“Esmeralda!” seru pria kurus dan tinggi di hadapannya, dengan gaya yang didramatisir, seakan mereka dulunya sangat dekat. “Oh, aku sungguh tak menyangka bisa bertemu denganmu di sini. Bagaimana kabarmu?”
Esme merasakan tenggorokannya kering. Otaknya pun tak mampu mencerna bagaimana sepatutnya dia menjawab sapaan mafia norak rekan ayahnya itu. Mereka hanya bertemu satu kali. Tetapi, lagaknya pria itu seakan mereka teman dekat yang sering bertemu.
Tanpa sadar, Esme melirik wanita di samping Nicky. Wanita itu cantik, langsing, sama tingginya dengan ESme, juga sama mudanya, itu yang diperkirakan Esme. Apakah wanita itu istrinya?
“Baik. Terima kasih atas perhatiannya,” jawab Esme kaku, setelah berusaha keras mengeluarkan suaranya dan membalas meski hanya sebatas ala kadarnya.
“Kuharap ayahmu juga baik meski dalam situasi yang sulit,” lanjut Nicky lagi dengan senyum yang seakan penuh simpati.
“Duuuuh, yang lagi mesra-mesraan,” seru Catherine saat menghampiri Esme dan Dave yang sedang berpelukan, membuat suasana romantic itu terhancurkan. Pelukan mereka terurai dan Esme menatap masam pada Catherine.“WAlaupun mansion ini luas, tapi aneh rasanya kalau kita baru bertemu sekarang,” sambut Esme dengan kesal. Dia berharap Catherine bisa lebih cepat datang sehingga dia memiliki alasan untuk mengakhiri percakapannya dengan Nicky Meizzo tadi.Tapi ternyata, Catherine mempunyai jawabannya sendiri. “Aku telah melihatmu dari tadi. Tapi kau sedang bicara dengan seseorang. Karena terliaht serius, aku tidak berani menghampirimu.”“Ck!” seru Esme tak bisa menahan wajahnya untuk tidak memberengut. Karena itulah Catherine jadi mempertanyakannya, “MEmangnya kenapa? Siapa yang bicara denganmu tadi.”MEndapatkan pertanyaan seperti itu, Esme langsung hendak menceritakannya. Tapi kata-katanya
Satu-satunya wanita yang dia inginkan, yang hampir dia dapatkan tiga tahun lalu, kini sedang berciuman dengan lelaki lain di dalam sana. Hati Nicky berkobar api amarah. Berani-beraninya lelaki kunyuk satu itu mencium calon pengantinnya. Sepertinya si kunyuk itu harus tahu siapa yang akan dia hadapi jika mencium Esmeralda. Karena apa? Karena Esmeralda Bandares dulunya adalah calon pengantinnya. Sekarangpun dia tetap menginginkan wanita itu. Nicky meraih ponsel di telepon yang ada di dalam Limousin itu kemudian menekan satu tombol. “Apa Britney sudah tiba di penthouse?” tanyanya pada bawahannya di ujung sana. “Sudah, Tuan!” balas bawahannya itu. “Good!” “Lalu, bagaimana dengan secret lover, Tuan? Mereka semua menunggu perintah,” tanya bawahannya lagi. Nicky menepuk jidatnya sendiri karena dia sampai melupakan misinya itu. Semua ini karena Esme. Dia terlalu menggilai wanita itu hingga sekarang rasanya secret lover tak be
Bunyi alarm membangunkan Esme pagi itu. Tubuhnya sedikit menggigil karena cuaca di luar semakin dingin dalam masa awal memasuki musim dingin. Esme menarik selimutnya hingga ke batas dagunya, untuk membuat tubuhnya kembali merasa hangat. Diliriknya jam, sudah pukul setengah tujuh pagi. Dan seketika otaknya mengingatkannya bahwa dia harus membeli buah-buahan segar untuk menghias frutty cake pesanan customer untuk sore ini. Dengan menyeret langkah kakinya, Esme bangun dari kasurnya dan bersiap. Esme menyempatkan diri melihat kamar Catherine sebelum pergi. Kamar itu ternyata kosong. Catherine tidak pulang semalam. Esme mendesah kemudian turun ke tokonya untuk segera ke pasar. Dalam langkah kakinya pagi itu, ditengadahkannya wajah untuk menyambut udara dingin. Meskipun benaknya terisi oleh bayang-bayang kejadian semalam, Esme berusaha melangkah penuh semangat. Pagi yang dingin itu membuat jalanan masih sepi, terutama di jalanan kecil di mana
Drrrrrtttt … drrrrtttttt … “Ya?” tanya Darren dengan suara serak. “Ada apa?” “Lapor, Sir. Pemilik toko kue Emerald diculik!” “Shit! Shit! Shit!” maki Darren pada dirinya sendiri. Bukan kali ini saja dugaannya sangat tepat, tetapi baru ini pertama kalinya dia membenci keakuratan dugaannya. Darren melompat bangun dan menyambar jaketnya untuk segera berlari ke luar. “Kita bertemu di kantor,” serunya pada Lorry. *** “Ini nomor mobilnya, Sir.” Lorry menyerahkannya pada Darren saat telah di kantor dan agent lainnya sudah dikumpulkan. “Segera cari!” perintah Darren pada agent lainnya. Dia juga memberikan sederet nomor ponsel Esme pada Lorry. “Coba lacak juga nomor ini. Siapa tau masih aktif. Ini nomor korban.” “Baik, Sir!” Selagi menunggu, Darren menghubungi Inspekt
“Pelabuhannya berada 200 meter dari posisi Anda, Sir,” seru suara Lorry dari walkie talkie, “berada di belokan ke kanan setelah mengambil jalur menuruni jembatan layang ini, Sir.”“Dimengerti,” jawab Darren singkat. Dia pun memerintahkan agent Franklin, yang sedang menyetir, untuk mengambil jalan yang diberitahukan Lorry.Dan akhirnya, setelah keluar dari jalan layang, Agent Franklin kembali tancap gas untuk menuju ke pelabuhan.Darren masih bisa melihat berderet SUV hitam yang merayap memasuki kapal.“Mereka sudah masuk ke kapal! Cepat turun dan cari cara agar bisa menyusup ke dalam kapal!” perintah Darren lugas dari walkie talkienya. Dia sendiri pun langsung melompat turun dari mobil begitu pintu mobil dia buka. Franklin bahkan belum menghentikan laju mobilnya dengan sempurna.Dengan bersembunyi di balik tembok-tembok rendah di pinggir pelabuhan serta berbagai mobil yang terparkir di sana, Darren me
“Mana Esme?” tanya Susan dari dalam dapur.Catherine memutar bola matanya saat mendengar pertanyaan Susan dan membayangkan di mana diri Esme semalam. Tentu saja sepupunya itu pastilah tidur di tempat Dave. Ah, sudahlah. Dia sudah dewasa sekarang. Akan tetapi, Catherine tidak mengatakan itu semua pada Susan. Biarlah itu menjadi rahasianya bersama Esme saja.Catherine tersenyum, sambil menggeleng, dan hendak menutup pintu toko saat sebuah tangan menahan pintu itu.“Hei, Catherine! Bisa kau panggilkan Esme? Ada yang ingin kubicarakan dengannya,” kata sosok yang tangannya sedang menahan pintu.Kini Catherine mengernyit melihat si penanya itu. Dia pun spontan bertanya balik, “Esme? Bukankah dia semalaman di tempatmu, Dave?”“Di tempatku?” tanya Dave dengan raut terheran-heran. “Mengapa kau bisa berpikiran jika dia ada di tempatku semalam? Apa semalam dia keluar dan tidak pulang?”
“Kita sedang di laut lepas, Sayang. Siapa yang akan mendengar teriakanmu?”Esme shock mendengarnya. Sangat shock.Dengan mengeluarkan rasa frustrasinya, Esme berteriak kencang, “KAU JAHANAAAAAAAM!!!”“Hahahaha!” tawa Nicky kembali menggelegar. Dia membuka kemeja merah maroon yang dipakainya dan melemparnya asal. Dia juga mulai membuka kancing celananya dan membiarkan kain itu teronggok di kakinya.Setelahnya, dia mendekati ranjang dan merangkak naik.Esme semakin panic. Dia berteriak sembari menendang-nendang. Akan tetapi, kakinya terikat sehingga dia hanya bergerak seperti ikan yang menggelepar-gelepar. “Jangan mendekat! Kau sialan! Jangan sentuh aku!!!”Nicky sudah tiba di atas tubuh Esme. Sepasang mata cantik itu membelalak lebar menatap Nicky yang hanya berjarak dua puluh sentimeter di
Nicky semakin marah. Dia menampar Esme lagi.“Hentikan!” seru Darren pada akhirnya. Dia tak tahan melihat Esme ditampar bertubi-tubi.“Kenapa hentikan? Kalian mau bermain cinta di depanku, hah?! Rasakan ini!”Dengan sekali gerakan, Nicky mengangkat tubuh Esme yang tangan dan kakinya terikat. Dia mengangkat dan membawanya hingga ke pagar dek kapal.Darren spontan berteriak, “Hentikan! Esmeeeeee!”Dan kedua tangan Nicky sudah melemparkan tubuh Esme ke dalam air.Byuuuurr!!Semua yang ada di sana terpelongo melihat kekejaman Nicky yang benar-benar melemparkan tubuh Esme yang terikat ke dalam air. Setega itu.Hanya Darren yang tak menunggu sedetik pun. Dia langsung bangun, melemparkan tali yang mengikat tangannya sedari tadi, dan melompati pagar dek kapal menuju air, menuju Esme. Sudah sedari saat tanganny akan diikat, Darren berusaha menahan kedua tangannya agar saat dia diikat terdapat celah ya