Share

Esper Terakhir Yang Mewarisi Dunia
Esper Terakhir Yang Mewarisi Dunia
Penulis: Rytíř

Chapter 1 - Awal Malapetaka

Pada kisaran tahun 2011, beberapa tim ilmuan melakukan sebuah penelitian di beberapa titik di lingkar kutub utara. Mereka fokus meneliti segala kemungkinan bentuk kehidupan yang mungkin tersimpan membeku di bongkahan es di kawasan kutub tersebut.

Namun, diantara sekian banyak peneliti tersebut, ada sebagian kelompok yang memiliki tujuan lain secara rahasia di beberapa titik di kawasan Siberia. Tujuan rahasia yang tidak diketahui oleh para pekerja yang ikut dalam proyek itu akhirnya menjadi malapetaka bagi rombongan tersebut.

Boris, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya salah seorang peneliti dengan Bahasa Slovenski standar kepada operator yang kebetulan adalah orang Slovenia.

Aku tidak tahu, tiba-tiba temperaturnya naik begitu tajam,” jawab operator tersebut panik.

Apa kau tahu sumbernya?” Tanya nya lagi.

Sepertinya dari bongkahan es yang sedang di gali,” terang operator itu bergegas turun dari tempatnya memonitor proyek menuju lokasi penggalian.

Seorang peneliti dari Malaysia bernama Azzim yang memimpin proyek tersebut berteriak memberikan perintah untuk segera menghentikan penggalian.

Segera hentikan penggalian sebelum terjadi apa-apa!

Hentikan dulu penggaliannya!” teriaknya.

Namun pria itu sedikit terlambat. Meski penggalian tersebut sempat mereka hentikan, tapi sudah muncul retakan pada satu bongkahan es yang sedang mereka gali. Bongkahan es tersebut mulai tampak memanas dan mencair serta terlihat cahaya menyilaukan keluar dari sana. Hal itu membuat para perkerja sedikit penasaran untuk mendekatinya.

Tiba-tiba bongkahan es itu meledak dan mengeluarkan panas yang begitu tinggi. Azzim yang berada cukup jauh masih sempat berlari mencari perlindungan. Namun sayangnya, dorongan dari ledakan tersebut membuatnya terpental cukup jauh hingga tersandar pada salah satu dinding bangunan.

Beberapa saat setelah itu, dia terbangun dan menyaksikan semua krunya bergelimpangan di lantai. Seseorang dari bangunan sebelah datang menghampiri lokasi penggalian tersebut dan segera mendekati Azzim yang saat itu masih sedang tergeletak di lantai.

“Azzim, apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?” tanya pria tersebut.

Begitu Azzim melihat pria itu, jari-jarinya bergemetaran memegang wajah dari pria yang sangat dikenalinya itu.

“Zul, syukur lah sepertinya kau baik-baik saja.”

Pria tersebut adalah Zulkifli, seorang kru teman dekat Azzim dari Indonesia.

Zulkifli membantu Azzim berdiri dan membawanya ke bangunan sebelah. Setelah membantunya berbaring, Azzim masih bertanya-tanya pada Zul soal nasib anggota yang lainnya.

“Tunggulah di sini! Aku akan pergi memeriksanya sebentar,” seru Zulkifli.

Ketika sampai di gedung sebelah Zul memeriksa ke berbagai sudut. Dari situ dia melihat ke lantai bawah ke lokasi penggalian dan menyadari bahwa sepertinya semua kru pada saat itu mendatangi lokasi penggalian sebelum ledakan itu terjadi.

Zul mendekati lokasi tersebut. Tak seorang pun yang selamat. Semua tergeletak dengan luka bakar yang masih seperti menyala memerah di sekujur tubuh mereka.

Masih terasa hawa hangat keluar dari tempat yang tadinya mereka gali. Penasaran dengan hawa panas yang ia rasakan Zul mendekati sebuah puing-puing. Dia tidak menyadari bahwa di situlah tadi ledakan itu terjadi.

Di situ dia menemukan sebuah pecahan batu alam seperti berlian hitam seukuran jempol orang dewasa. Pecahan batu itu seperti mengeluarkan radiasi hangat yang cukup lembut sehingga membuat Zul tidak begitu khawatir mendekatinya.

Dia pun mengambil pecahan batu tersebut dan tiba-tiba hawa hangat itu pudar dan batu itu tidak lagi berpendar. Dia jadi ragu apa benar dari batu itu hawa hangat yang baru saja dia rasakan sebelumnya.

“Sepertinya hanya batu akik biasa,” pikirnya.

Karena dianggapnya itu hanya batu biasa, Zul menyimpannya entah itu sebagai pengingat baginya atas peristiwa naas yang terjadi di tempat itu.

Pada akhirnya hanya Azzim dan Zul yang masih selamat dan kembali di bawa ke Nova Gorica, Slovenia Bagian Barat. Berbeda dengan Zul, Azzim tidak bisa langsung pulang ke Malaysia karena terpaksa harus mengikuti wawancara dari orang-orang yang mensponsori proyek tersebut.

Hingga sampai pada suatu hari dia mendapatkan kabar bahwa sahabatnya tersebut akan datang berkunjung ke Indonesia khusus untuk menemuinya.

Ketika dia melihat Azzim yang baru datang Zul dengan haru memeluk sahabatnya itu.

“Kenapa tidak pernah memberi kabar?” tanya Zul pada Azzim.

Azzim hanya sedikit tersenyum sesaat sebelum akhirnya dia berkata. “Maaf, ada hal penting yang ingin aku sampaikan.”

“Hal penting apa?!” tanya Zul singkat. “Sudah jauh-jauh kamu datang, masuk lah ke dalam dulu. Nanti kita bicarakan di dalam,” lanjutnya mengajak Azzim masuk.

Ketika sudah berada di dalam Azzim semakin terlihat tidak sabaran untuk bercerita sementara Zul begitu sibuk di dapur. Baru saja Zul duduk di depan Azzim, tanpa basa-basi Azzim langsung saja menyampaikan niat kedatangannya.

“Maaf, Zul. Aku ingin kamu ikut denganku ke Slovenia. Aku khawatir kondisimu sedang tidak aman,” terang Azzim

“Apa maksudmu? Slovenia?” tanya Zul penasaran. “Apa ini ada hubungannya dengan kejadian di Siberia?” tanya Zul seperti sudah tahu sumber kekhawatiran sahabatnya tersebut.

Melihat Azzim hanya diam, Zul pun berkata, “ikutlah denganku sebentar.”

Dia mengajak sahabatnya tersebut ke sebuah rubanah di dekat dapur. Azzim cukup terkejut ketika melihat luasnya rubanah tersebut serta perlengkapan alat-alat penelitian canggih yang ada di dalamnya.

“Meski aku tidak memiliki sederet titel yang membanggakan, setidaknya aku masih memiliki hasrat dan ketertarikan dengan dunia penelitian,” celutuk Zul terlihat sedikit malu-malu.

“Dari mana kau dapat biaya untuk semua ini?” tanya Azzim.

“Aku pernah bilang untuk tidak pernah meremehkan orang yang memiliki hasrat dan ambisi, kan?” jawab Zul dengan retorika sedikit membanggakan diri.

“Jangan-jangan kau menghabiskan semua uang yang kau dapat dari proyek Siberia itu?” tanya Azzim dengan wajah tidak percaya.

“Yaah...”

“Sebagian dari tabunganku sejak kecil siih.”

“Tapi sebagian besarnya adalah uang dari proyek tersebut, termasuk uang tutup mulut yang mereka berikan padaku. Sedari dulu aku selalu bercita-cita untuk memiliki sebuah laboratorium pribadi milikku sendiri.”

“Ikutlah denganku,” seru Zulkifli kembali mengajak sahabatnya tersebut.

Di salah satu rubanah tersebut, ada sebuah ruangan khusus yang terlihat seperti dibuat dengan sistem keselamatan khusus.

“Lihat lah!” serunya.

"Ini batu yang kutemukan dari tempat kecelakaan tersebut. Aku kira tadinya ini hanya batu biasa dan menyimpannya untuk kenang-kenangan. Tapi belakangan aku menyadari sesuatu yang menarik dan menelitinya.”

Mendengar cerita itu, tiba-tiba Azzim menarik Zul keluar dari ruangan kecil itu dan sedikit membanting pintu ketika menutupnya.

“Kenapa kau tak pernah menceritakan hal sepenting ini padaku, Zul? Bagaimana jika benda ini sesuatu yang sangat penting bagi penelitianku itu?”

Bantingan pintu itu memang tidak terlalu keras namun cukup terdengar sampai ke dapur. Seorang wanita di dapur bergegas menuju rubanah dan mendapati dua orang tersebut di ujung ruangan seperti sedang berdebat.

“Hey, jadi di sini kalian rupanya. Aku sudah membuatkan minuman untuk kalian,” kata wanita itu dari tangga rubanah tepat di saat Azzim baru saja memegang kerah baju Zul.

Azzim merasa tidak enak langung melepaskannya. Sementara wanita itu langsung pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Azzim sempat memperhatikan bahwa sepertinya wanita itu sedang hamil dan itu membuatnya semakin khawatir.

“Apa itu istrimu? Sudah berapa bulan usia kandungannya?” tanya Azzim.

“Sekitar 4, atau mungkin 5 bulan," jawab Zul ragu-ragu.

Tiba-tiba Azzim membuka jas dan kemejanya dan memperlihatkan kondisi tubuhnya yang tak biasa. Terlihat sebagian kecil dadanya memerah seperti sesekali cahaya berpendar dari balik kulit walau agak redup.

“Lihatlah keadaanku ini!!!”

“Bahkan sekarang kondisi anak bungsuku dan juga istriku mulai mengkhawatirkan,” terang Azzim dengan mata sayu terlihat begitu sedih dan penuh penyesalan.

Melihat kondisi tubuh sahabatnya tersebut, Zul jadi teringat dengan kondisi tubuh dari korban di kecelakaan Siberia pada waktu itu dan mulai memahami kekhawatiran Azzim. Namun sekarang Zul tidak hanya mengkhawatirkan kondisi dirinya dan sahabatnya itu, tapi juga kondisi istri dan calon anak yang dikandungnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rizky Wahyu Firmansyah
Good job buat author! Ceritanya mudah dibaca! Selain itu, ane memang into this topic. Jadi what a good job! Ane berharap authornya selalu berkembang biar karangannya makin mantabs!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status