LOGIN"Kau harus bertanggung jawab karena sudah menggoda dan membuatku candu, Marieana!" Demi membalaskan rasa sakit hati dan dendam yang membara pada Maxim Valdemar, Marieana Florence diam-diam menyusup ke keluarga Valdemar dengan menikahi keponakan pria itu. Marieana menggunakan segala cara untuk melancarkan aksinya, termasuk menggoda Maxim yang terkenal dingin dan tak tersentuh. Namun, saat Marieana berhasil memerangkap Maxim ke dalam gejolak gairah yang memabukkan, pria itu justru berbalik menjeratnya! Maxim menjadi begitu posesif dan tak ingin Marieana disentuh oleh siapapun. Ia mengklaim bahwa Marieana adalah miliknya. Marieana bimbang. Dirinya terlanjur larut dalam gairah dan dendam yang saling berkelindan!
View More"Sampai kapanpun aku tidak akan merestui anakku menikah dengan gadis rendahan sepertimu, Marieana!"
Pekikan keras dari wanita setengah baya itu membuat Marieana Florence membeku. Di bawah meja, tangannya terkepal dengan kuat, tampak berusaha menahan diri. Namun, alih-alih menunjukkan amarah, gadis berparas cantik itu memasang raut wajah sendu. “Maafkan saya, Nyonya—” “Apa yang Mama bicarakan?!” sela David Valdemar, kekasih Marieana, sebelum gadis itu sempat menyelesaikan kalimatnya. Pria itu terlihat marah. Ia menarik tangan Marieana dan menggenggamnya dengan erat. Malam ini, David mengajaknya untuk berkenalan dengan Keluarga Valdemar, sekaligus meminta restu untuk menikah. Tetapi, Keluarga Valdemar menolak dengan keras lantaran perbedaan status sosial mereka yang berbeda jauh. “Suka atau tidak, aku tetap akan menikah dengan Marieana,” ujar David kukuh, lalu beranjak dari duduknya. “Ayo, Sayang.” "Sekali tidak, maka tetap tidak, Dav!" bantah ibunya tidak mau kalah. "Kekasihmu itu tidak sepadan dengan keluarga kita. Dia hanya akan membuat malu!” Marieana yang sejak tadi tertunduk, diam-diam memutar bola mata jengah. Ia mulai muak dengan orang-orang yang merasa sok berkuasa ini. Namun, Marieana kembali memasang ekspresi sedih ketika mendongak menatap David dan menahan tangannya. "Dav, sudahlah. Mungkin Mamamu benar, kalau kita memang tidak seharusnya bersama," ujar Marieana dengan suara bergetar. Sepasang mata birunya tampak berkaca-kaca. “Jangan melawan orang tuamu demi wanita rendahan sepertiku.” Marieana mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya, seolah ia adalah wanita paling tersakiti sedunia. David menekuk lutut, mensejajarkan tubuhnya dengan Marieana. "Tidak, Marieana. Aku akan tetap memperjuangkanmu. Hanya kau yang pantas untukku." Marieana tersenyum pilu, seolah terenyuh dengan ucapan kekasihnya. "David, jangan keras kepala!" sentak wanita paruh baya itu, semakin berang melihat anaknya yang termakan cinta buta. "Aku tidak peduli dengan penolakan Mama! Aku akan tetap menikahi Marieana!" sentak David, masih menggenggam erat pergelangan tangan Marieana. Dalam hati, Marieana benar-benar salut pada David yang bersikeras meski sudah ditentang oleh keluarganya. Pria itu … ternyata sungguh jatuh hati padanya. Marieana merasa semua ini semakin seru. Melalui sudut matanya, Marieana memperhatikan orang-orang yang hadir di ruang keluarga itu. Ia sadar sejak tadi paman dan seorang wanita cantik yang duduk di sebelah pria itu juga menatapnya dengan sorot mata dingin. Maxim Valdemar, pria tampan itu duduk tepat di seberang Marieana. Sepasang mata elangnya terus mengawasi, meski ia bersikap seolah tidak peduli dengan drama di hadapannya. Dan pria itu, adalah alasan mengapa Marieana berada di sini. "Bagaimana ini, Maxim? Aku sudah angkat tangan!" sahut ayah David sambil menyergah napas kasar. Ia menatap Maxim—adiknya yang sedari tadi hanya bergeming. Maxim menyilangkan kaki, dengan tangan bersedekap di dada. Ia menatap Marieana lebih intens. Iris hitam itu membuat Marieana menelan ludah gugup. Aura dominasi pria itu bukan main … siapapun pasti akan merasa terintimidasi. Marieana tahu dari David kalau di rumah ini, segala keputusan penting ada di tangan pamannya, Maxim Valdemar. Pria berstatus duda itu, satu-satunya penerus sah keluarga Valdemar, CEO pemilik jajaran perusahaan besar di kota Fratz, yang tersohor hingga pelosok negeri. Sedangkan ayah David hanyalah anak angkat. Sehingga meski ia lebih tua, ayahnya tidak dapat menjadi pewaris. Maxim lantas berdeham. "Biarkan mereka menikah,” katanya dengan nada datar, membuat semua orang terkesiap, tidak menduga jawaban pria itu. “Tapi, Max—” “Biarkan dia menanggung konsekuensi dengan menikahi gadis yang tidak sepadan,” lanjut Maxim. Tatapan tajamnya masih menghunus Marieana yang tertunduk. Marieana tidak merasa sakit hati atas ucapan Maxim. Ia justru mengulum senyum miring mendengar keputusan pria itu. Ruang keluarga itu terasa hening mencekam setelah Maxim angkat bicara. Tanpa menunggu respon dari kedua orang tua David, Maxim beranjak pergi, sebelum diikuti oleh Camila Bailey—saudari sepupu Maxim yang kini bergegas mengikutinya. Marieana mendongak, menatap punggung Maxim dan Camila yang perlahan menghilang di balik pintu. "Puas kau atas jawaban Pamanmu, hah?!" sinis ayah David sambil menuding wajah putranya kesal. "Sampai kapanpun, kami tidak akan pernah menerima kekasih miskinmu ini, Dav!" Kedua orang tua David langsung melenggang pergi saat itu juga. "Pa, Ma, tolonglah—" "David…." Marieana kembali menahan kekasihnya sambil menggelengkan kepala. David tampak frustrasi. Ia menggenggam kedua tangan Marieana dengan erat dan menatapnya putus asa. "Maafkan aku, Dav," ucap Marieana pelan. Ia menggenggam erat kedua telapak tangan David dan tertunduk sedih. "Karena aku, kau bertengkar dengan orang tuamu." David menghela napas kasar. Lalu mendekat dan menangkup pipi Marieana dengan lembut. “Tidak, Sayang. Ini bukan salahmu,” katanya. "Tunggu aku di sini sebentar. Aku akan membujuk Mama dan Papaku. Aku yakin mereka pasti akan memberikan restu pada kita." "Tapi, Dav—" Belum sempat Marieana menyelesaikan ucapannya, David lebih dulu mengecup bibirnya. “Aku akan segera kembali.” Setelah mengatakan itu, David keluar dari ruang keluarga, meninggalkan Marieana seorang diri. Marieana tak bisa menahan senyum melihat David berlari menaiki anak tangga mengejar orang tuanya. Gadis itu lantas meraih tas miliknya dan ikut keluar. Sepasang matanya menyusuri sekitar, mencari-cari sosok yang menjadi alasan utamanya berada di sini. "Ke mana dia?" gumamnya lirih. Marieana menuruni anak tangga teras sambil menatap ke jalan setapak di sebelah kanan rumah mewah milik Keluarga Valdemar. Samar-samar, ia mendengar suara bariton yang familiar itu tak jauh dari tempatnya berdiri. Mariena berjalan cepat menuruni anak tangga sambil merapikan rambut dan dress yang ia pakai, memastikan penampilannya sempurna. Setibanya di anak tangga teras paling bawah, Maxim muncul dengan langkah terburu-buru. Marieana dengan sengaja menabrak dada bidang pria itu. "Ah...!" Marieana memekik tertahan, hampir jatuh kalau saja Maxim tidak menahan tubuhnya dengan sigap. Sepasang mata Marieana membelalak saat menyadari jarak di antara mereka begitu dekat. Ia dapat merasakan cengkeraman Maxim pada pinggangnya. Terasa hangat sekaligus menggigilkan tulang. Pria itu tengah menatapnya dengan sorot tajam. Alisnya berkerut, membuat wajah tampannya semakin mengintimidasi. “Ma-maaf, Paman… aku tidak sengaja,” ujar Marieana sembari melepaskan diri dari dekapan Maxim. Jantungnya berdentam. Telapak tangannya basah karena keringat dingin. Meski sengaja melakukannya, Marieana tidak menduga efek yang ditimbulkannya begitu dahsyat. Namun, Maxim tidak menjawab. Ia hanya meliriknya sekilas, sebelum berjalan melewatinya begitu saja. Sikap angkuh Maxim membuat Marieana terpaku. Ia menatap punggung tegap laki-laki itu dari belakang. Marieana mengepalkan kedua tangannya erat. Salah satu sudut bibirnya terangkat, sepasang mata birunya berkilat penuh tekad. Tujuannya berada di sini bukan karena ingin menikah dengan kekasihnya … melainkan pria itu!Marieana meremas ponselnya erat-erat. Gadis itu duduk di tepi ranjang dengan kedua mata sembab dan kepalanya terasa sangat pusing malam ini. Ia merasa frustrasi setelah berulang kali mencoba menghubungi Bibi Erica, namun panggilannya tidak kunjung dijawab. Marieana yang tidak menyerah, gadis itu terus menghubunginya. "Ke mana Bibi Erica? Kenapa tidak menjawab panggilanku?" Marieana menundukkan kepalanya dan meletakkan ponselnya di atas ranjang. Marieana teringat jelas bagaimana Brian mengatakan padanya, bahwa Maxim telah membeli secara paksa tanah di kawasan Yards, dan sudah sangat jelas bila tanah itu kemungkinan besar adalah milik Neneknya. Marieana yang lelah, gadis itu berbaring di dalam atas ranjang. Di dalam kamarnya yang temaram, gadis itu menatap cahaya kuning dari lampu tidurnya. "Nenek... pasti Nenek sangat sedih dan ketakutan," ucap gadis itu berkaca-kaca. "Pasti Nenek terpaksa menjual tanah itu karena orang-orang suruhan Maxim pasti memaksa dan berbuat kasar pada
Maxim pulang hingga larut malam hari ini setelah ia mendapatkan kabar dua orang anak buahnya yang akan datang membawakan beberapa informasi untuknya tentang Marieana. Tepat pukul sembilan malam, Andrew dan Kalix datang. Kedua pria bertubuh tinggi besar dengan tampang menyeramkan itu, datang ke perusahaan Maxim. "Selamat malam, Tuan Maxim," sapa mereka, menunduk kepalanya memberikan hormat. "Malam," jawab Maxim dengan santai. Pria berbalut jas berwarna hitam itu beranjak dari duduknya. Ia melangkah mendekati dua anak buahnya yang berdiri cukup berjarak dengannya. "Bagaimana hasil penyelidikan kalian? Informasi apa saja yang kalian temukan tentang gadis itu?" tanya Maxim dengan tatapan tajam, namun penasaran. Kalix membuka tas hitam yang ia bawa di tangan kirinya. Sedangkan Andrew berdiri di sampingnya menatap Maxim dengan lekat. "Kami menemukan hal-hal yang mengejutkan tentang Nona Marieana Florence, Tuan," ujar Andrew menjelaskan. "Yang pertama, gadis ini bukan berasal d
Hari telah berganti malam, seharian ini Maxim sibuk dengan pekerjaannya setelah beberapa hari ia menjaga dan menemani Marieana di rumah sakit. Bahkan siang tadi, Maxim didatangi oleh Brian dan kakak angkatnya itu kembali mengungkit-ungkit tentang tambang berlian di Barchen. Maxim sudah muak dengan Brian yang diam-diam ingin berbuat rakus. "Selamat malam, Tuan..." . Suara dingin dan tegang milik Logan terdengar menyapa keheningan di dalam ruangan kerja Maxim yang kini temaram. Maxim menatap ke depan sana. "Masuk!" Logan menutup kembali pintu ruangan Maxim. Pria itu berjalan mendekatinya dan berdiri di hadapan meja kerja Maxim. "Tuan, pelaku yang menyerang Tuan beberapa hari yang lalu itu, masih tidak mau mengaku," ujar Logan. "Beliau memilih untuk ditahan daripada harus mengaku. Dan pihak kepolisian sepakat untuk menahannya. Kemungkinan besar, orang di balik itu semua adalah orang yang cukup besar sampai-sampai mampu menutup mulut pelaku dengan cara seperti ini." Mendengar
Setelah dua hari Marieana dirawat di rumah sakit. Pagi ini gadis itu sudah diizinkan pulang oleh dokter, selain karena lukanya yang tidak serius, Marieana juga merasa tidak betah berlama-lama di rumah sakit karena ia benci aroma obat-obatan. Saat ia pulang, keadaan di kediaman Maxim benar-benar sangat sunyi dan sepi. Marieana bersama Maxim yang kini berjalan di belakangnya. "Ke mana semua orang? Sepi sekali," ucap gadis itu sembari berjalan perlahan-lahan menaiki anak tangga. "Mereka sedang pergi," jawab Maxim merangkulnya. Pria itu melirik wajah Marieana. "Istirahat di mana? Kamarku, atau kamarmu?" "Kamarku saja, Paman," jawab gadis itu. Mereka berdua masuk ke dalam kamar Marieana. Aroma wangi bunga mawar yang menyeruak dari dalam kamar itu. Pandangan Marieana mengedar, tidak ada yang berubah dari dalam kamarnya selama ia tinggal beberapa hari. Tandanya, David tidak tidur di rumah selama beberapa hari ini. Marieana duduk di tepi ranjang, gadis itu menatap Maxim yang b
Melihat kedatangan Maxim, sontak David langsung melepas tangannya dari dagu Marieana. Seperti yang Marieana duga, kalau David tidak akan berani menghadapi Maxim secara langsung. Wajahnya pun kini tampak pucat pasi saat Maxim berjalan mendekatinya. "Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mengapit dagu istrimu?" Maxim menatapnya dengan tatapan tajam. David berdeham kecil. "Tidak, Paman. Maksudku—" Ucapan David terhenti begitu Maxim mendekati mereka. Pria dingin itu menatap tajam pada keponakannya. "Istrimu sedang sakit dan kau masih mempermalukannya seperti tadi. Sebenarnya, apa maumu pada istrimu, Dav?" Maxim menekan ucapannya pada David. David mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat mendengar pertanyaan Maxim yang mendesaknya. Sedangkan Marieana yang berada di tengah ketegangan Paman dan Keponakan itu, ia merasa senang di dalam hatinya. Setidaknya, Maxim menunjukkan betapa ia melindungi Marieana. "Sudahlah, Paman... aku tidak apa-apa. A-aku memang membuat suamiku kesal," sela M
"Sialan! Bagaimana bisa gadis bodoh itu justru melindungi Maxim! Istrimu itu benar-benar bodoh, Dav!" Teriakan keras itu terdengar dari arah ruangan keluarga. Brian sangat marah setelah mendengar kabar kalau Marieana masuk ruang sakit karena luka tusuk akibat melindungi Maxim dari seseorang yang ingin menyerang Maxim. Orang itu adalah orang suruhan Brian. Padahal, Brian dan Arzura sudah bersiap menerima kabar bahagia tentang kematian Maxim, tetapi nyatanya justru Marieana yang melindungi Maxim. "Marieana memang gadis bodoh! Kalau dia tidak melindungi Maxim, pasti Maxim sudah mati dan kita bisa menikmati harta keluarga ini!" seru Arzura. "Semua ini gara-gara Marieana!" Sebagai seorang suami Marieana, David hanya diam dengan wajah sebal. Ia ikut kesal seperti apa yang orang tuanya rasakan. Karena David juga sempat menantikan harta keluarga Valdemar ini, jatuh ke tanganmu dengan kematian Maxim. Tetapi, pria itu sampai sekarang tetap masih hidup berkat Marieana yang menyelamatkann


















Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments