Ketika mendengar penjelasan Adrian, hati Azizah mulai terenyuh. Ada sentuhan iba didalam sana yang mulai bergejolak. Dia dapat melihat adanya luka lewat sorot mata sayu Adrian. Sesal pun turut terpancarkan dari sinaran netra pemuda tersebut.
“Baiklah kalau begitu. Kakak beri Azizah waktu untuk berpikir. Azizah butuh waktu untuk mencerna segalanya. Karena semua yang kakak katakan tadi terlalu mengejutkan. Selama ini Azizah pikir tidak ada wanita lain dalam hubungan kita, tapi ternyata Azizah justru menjadi yang kedua.” Ada sesal yang di rasa oleh gadis cantik tersebut. Dimana dulu ia tak menanyakan tentang latar belakang Adrian. Pria yang tiba-tiba saja datang dari arah belakang dan mengajaknya berkenalan serta berakhir dengan kencan.
Andai saja Azizah lebih teliti dalam mengenali seorang pria, mungkin dia tak akan terluka sampai sejauh ini. Yang ada dalam benak Azizah kala itu adalah tidak mungkin seorang pria yang sudah menikah akan berani memulai hubungan baru bersama wanita lainnya sementara ada istri di rumah yang tengah menunggu dia. Oleh sebab itu, Azizah tak pernah berpikir sampai sejauh mana status Adrian.
“Azizah, aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku tahu, bahwa aku sudah melakukan kesalahan besar, tapi aku lakukan itu semua karena aku takut kehilangan dirimu. Seandainya aku jujur sejak awal, apakah kau akan menerimaku? Itulah yang membuatku takut untuk jujur sejak awal, Za. Karena aku yakin kau pasti akan menolakku,” lirih Adrian sungguh-sungguh. Pemuda itu benar-benar takut kehilangan Azizah. Sehingga ia memohon dengan penuh kesungguhan.
“Pernahkah kakak bertanya apa pendapatku selama ini? mengapa kakak menyimpulkannya sendiri? Itu artinya kak Adrian egois! Wanita mana yang mau menerima cinta pria beristri? Selayaknya wanita lain, aku pun juga begitu. Tapi jika kakak menceritakan segalanya padaku sejak awal, maka ceritanya akan berbeda, kak. Azizah tidak akan merasa di bohongi seperti ini!” Kekecewaan Azizah semakin menjadi-jadi kala Adrian menambahkan bumbu-bumbu alasan tak jemu.
“Baiklah, Za. Semua keputusan ada di tanganmu. Aku siap menerima apapun yang menjadi kesimpulan perasaanmu.” Adrian pun pasrah. Dia mengaku salah sebab telah membohongi Azizah sejak awal mejalin hubungan. Walalupun tak ada niatan untuk menyakiti, tetapi Azizah menganggap seorang pembohong tetap saja pembohong.
Tanpa menjawab ucapan Adrian, Azizah pun kembali pulang. Dia merenungkan segalanya di rumah. Berpikir matang-matang tentang keputusan apa yang harus ia ambil.
Malam harinya, Azizah sholat Istikharah. Meminta petunjuk pada yang kuasa agar di beri jalan yang tak menyesatkan.
“Ya Tuhan, jika memang dia yang terbaik bagiku, maka dekatkanlah kami. Namun, jika dia bukan yang Engkau pilih untuk menjadi jodohku, maka hilangkanlah perasaan aneh ini. Karena sesungguhnya hamba tiada daya dan upaya melainkan pertolongan darimu, ya Rabb.” Azizah menutup doa, mengusap wajah dengan kedua tangan. Mengucap hamdalah didalam hati sembari menitip harapan pada sang khalik. Agar segalanya menjadi lebih indah. Hingga akhirnya wanita itu kembali menjalin kasih bersama Adrian setelah merasa yakin, bahwa pemuda itulah yang terbaik dalam hidupnya.
“Aku sudah memikirkan segalanya, kak,” ungkap Azizah tiga minggu kemudian setelah ia berpikir panjang.
“Jadi apa keputusanmu, Za?” Sementara itu, Adrian terlihat seperti waspada. Takut cintanya tertolak. Jantung pemuda itu pun berdegup kencang saat menantikan jawaban Azizah. Seperti tak sabar lagi mendengarkan keputusan wanitanya. Selama tiga minggu masa penantian, Adrian seperti hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Dia sungguh tak ingin kehilangan Aziah. Gadis itu telah mengubah hidupnya yang gelap menjadi lebih berwarna.
“Beberapa minggu ini Azizah pikir semuanya salah. Sejak awal kita berdua memang salah. Kita tak pernah bertanya satu sama lain mengenai latar belakang keluarga, asmara, atau pun status. Seharusnya aku lebih teliti dalam mengenali seseorang. Dan sekarang aku sudah mengenal kak Adrian.” Azizah masih belum memberikan jawaban yang pasti pada Adrian. Dia mengucap kalimat ambigu yang sukses membuat pemuda itu gelisah dalam penantian.
“Jadi bagaimana keputusanmu, Za?” tampak Adrian seperti sudah tak sabar lagi.
“Kita bisa memulai dari awal lagi, kak. Tapi dengan catatan, bahwa kak Adrian tidak boleh berbohong lagi padaku. Apapun itu kakak harus bercerita. Aku memberi kak Adrian satu kali kesempatan, dan jika sampai kakak melakukan kesalahan lagi, maka segalanya akan berakhir tanpa harus ada kesempatan selanjutnya,” ungkap Azizah akhirnya. Menerima kembali Adrian dalam hubungan yang mereka.
“Dan satu lagi, mengenai kedua anak kakak, Azizah bisa menerima mereka sebagai anak-anakku kelak nanti,” imbuh Azizah sungguh-sungguh.
“Terimakasih, sudah memberiku kesempatan yang kedua kalinya, Za. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan ini.” Adrian sangat bahagia saat Azizah memberinya kesempatan untuk kembali bersama. Terlebih lagi Azizah dengan suka rela mau menerima kedua anaknya dalam hidup mereka kelak nanti. Pemuda itu berjanji, bahwa dia tak akan pernah menyakiti Azizah walau apapun yang terjadi.
**
Ikatan cinta yang terbina selama delapan bulan lamanya, semula berjalan mulus. Walau sempat diterpa kerikil kecil. Bahkan Azizah dan Adrian telah merencanakan pernikahan indah namun masih dengan konsep sederhana setelah gadis itu tamat sekolah. Akan tetapi, hal itu tinggallah rencana semata. Segalanya berakhir setelah istri Adrian tiba-tiba datang ke tempat kerjanya. Semula baik-baik saja, tetapi istri Adrian yang bernama Yanti semakin berulah dan merasa cemburu pada Azizah. Drama pertengkaran sepasang suami istri itu pun terjadi, hingga papa Azizah tahu segalanya.
“Mengapa kau kembali lagi, Yanti? Bukankah kau telah meninggalkanku dan memilih hidupmu yang baru? Kau meninggalkan aku tanpa perasaan, dan membawa serta kedua anak kita. Apa kau pernah berpikir betapa menderitanya aku hidup tanpa mereka? Aku mencari kalian seperti orang gila malam itu. Bahkan aku ke rumah orangtuamu. Tapi mereka menyembunyikan keberadaan kalian. Dan sekarang kau datang seperti manusia tanpa beban. Dimana kau simpan hati nuranimu, Yanti?!”
Adrian sangat sakit hati pada Yanti yang dulu tiba-tiba saja meninggalkan diriya tanpa pesan. Dan sekarang wanita berambut ikal itu muncul seperti setan yang tak pernah di undang.
“Adrian, kau jangan dulu besar kepala. Aku datang ke kota ini bukan untuk kembali lagi padamu, tapi aku ingin meminta tanda tanganmu. Karena aku mau mengurus kartu keluarga kita. Chelsea butuh akta kelahiran,” terang Yanti tak terima. Padahal sebenarnya ia masih ingin kembali bersama Adrian. Akan tetapi, wanita itu merasa takut pada pria yang masih berstatus sebagai suaminya tersebut.
Alasan klasik memang, namun masih masuk dalam akal sehat Adrian. Dia menyetujui ucapan wanita itu dengan mengiyakannya.
“Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Kita pulang sekarang. Tapi ingat satu hal dariku, aku tidak akan pernah kembali lagi padamu. Cinta yang dulu pernah ada di antara kita, sudah hilang di telan bersama pengkhianatan yang kau lakukan!” tegas Adrian sungguh-sungguh.
“Kak, Adrian. Aku—“ Namun, tiba-tiba saja Azizah muncul di antara Yanti dan Adrian. Sehingga membuat gadis itu heran sekaligus curiga.
Ya, Azizah merasa curiga pada wanita asing yang kini berada dalam ruangan kerja Adrian. Sementara Yanti yang sudah mendengar kabar, bahwa Adrian telah memiliki kekasih, merasa cemburu pada gadis berhijab itu.
“Jadi dia wanita yang menjadi kekasihmu sekarang? Apakah dia yang akan menggantikanku sebagai ibu dari anak-anak kita?” Yanti memandang Azizah dengan tatapan remeh. Padahal Azizah jauh lebih cantik darinya yang berhidung pesek.
“Cantik juga,” imbuh Yanti. Namun, dengan nada seperti mengejek.
“Dia memang cantik. Itulah sebabnya aku lebih memilih dia dari pada kau yang tega meninggalkan aku saat aku tak punya apa-apa!” tegas Adrian. Menghempaskan Yanti yang semakin merasakan cemburu.
“Baiklah, anggap saja begitu. Tapi apakah kedua orangtuanya tahu statusmu yang sebenarnya? Kau pria beristri dan memiliki dua orang anak. Ingatlah Adrian, kita belum bercerai secara resmi. Jadi, secara hukum kau masih suamiku yang sah!”
Ungkapan Yanti barusan, bersamaan dengan kedatangan kedua orangtua Azizah. Sehingga Fahri dan Safia mengetahui segalanya. ada rasa khawatir yang mendalam di rasakan oleh Adrian dan juga Azizah. Sementara Yanti tersenyum bahagia. Merasa menang dalam peperangan yang baru saja di mulai.
To be continued...
Setelah bertahan melawan penyakit selama dua tahun tujuh bulan, akhirnya Safia mengembuskan nafas terakhir di rumahnnya. Kala itu Azizah tak berada di sana. Dia sedang menghadiri acara tahlilan ayah salah satu temannya. Azizah yang mendengar kabar duka itu, sontak menghentikan bacaan Yasin. Dia bergegas pulang, sebab sang bunda terus saja menyebut namanya."Mama, tunggu Azizah." Sembari berurai air mata, Azizah menyebut mamanya. Berharap masih di beri kesempatan untuk melihat sang bunda walau untuk yang terakhir kalinya.Dan akhirnya ojek yang di tumpangi Azizah tiba juga di rumah. Dia membayar upah jasa ojek tersebut tanpa mengambil uang kembaliannya. Azizah terlalu panik kala itu. Bahkan dia melewati keramaian warga yang sudah berdatangan di rumahnya."Mama," lirih Azizah.Tubuh Safia terbujur kaku di ruang tengah, tetapi masih menyisakan sedikit nafas yang di temani Yana serta salah tante mereka. Sementara para sepupu yang lainnya juga berada di
Penantian itu turut juga di rasakan oleh Safia, ibu Azizah. Dia menunggu pria yang bakal menjadi calon menantunya. Safia selalu yakin, bahwa suatu saat nanti Adrian tetap akan menjadi menantunya. Padahal rejeki, jodoh, dan maut tak pernah ada yang tahu. Semuanya menjadi rahasia Illahi. Bahkan malaikat pun tak tahu ketiga hal tersebut. Nantilah mendapat perintah dari Tuhan, baru malaikat itu akan datang."Azizah, mama hanya ingin kau menikah dengan Adrian. Tidak bersama lelaki lain," lirih Safia. Meminta Azizah untuk tidak berpaling pada pria lain di kemudian hari."Sudahlah, ma. Jangan terlalu di pikirkan. Lagi pula aku masih muda, perjalananku masih panjang. Aku tidak ingin membuat impian melambung tinggi. Sudah cukup semua yang terjadi. Kak Adrian membohongi kita, dan aku tidak bisa mentolerir seorang pembohong," papar Azizah. Menolak permintaan ibunya, namun secara halus. Agar wanita paruh baya itu tak merasa kecewa yang berlebihan."Baiklah, kali ini m
Prank!Gelas kaca, piring, dan juga mangkok sayur, habis terlidas kemarahan Alwi. Pagi-pagi sekali pria paruh baya itu menghancurkan sebagian isi dapurnya. Memecahkan sesuatu yang sekiranya dapat di jangkau.Pecahan itu berserakan di lantai, hingga memenuhi ruang dapurnya yang kecil."Aakk--," pekik Alwi frustasi. Dia merasa gagal dalam menjatuhkan Fahri serta Azizah semalam."Keluarga itu benar-benar brengsek! Pelacur kecil itu selamat dari buruan para warga. Mereka pasti sudah merencanakan segalanya lebih awal!" seloroh Alwi dengan wajahnya yang memerah. Menyebut Azizah seperti hewan melata perusak suasana hati. Entah mengapa Alwi begitu membenci mereka, padahal mengalir darah keturunan yang sama."Ini semua karena kau yang terlalu percaya diri! Coba semalam kau mendengarkan ucapanku untuk menunggu gadis itu di pinggir jalan, mungkin kita bisa melihat ada Adrian di sana!" Halima, bukannya menenangkan Alwi, dia justru menyalahkan keputusan suaminy
Tatapan para emak itu begitu mengintimidasi. Seolah Azizah adalah tersangka utama dalam kasus pembunuhan serta pencabulan anak di bawah umur. Mereka memperlakukan gadis malang itu selayaknya penjahat. Bahkan di antara mereka ada yang memandang hina Azizah. Seakan dunia ini telah di cemari hama penyakit oleh gadis berhijab tersebut."Kau dari mana maghrib-maghrib begini?" Markonah mengajukan pertanyaan seolah dialah wali dari gadis itu. Padahal dia hanyalah orang lain yang bahkan tak memiliki hubungan darah sama sekali."Maaf ibu Markonah, saya rasa bukan urusan anda saya dari mana dan mau kemana. Karena itu hak dan privasi saya. Anda hanyalah orang lain yang tak harus turut campur!" Azizah menjawab pertanyan Markonah dalam sekali telak. Sehingga membuat para emak yang lainnya terlihat menahan tawa.Sementara Markonah sedikit tercengang kala Azizah memberinya jawaban menohok. Tak pernah ia duga sebelumnya, bahwa gadis itu telah pandai merangkai kalimat jawa
Malam hari ba'da sholat Maghrib, para emak tadi masih setia menanti kehadiran Azizah serta Adrian yang katanya sebentar lagi akan pulang. Mereka seakan enggan meninggalkan tempat duduk demi menunggu sang artis yang di kata kontroversi oleh Markonah berserta teman-temannya. Sementara itu, ketua remaja di kampung Azizah sudah dalam tahap siaga satu untuk mengusir Adrian apabila lelaki itu berani memasuki daerahnya. Mereka menyiapkan kayu, bambu, serta benda tajam lainnya yang akan di gunakan untuk mengancam Adrian. Sepertinya ketua remaja itu telah termakan provokasi Alwi, sepupu Fahri yang kerap kali dengki. Entah apa masalah pria paruh baya itu, hatinya selalu saja sempit dan sekakar. "Apa kau yakin rencana kita kali ini akan berhasil?" Halima, istri Alwi memantau dari rumahnya. Melihat persiapan para warga dalam menyambut kedatangan Adrian serta Azizah beberapa saat lagi. "Tentu saja akan berhasil. Kali ini para warga akan menela
Keegoisan Adrian yang memaksa Azizah untuk tetap bersama hingga memiliki anak diluar nikah, membuat gadis berhijab itu tak terima. Dia marah dan kecewa terhadap sikap Adrian yang terkesan memaksa. Sebagai pria dewasa, seharusnya dia lebih mengoreksi diri dan membenahi segalanya. Bukan menjelma menjadi sosok tak bertanggung jawab selayaknya manusia tak bermoral.“Aku tidak percaya kakak merencanakan hal hina itu padaku. Mungkin aku mencintai kak Adrian, tapi bukan berarti aku akan menggadaikan harga diriku pada kakak. Karena keinginan kakak itu merupakan permainan setan. Jadi, maaf aku tidak bisa ikut dalam permainan itu. Jika kakak memilih untuk meninggalkanku dan kembali pada Yanti, maka aku siap untuk itu. Asal harga diriku tak terabaikan hanya karena ego semata!” telak Azizah.Adrian tak berkutik lagi saat mendengar keputusan Azizah. Gadis itu mengakhiri segalanya tanpa mau mempertimbangkan permintaan pemuda tersebut. Bagi Azizah harga diri