

            Cira menggosoknya dengan sekuat tenaga hingga tangannya memerah. Noda di tangannya sangat sulit dihilangkan, harus menggunakan sabun cair atau sejenisnya untuk menghilangkan jejak hitam yang mulai menyebar ke permukaan kulit tangannya. Yang menjadi masalah saat ini adalah bajunya juga terkena air bekas bilasan dari tangannya dan ikut berubah warna menjadi hitam. Cira melirik cewek yang di sebelahnya sedang mengeluarkan sabun cair dari botol.

“Permisi. Boleh minta sabunnya sedikit.” kata Cira sedikit ragu.

“Boleh kok.” Menyerahkannya ketanggan Cira.

“Terima kasih.”

            Mereka mulai bergosip sembari menunggu teman lainnya selesai berdandan. Sementara di sebelah Cira, cewek yang memberikannya sabun cair ke tangannya tadi bercerita dengan semangat.

“Kalian tau Aska? Cowok ganteng yang yang sering main drum band?”

“Aska siapa?” jawab temannya menoleh.

“Astaga! Aska? Adik kelas kita yang kulitnya putih. Naik motor ninja.” serunya melototi temannya yang tidak tahu keberadaan Aska.

“Santai aja dong say. Kasih tau kita dimana Aska. Seganteng apa sih dia. Bisa-bisanya buat My princess sampai melongo kayak gini.”

            Dia mendengus, cewek yang dikatakan Princess oleh temannya. Memang dia seperti putri kerajaan. Cantik dengan meke up menornya. Ini adalah wajah topeng yang diperlihatkan kepada teman-temannya. “Aku harus mendapatkannya.” katanya mengibaskan rambut dengan angkuh menghadap cermin.

            Medengar percakapan tersebut. Cira bergegas menyelesaikan urusannya dengan cepat.

“Terima kasih ya kak?” kata Cira sekali lagi melangkah keluar.

Wait. Berhenti bentar.”

            Langkah Cira terhenti, “Aku?” Menunjuk dirinya.

“Iya. Kamu anak kelas satu kan?” tanya Princess.

“I-iya. Ngapa kak?” tanya Cira dengan wajah polos.

“Kamu teman sekelas Aska? Iya kan?” tanya princess.

“Iya.” jawab Cira singkat.

“Karena kamu udah terlanjur dengar omongan kami. Jadi aku minta tolong. Sampaikan salamku ya. Bilang dari Laras. Atau Princess juga boleh.” Menirukan suara Syahrini. Penyanyi yang terkenal dengan gayanya yang selalu mencuri perhatian netizen. Jika diperhatikan dengan lekat. Laras memang bergaya seperti Syahrini versi anak sekolahan. Ditambah lagi, Syahrini sering menyebut namanya dengan Incess. Yang berarti Princess.

“Oke kak. Nanti kusampaikan.”

            Cira mengayunkan langkah keluar toilet. Di ambang pintu masih terdengar celotehan mereka. Sedikit suara yang tertangkap oleh pendengaran Cira. “Hahah. Bisa aja kamu ngandalin teman sekelasnya.”

            Hal ini yang membuat Cira malas ke toilet meski harus menahan pipis selama di kelas. Tetap saja toilet digunakan sebagai ruangan serbaguna.

            Aska berdiri di depan kelas dengan melipat kedua tangannya memperhatikan Cira yang sedang mengusap wajahnya yang natural tanpa embel-embel seperti gadis di dalam toilet tersebut.

“Lama banget ke toiletnya. Aku tuh nugguin kamu dari tadi di sini. Udah sepuluh menit baru nongol.” katanya berdecak candaan.

“Ngapain nungguin aku. Gak kayak biasanya.” jawab Cira melangkah masuk ke dalam kelas.

            Aska menghadangnya di ambang pintu. Melebarkan kedua tangannya dihadapan Cira.

“Eittss. Udah ditungguin sejak tadi. Main pergi aja. Aku mau ngomong.”

“Lah. Ini udah ngomong.” jawab Cira tersenyum tipis.

“Jangan senyum!” Menunjuk Cira dengan wajah yang serius.

“Apa sih. Buat aku takut aja.” kata Cira.

“Kamu tuh yang buat aku takut. Jantungku hampir copot melihat senyumanmu.” Aska terkekeh melihat reaksi Cira yang tertegun dengan sikapnya.

“Aska!”

            Cira mengernyit kesal bercampur senang. Aska mengayunkan tangannya ingin menggapai tangan Cira. Namun, niat itu diurungnya. Belum waktu yang tepat untuk menggenggam tangannya.

            Aska mengajaknya menuruni tangga ke lantai dua.

“Ngapain?” tanya Cira penasaran.

“Udah ikut aja. Jangan banyak tanya. Entar kamu juga tau.”

            Mereka berpapasan dengan salah satu cewek kelompok gossip di kelas yang bernama Aurel. Melirik kedua sejoli tersebut berjalan beriring dengan canggung.

“Kalian mau kemana?” tanya Aurel.

“Kepo lu.” jawab Aska mengabaikan keberadaannya. Menuruni tangga lagi ke lantai satu.

“Aku tau. Pasti mau nembakkan?” teriak Aurel dari lantai dua. Sehingga mengundang perhatian orang di sekitar.

“Bisa diam enggak? Jangan ikut campur.” teriak Aska.

“Sebenarnya kita mau kemana sih?” Cira tetap mengikuti Aska dengan pertanyaan yang sama diajukannya sejak tadi.

“Sekali lagi nanya. Aku tembak nih.” kata Aska.

Deg!

            Seketika perasaan Cira tidak karuan. Perutnya terasa mules dan cemas.

Aska menoleh ke belakang, “Jangan gitu dong reaksinya. Kalau aku tembak. Entar kamu mati lagi. Aku belum siap kehilangan kamu.” kata Aska cenger-cengir.

“Aska! Jangan bercanda terus deh.” Cira kembali manyun.

“Ya udah. Sekarang aku serius.”

            Langkah mereka berhenti di kantin sekolah. Di keramaian, banyak orang berkumpul untuk memenuhi kebutuhan perut. Suara riuh ini membuat Cira semakin greget. Takut dan belum siap menerima pernyataan cinta dari Aska. Waktunya terlalu singkat untuk memulai suatu hubungan.

“Kita cari tempat dulu yuk.” kata Aska.

“Cari tempat? lima menit lagi bel bunyi Aska. Lagian ini hari pertama kita belajar. Jangan sampai telat.”

            Cira merasa khawatir. Waktu menunjukkan pukul 06.55. Tidak ada waktu untuk memesan makanan.

“Santai aja. Lagian kita kesini bukan untuk makan kok.”

“Jadi?”

            Guru konseling datang membawa kayu membubarkan orang-orang yang sedang makan. Sudah waktunya masuk kelas. Kayu yang dibawa oleh guru konseling bukan untuk memukul hanya untuk menakuti mereka agar segera menyelesaikan makannya.

“Yah. Enggak jadi deh.” Aska mendengus kecewa. Tidak tahu apa yang akan dilakukannya tadi.

            Mereka kembali ke kelas beriringan, diselingi percakapan kecil yang biasa di bicarakan saat remaja sedang PDKT.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Edisi Kelas   Kunjungan (Part III)

    Cira duduk di teras rumah, menunggu Aska yang tak kunjung kembali dari masjid. Belum ada tanda-tanda kedatangannya saat ini, saat Abang Cira sudah pulang ke rumah, Bahkan, mungkin saja, Abang Cira tidak sadar kalau sebelumnya Aska berangkat ke masjid bersamanya. Sama sekali tidak ada membicarakan temannya tersebut ketika sampai di rumah. Untuk meredam kekhawatiran, Cira mencoba mengalihkannya dengan membaca buku meski tidak fokus. Cira hanya membalikkan lembaran demi lembaran ke halaman selanjutnya tanpa tahu alur ceritanya. Sebenarnya saat ini Cira sedang tidak ingin membaca buku novel. Apalagi diwaktu maghrib, yang seharusnya saat ini, ia sudah berada di meja makan bersama keluarga. Sebenarnya dengan membaca buku dapat mengalihkan rasa bosannya selama menunggu Aska. Biasanya Cira bisa masuk ke dalam alur cerita novel tersebut. Seakan bi

  • Edisi Kelas   Kunjungan (Part II)

    Di ruang tengah, saat hendak pamit pulang, mama menyiapkan aneka gorengan yang masih panas di meja kecil kayu, dihidangkan khusus buat teman-teman Cira.“Kalian mau kemana?” tanya Mama.“Kami pamit pulang, buk.” jawab Nando sopan.“Nanti aja pulangnya. Makan dulu gorengannya. Kalau udah habis baru boleh pulang.” seru Mama menahan mereka untuk tetap tinggal lebih lama. Melihat banyak gorengan yang baru keluar dari penggorengan. Akhirnya mereka duduk sembari menikmati aneka gorengan, bakwan, tahu isi, risoles. Juga ditemani dengan minuman teh es yang segar.“Assalamualaikum.” Terdengar ucapan salam dari luar. Suara yang tidak asing di telinga Cira. Suara lantang seperti tukang palak yang ada di pasar.“Waalaikumsalam.” jawab mereka serentak.&nbs

  • Edisi Kelas   Kunjungan

    Cira mempersilahkan teman – temannya masuk ke dalam kamar, sekaligus Cira juga belum bisa berdiri terlalu lama dan ingin duduk di atas kasur lebih lama dan menselonjorkan kakinya.“Masuklah.” kata Cira. Mereka masuk dengan sungkan, sembari menyusuri seisi kamar dengan tatapannya. Ini pertama kalinya mengajak teman sekolahnya masuk ke dalam kamar. Terutama para cowok, mungkin baru kali ini juga mereka masuk ke dalam kamar cewek yang berisi banyak boneka dan buku-buku di rak kecil. Tidak ada foto masa kecil. Hanya ada foto remaja yang terpajang di bingkai foto kecil. Itupun foto bersama saat dengan teman se-geng SMPnya sebelum kelulusan.“Maaf, ya. Duduknya di bawah aja.” kata Cira.“Nggak apa-apa, Cir. Santai aja.” jawab Aska. Ia masih saja berdiri sementara teman yang lainnya sudah duduk di lantai karpet. Memperhatikan rak buku Cira yang berisi ban

  • Edisi Kelas   Klinik

    Pagi ini merupakan awal yang buruk untuk memulai hari, bagaimana tidak. Kaki Cira sulit untuk digerakkan saat akan melangkah. Bahkan tidak merasakan apapun saat menginjakkan kakinya di lantai. Ia panic dan mulai berpikir buruk. Mungkinkah ia lumpuh atau bahkan kakinya kini sedikit berair dan tidak bisa tertolong. Pikirnya. Cira berjalan dengan satu kaki dan menjadikan dinding sebagai alat bantunya untuk berjalan, perlahan membuka pintu. Kemudian menangis keras agar seisi rumah tahu keadaannya sekarang.“Ma. Kaki aku sakit.” kata Cira. Abang Cira yang sedang merapikan kasetnya di ruang keluarga, tidak kaget dengan kaki Cira dan berkata, “O Bengkak. Bentar lagi kita ke kliniknya. Soalnya baru jam tujuh.”“E

  • Edisi Kelas   Masih Cedera

    Sepulang sekolah di ruang tunggu, seperti biasa Cira sedang menunggu jemputan sendirian. Sebelumnya ada Agung yang duduk bersamanya sekitar beberapa menit yang lalu. Entah apa yang dimakannya hari ini. Hingga membuatnya dua kali keluar masuk toilet dengan wajah yang kecut. Memegang perut dengan sedikit membungkuk, tanpa pamit ia kabur tanpa suara. Mengatakan dengan bahasa isyarat kalau ini adalah keadaan darurat. Cira pun paham betapa darurat keadaannya. Suara drumband terdengar keras dari lapangan. Para anggotanya akan berlatih keras selama satu minggu kedepan untuk acara festival antar sekolah yang diadakan setahun sekali. Pihak sekolah biasanya akan mengundang sekolah swasta lain. Tentu saja hal itu membuat para murid menyambut gembira acara tersebut. Akan banyak cowok

  • Edisi Kelas   Cedera

    Cira berjalan sedikit terbata – bata menahan sakit di pergelangan kakinya. Belum lagi punggungnya yang juga ikut sakit akibat terkena himpitan Agung saat melompat, bercampur menjadi satu.“Sorry, Cir. Biar abang bantu jalan.” kata Nando merasa bersalah, memapah Cira berjalan.“Gak usah bang. Biar aku aja yang bantuin Cira. Abang jalan aja sana.” kata Agung ikut memapah Cira.“Udahlah, Gung. Biar abang aja. Kayaknya kaki kamu terkilir tuh.” seru Nando. Padahal kakinya hanya sedikit lecet, akibat tersandung saat melompat tadi.“Lecet gini aja, udah biasa bang. Masak luka gini aja aku harus minta rangkul juga.” balas Agung ikut merangkul Cira. Cira berhenti sejenak, menatap Agung. “Kamu nyindir aku. Mending aku jalan sendiri aja deh. Gak perlu ditolong

  • Edisi Kelas   Bolos

    Cira mendongak ketika Nando ikut memasukkan sampah minuman.“Iya nih, Hitung-hitung cari pahala.” jawabnya asal. Sebenarnya Cira hanya ingin menghindar dari Aska. Entah sampai kapan seperti ini. Bagaimanapun ia menghindar, tetap saja tidak bisa. Mereka akan terus bertemu setiap hari di kelas.“Yang lainnya mana, nggak bantuin.”“Aku mau ngerjainnya sendiri bang. Kalau semuanya ikut. Entar aku cuma dapat sedikit pahala.” kekehnya. Kemudian menyeret kantung sampah berisi penuh ke tempat pembuangannya.“Biar abang bantu.” Merebutnya dari tangan Cira. Cira pasrah dengan kebaikan Nando, semakin hari mereka semakin dekat. Cira merasa ada yang melindunginya di sekolah. Seorang senior sekaligus abang yang akan berpisah beberapa bulan lagi dengannya. Akan lebih sibuk lagi ke dep

  • Edisi Kelas   Moment

    Cira menyusuri seisi kelas dengan pandangannya. Tentu saja yang ia cari adalah pasangan yang belum berstatus menjadi pacar. Dan berharap mereka segera menjadi pacar sungguhan meski sedikit menyakitkan. Daripada merasa digantungin, diberi harapan seperti ini. Lebih baik mereka segera mengumumkan perubahan statusnya dari ‘teman’ menjadi ‘pacar’ itu lebih baik bagi Cira. Entahlah. mendadak Cira menjadi sangat khawatir dengan mereka. Perasaan yang bimbang antara ingin tahu lebih dalam atau hanya sekedar penasaran.Seperti biasa cuaca panas melanda kelas yang berada di lantai tiga ini. Sedangkan kelas unggul dan bilingual sedang menikmati pelajaran dengan suhu sejuk di ruangn AC. Tidak seperti mereka yang hanya mempunyai dua kipas angin yang bergelantunagn di atap. Itupun sudah tidak berputar seperti layaknya kipas angin. Akibat ulah dari sekelompok teman cowok yang berharap jika kipas angin ini rusak akan segera diganti oleh pihak sekolah. Makanya mereka m

  • Edisi Kelas   Kemarin

    Baru saja kemarin Aska bersumpah bahwa dia tidak mempunyai hubungan special kepada Raula. Bahkan Aska juga meyakinkannya kalau mereka hanyalah sekedar teman. Kalau dilihat lagi hari ini. Dari ekspresinya disaat semua tidak ada yang memihak Raula. Ada Aska yang selalu siap menjadi pelindungnya, bagaikan malaikat. Bahkan Aska tidak pantas dianggap sebagai malaikat. Karena dia hanya bersikap lembut kepada Raula. Murid baru yang menjadi pusat perhatian sejak hadir di kelas X.5. Mereka pun bubar ketika bel baru saja berbunyi. Ade pun menirukan suara bel dengan nada jengkel. Karena baru saja mereka selesai menyantap makanan, belum sempat mengobrol banyak, bel sudah berbunyi. Raula bahkan menggandeng tangan Cira seakan mereka adalaha teman yang sangat dek

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status