Untuk #LeonidasSquad; Terima kasih untuk terus bersamaku sampai di titik ini. Aku menyayangi kalian ^^
* * *
"Jadi, Crystal Leonidas akhirnya datang?" Seluruh isi ruangan itu terdiam mematung, menyaksikan. Sementara Xander William mengangkat dagu Crystal dengan jemari yang dingin.
Crystal bertatapan dengan Xander. Lelaki itu berdiri di depan Crystal, begitu tinggi dan kuat. Tanpa pendar hangat, cengiran konyol, ataupun tatapan mengejek yang biasa ia temui. Hanya ada sosok ketua Tygerwell—lelaki kejam, tidak tersentuh, dan berbahaya. Sorot mata Xander sedingin es, sementara balutan setelan jas hitam elegan yang menggantikan jeans dan jaket denimnya membuat Xander seakan menelan cahaya.
Lelaki yang menaiki truk
karatan dengan Crystal, tertawa bersamanya di atas rerumputan, yang melemparkan ejekan untuk ukiran nama di plat mobilnya—lenyap. Yang tersisa hanya ketampanan nyata dalam balutan mimpi buruk. Aura Xander menakuti Crystal seperti seharusnya.Menakuti semua orang di markas besar berdominasi warna hitam ini.
"Wah, wah, aku tersanjung." Dengan masih menyentuh dagu Crystal, Xander memiringkan kepala. Embusan napas hangat Xander membelai leher Crystal, diiringi lirikan penuh hasrat. Bibir Xander melengkung ke atas. "You know ... when you decided to enter my world. You will have no way back, Princess," ucap Xander serak.
Darah Crystal berdesir, ketika kata demi kata Xander melewati indra pendengarannya. Tubuhnya terasa tersengat begitu kulit mereka bersentuhan. Crystal tahu ini tidak benar, tapi sudah terlambat untuk lari.
"Suivez-moi, je vais vous y conduire." Xander bergumam dengan aksen Perancis kental, terdengar seksi. Kemudian, ia menggandeng tangan Crystal, menuntunnya melewati pintu kayu hitam raksasa-terus menuju kursi kebesaran yang terletak di ujung meja rapat panjang.
Xander duduk, tersenyum samar memandangi tiap ruang pertemuan ini--markasnya--beserta orang-orang yang tidak akan bisa berkutik di bawah kuasanya.
Dengan satu tarikan di pinggang, Crystal terduduk di pangkuan Xander. Seperti boneka mainan. Crystal terbelalak, nyaris memekik ketika telunjuk dingin Xander menyusuri belahan pahanya melewati belahan gaunnya yang tinggi. Terus naik. Lalu, jemarinya mengelus pelan di sana.
Sialan. Rencana Crystal memang seperti ini, tapi tidak sampai seperti ini.
"Duduklah. Mulai rapatnya." Xander berkata malas pada orang-orangnya yang masih berdiri kaku, menunggu perintah selanjutnya. "Aku ingin melakukannya dengan dia di pangkuanku."
Crystal mengalihkan pandangan kepada orang-orang bersetelan yang menunduk hormat, lalu melakukan perintah Xander dengan sigap. Crystal berusaha keras tersenyum, memasang topeng. Meski jantungnya berdegup keras, dia bertanya manja, "Apa kehadiranku tidak mengganggu?"
"Tidak akan mengganggu." Napas Xander membelai telinganya. Crystal tidak tahu, apa yang membuatnya meremang, napas hangat sialan itu, jemari yang hilir-mudik di pahanya, atau malah keduanya? "Kau sangat cantik. Semua lelaki di sini pasti ingin melihatmu, mengecap bibir manismu. Tapi, mereka pasti tahu-apa konsekuensinya jika berani melakukan itu," ucap Xander dingin, penuh bujuk rayu juga peringatan keras.
Semua orang makin menunduk, dan Crystal sengaja tersenyum mengejek.
Ketika jemari Xander membelai lutut Crystal, senyum itu terhenti. Sentuhan ringan tetapi menggoda Xander menyentak tiap saraf Crystal, membuat tubuhnya meremang. Ditambah bau tubuh Xander yang menguar; campuran bau mentol dan kayu-kayuan yang menyenangkan. Seksi dan jantan.
Sial. Ini tidak benar.
Crystal benar-benar merasa menjadi jalang, ketika tubuhnya malah bereaksi—makin merapat menikmati gigitan pelan Xander di telinganya, ujung hidung Xander mulai merayapi leher Crystal, disusul belaian bibir sensual Xander. Rasa panas mulai memenuhi wajah Crystal, tidak peduli seorang bawahan Xander mulai membuka rapat.
Crystal menoleh, mencoba membaca raut wajah Xander, ketika kedutan samar di ujung bibir lelaki itu muncul.
Xander sialan. Terkutuklah dia.
Crystal tahu Xander menyadari perubahannya. Menganggap itu permainan. Namun, Crystal yakin Xander tidak tahu betapa Crystal merasa dikutuk. Ini kesalahan. Ia tidak ada ubahnya dengan jalang. Pernikahannya dengan Aiden hanya tinggal tiga hari lagi, tidak seharusnya ia malah ada di atas pangkuan Xander William.
“Do you think this is the end? Poor of your delusional heart, Asshole. I’ll be back and show you the real nightmare. I swear!” – Persephone.FALLING for THE BEAST | EPILOGX A N D E R TYGERWELL’s Hidden Quarters, Rome—Italy Hanya butuh beberapa detik bagi Xander melewati sistem keamaan bunker Tygerwell dengan mudah. Membiarkan alat-alat canggih itu menganalisis dan mencocokkan profilnya dengan database secara otomatis.Suara ‘AUTHORIZED’ dan ‘WELCOME ELYSIUM’ dengan aksen robotik bergema di sepanjang lorong—sebelum dinding besi di ujung lorong itu terbuka. Sebuah ruanga
Crystal menggeleng pelan, terkekeh. Tubuhnya membeku. Pandangannya mengarah pada Aiden yang mendekat. Selama ini ternyata dia bekerja sama dengan Lukas.“Pengkhianat!” Lilya menggeram—menatap Rhysand dengan tatapan seganas binatang. “Berengsek kau, Rhysand!” Theodore tidak berbeda jauh, bersama Samuel, ia mengawasi sekitar lewat lirikan mata. Mencoba mencari-cari celah. Sialan. Mereka terjebak, walau bagaimana pun mereka kalah jumlah.Rhysand menyeringai, ia menggeser posisi ke sebelah Lukas, menggantikan posisi Aiden, sementara lelaki itu berhenti sepuluh kaki dari Crystal. Sangat dekat—seakan bisa Crystal raih dengan mudah. Aidennya. Lelaki yang pernah sangat ia cintai dan sekarang ia benci setengah mati.Aiden masih sangat tampan seperti yang terakhir Crystal ingat. Wajahnya memang sedikit lebih cekung, lelah juga membayangi bawah matanya. Namun, tatapan lelaki itu masih sama&mdas
“Aiden....?” Dengan kaki lunglai, Crystal melepaskan diri dari Rhysand. Namun, tidak sedikit pun pandangannya lepas. “What do you mean?” “Sama seperti keterlibatan Mr. Leonidas dengan kecelakaannya. Aku mendapatkan misi dari Mr. Leonidas utuk melakukannya.” Xavier. Tuan Rhysand adalah Xavier. Entah apa yang melatar belakangi kontrak mereka hingga lelaki ini sangat setia—Rhysand bahkan nyaris tidak pernah menyebut nama Kakaknya. Napas Crystal tersekat dalam satu detakan jantung, dia memang pernah menduga Xavier terlibat dengan kecelakaan Aiden, tapi mendengar fakta itu sendiri membuat jantungnya terasa sesak.Angeline benar, mungkin kematian Xander memang karma untuk mereka. Untuknya.Mata Crystal terasa terbakar. “Kau membunuh Aiden?”Rhysand menggeleng. “Setelah mengetahui apa yang sudah Aiden lakukan padamu, Mr.
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 07:15 PM “Aku akan mengumumkan kematian Xander tujuh hari dari sekarang.” Suara dingin Ares Rikkard Leonard memecah suasana makan malam yang hening. Semua orang di meja makan itu; Crystal, Javier, Anggy, Charlotte, Xavier, Aurora, Lilya, Quinn dan Andres—langsung menghentikan kegiatan makan mereka. Charlotte bahkan terang-terangan menatap Rikkard tidak percaya, sedangkan Crystal hanya diam—menatap piring makannya. “Setelah itu aku akan melakukan pemilihan CEO dan pewaris Leonard.”“What did you say?!” Charlotte mendesis rendah. “Anak kita belum ditemukan, dan yang kau pikirkan hanya—““Kau suka atau tidak, aku butuh pewaris. Leonard butuh pewaris. Karena itu pengumuman kematiannya diperlukan. Apa masalahnya? Bukankah kita juga sudah melarungkan bunga unt
Hari-hari berganti dengan samar.Setelah tertidur hari itu, Crystal mengalami demam tinggi, kondisinya juga tidak kunjung membaik bahkan setelah lewat seminggu. Selama itu pula tidak ada informasi berarti terkait private jet Xander. Hanya ada info rute beserta titik radar terakhir sebelum pesawat itu menghilang. Dari rekaman komunikasi Pilot dengan Air traffic Controller yang terakhir, juga tidak ditemukan tanda-tanda pesawat itu mengalami masalah. Jejaknya bersih, seakan private jet itu menghilang begitu saja.Nyaris semua headline berita dipenuhi kecelakaan pesawat pewaris Leonard, beberapa ahli bahkan memprediksi pesawat itu terjatuh karena turbulance mesin akibat cuaca buruk. Karena itu, pencarian dilakukan dengan menyisir di sekitar titik terakhir keberadaan pesawat di radar, berusaha mencari titik terang.Crystal berharap sebaliknya. Sedikit pun, ia tidak berharap bang
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:55 PM Xander masih belum datang.Crystal melirik jam dinding dan pintu bergantian. Hari ulang tahunnya hanya bersisa beberapa menit lagi, lilin yang Crystal nyalakan di meja makan juga sudah terbakar separuh. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan lelaki itu. Kegelisahan mulai memenuhi Crystal hingga jemarinya berkali-kali gemetar.Where are you?Satu pesan lagi Crystal kirimkan ke ponsel Xander. Namun, tetap tidak ada jawaban. Padahal itu cara komunikasi satu-satunya setelah Xander memutuskan koneksi micro chip mereka. Sialan. Jika lelaki itu berniat muncul di detik-detik terakhir sembari mengatakan ‘Am I late, Princess?’ dengan cengiran khasnya—maka lelaki itu akan mati. Crystal tidak akan me