Surya meninggi mencoba meraih singgasananya di puncak langit. Tanah Romawi pun dibanjiri sinar sang surya yang menyeruakkan kehangatan. Meskipun tak cukup hangat untuk mendekap seorang gadis di sudut penjara, sinar itu menyaksikan senyuman beberapa orang merekah di bawah atap kediaman Augustus. Entah kedamaian itu berencana singgah untuk sementara atau justru selamanya, tak seorang pun tahu. Setidaknya hari yang hampir digerogoti pertukaran suku kata berdarah dapat diselamatkan oleh sang pencipta Pax Romana.
Garis surya yang tercetak di ujung lautan memuntahkan sebuah kapal. Di bawah sengatan surya yang sama pula, di sanalah berpasang-pasang netra menyaksikan kapal itu mendekat—menanti kebenaran yang akan segera terungkap. Dalam balutan pakaian agungnya, Augustus menantang sengatan surya dari singgasana. Hingga seorang pemuda berkata, "Hail, Augustus," atensinya diputar untuk menemukan si pemilik suara. "Anda tak perlu terlalu khawatir dengan perjalanan ini, Kaisar. Takdir tak bisa diubah. Begitu pula masa lalu. Apabila dia telah meninggal, maka tak ada hal lain di depan mata Anda selain pemimpin kudeta di Mesir untuk mendapatkan tanah mereka kembali." Penuturan yang lembut dari bibir dengan kharisma merah mudanya memang terdengar manis. Bahkan senyuman yang tersemat di sepanjang kalimat itu mampu menenangkan hati Augustus seketika. Seharusnya dia sudah baik-baik saja sekarang. Namun, napasnya terembus. Kepala pun tertunduk sekilas. "Aku ingin menyanggah, Marcellus, tapi ada sedikit diri
Sebelum seorang pelayan meninggalkan kediaman kelabu Calpurnia, tangan Fioretta bersandar lengannya. Menghentikan langkah yang seharusnya sudah jauh menuju cakrawala. Lantas pelayan itu menundukkan kepala. Bibir bertanya, "Ada yang bisa saya bantu, Putri Fioretta?" "Tentu," sahutnya cepat, "bisakah sediakan dua hidangan tambahan untukku dan Caesarion?" Seketika sepasang netra pelayan itu mengabsen keberadaan Caesarion dan Amun secara bergantian yang ada di balik punggung Fioretta. Atensi kikuk itu kemudian menghantam tanah sebelum anggukan kepala. "Tunggu," tutur Caesarion. Tangan terangkat menepuk bahu Fioretta, "bagaimana dengan Amun? Kau hanya ingin dua hidangan tambahan?" Lantas daksa diputar untuk menatap Caesarion dan Amun secara keseluruhan. "Maafkan aku, Amun. Bukan maksudku untuk tak mengizinkanmu bergabung dengan kami, tapi ada sesuatu yang harus dibicarakan antara aku, Caesarion dan seseorang. Kuharap kau bisa mengerti." "Tentu saja, Putri Fioretta," jawabnya ditambahka
Petang itu, ketika Caesarion duduk di atas tangga teras kediaman Augustus, sesekali netra menemukan sosok di balik tembok yang tampak mengawasi. Ia tahu seseorang mungkin saja ingin menyapa atau sekadar menatap netra dia, tapi Cesarion enggan menunjukkan gestur menyadari.Amun pun sama seperti beberapa jam sebelumnya. Selalu tak jauh dari Caesarion. Bibir terbungkam menatap hamparan rumput dan bunga-bunga yang menawan. Sementara sinar sang surya perlahan ditelan cakrawala. Singgasana pun diambil alih laksana perak rembulan di atas sana.Seorang wanita, di balik tembok yang sejak tadi memerhatikan Caesarion baru saja mati kutu ketika Fioretta tak sengaja melewatinya. Entah apa yang harus dikatakan sebagai alasan, tapi dia kesulitan menegakkan kepala."Ada apa, Livia?" Kata terlontar dari bibir Fioretta, yang diajak bicara pun mencoba memosisikan kontak netra.Kepala tergeleng kikuk. "Apa kau pikir Octavia ingin bertemu Caesarion?" Justru pertanyaan yang dikembalikan mendorong napas Fio
"Aku percaya dengan diriku sendiri. Apa yang kuanggap benar, itulah yang kupercayai." Ucapan Fioretta itu cukup untuk membungkam beberapa pria yang ada di sana. Salahkah apabila senat memiliki keraguan saat ini? Atau haruskah mereka tetap tunduk kepada Augustus meskipun hati ingin rasanya menginterupsi?Salah satu senator yang paling dekat dengan Augustus, adalah pria dengan rambut yang begitu tipis sehingga kulit kepalanya tampak. Apabila dia berdiri di bawah sengatan matahari, maka kulit kepala itu akan bersinar layaknya komet—bohong, tak seterang itu tetapi cukup menyilaukan. Senator itu berkata, "Apakah Anda ingin mengkhianati Kaisar Augustus dan Romawi, Putri Fioretta?"Pertanyaan itu menarik perhatian Fioretta segera. "Saya memercayai ayah Anda, Julius Caesar, dengan segenap hati saya. Oleh karena itu pula, saya berada di sini untuk melayani Kaisar Augustus yang telah menciptakan Pax Romana dan mengembalikan kedamaian di Romawi. Apabila Anda hanya memercaya
Embusan angin siang hari itu tak mampu menerbangkan percakapan yang telah berakhir beberapa menit silam. Meskipun dedaunan bersedia bergandengan dengan dewan angin, kata tetap bergelantung di dalam kepala Fioretta menanti gadis itu membuat kesimpulan untuk dilaporkan kepada Augustus. Namun, keheningan itu rasanya tak nyaman ketika atensi Fioretta dilempar pada semak-semak berbunga sementara Caesarion memasang senyuman di wajah. Hal itu pun membuat Fioretta menggenggam lengan pagar lebih kuat. "Lalu, Caesarion," pria itu memutar leher bersamaan dengan Fioretta yang membagi atensi padanya, "apakah kau membunuh Aden atau pria lainnya?" Ia terkekeh dalam gelengan, tapi hal itu tak mampu dipertahankan manakala kepala tiba-tiba saja tertunduk karena nostalgia. "Pasukan Romawi datang beberapa saat setelahnya. Mereka menangkap semua orang di arena gladiator tetapi aku berhasil melarikan diri bersama Amun." Barulah sekarang kepala kembali diangkat untuk menatap Fioretta. "Ya,
Kekalahan Aden pada putaran pertama akibat kesalahan Femi bukanlah hal sepele yang tak layak disesali. Kepergian pria itu pula yang kini diseret secara paksa menuju sisi Biron tak dapat dihindari dan sudut netra hanya mampu membiarkan dia pergi. Terik sang surya terpancar dari singgasana di atas sana. Ia menyaksikan pertempuran lainnya di siang bolong selagi mencubiti kulit penghuni arena gladiator.Untuk saat ini Caesarion masih selamat. Namun, bukan berarti semua orang lupa akan kehadirannya. Memangnya siapa yang tak merasa antusias begitu mendengar mantan panglima kepercayaan Cleopatra berada di tengah-tengah mereka? Bahkan pemuda itu adalah bagian dari para gladiator yang akan bertarung. Meski kulit mereka sendiri tengah bertarung dengan sengatan sang surya sekarang, tampaknya tak ada yang lebih mengganggu ketimbang menanti nama Caesarion disebut agar ia bisa segera menunjukkan kemampuannya."Hei, dengar," ucap Aden yang tiba-tiba saja ada di sisinya. Caesarion tak