Remy terkejut mendengar kalimat Rosa yang bernada sinis itu. Sesungguhnya Remy ingin tersenyum mendengar rasa tak suka yang terlihat nyata di dalam kalimat yang Rosa ucapkan. Ini satu hal yang tak disukai Remy pada diri Rosa. Sesempurna apapun perempuan itu, nyatanya dia tak memiliki rasa hormat kepada orang lain. Bahkan cenderung meremehkan.
“Boleh, Mari ikut aku.” Remy berdiri diikuti Rosa di belakangnya. Pria itu membawa Rosa menuju ke ruang belakang, dimana ada teras yang biasa Remy gunakan untuk menikmati hari liburnya dengan hal-hal ringan.
Rosa hafal betul dengan detail setiap sudut rumah ini. Beberapa tempat yang dilewatinya bahkan membuatnya terlempar pada banyak kenangan yang dulu tercipta di antara mereka. Tanpa Rosa sadari, hatinya mendadak rapuh oleh penyesalan karena begitu bodoh melepaskan semua keindahan ini hanya demi karir dan kemandirian yang diinginkannya.
“Tata ruang di rumah kamu t
Melihat suasana yang mendadak tegang seperti ini, Lukas melangkah maju dan berdiri di antara mereka bertiga, Remy, Rosa, dan juga Nesia. Lukas sempat melirik ke arah Nesia yang sepertinya memilih diam, tak ikut campur dalam pembahasan yang tak dia mengerti ini. Dan Lukas cukup bersyukur karena sepertinya Nesia tahu diri untuk tidak membuat suasana menjadi semakin keruh.“Ehem! Maaf, Rosa dan Tuan Remy. Sebaiknya kita kembali pada tujuan awal mengapa kita mengundang Nona Rosa kesini.” Lukas mencoba menengahi dengan bijak.“Tidak! Bukan kita yang mengundang dia ke sini. Tetapi kamu!” Remy menegaskan sambil menatap Lukas dengan tajam karena memang keberadaan Rosa adalah atas inisiatif Lukas meskipun memang Remy yang memberinya perintah.Namun, Remy tidak menyadari bahwa kalimat yang diucapkan dengan kasar itu membuat wajah Rosa seketika menjadi merah padam karena merasa tidak dihargai.
Rosa menatap Lukas yang kebingungan mencari jawaban. Sementara Lukas sendiri bingung bagaimana harus menjelaskan pertanyaan Rosa. Secara umum jelas bahwa Rosa memang orang lain, orang yang posisinya jelas berada di luar lingkar kekerabatan Remy dan Lukas. Meskipun memang Rosa pernah menjadi orang terdekat Remy untuk beberapa tahun lalu.Tapi bukankah semua sudah berlalu?Rosa sudah berada dalam lingkup kehidupan yang dia inginkan dan Remy juga sudah menjalani kehidupannya dengan menikah. Meski memang pernikahan ini hanya di atas kertas. Tapi penegasan Rosa sudah berhasil menyulut rasa tak suka Remy karena pria itu menganggap bahwa Rosa terlalu ikut campur dalam kehidupan pribadinya.“Ros, ini bukan tentang orang lain atau bukan. Tapi ini tentang pekerjaan kamu yang sudah kamu sanggupi. Dan aku hanya memandang bahwa kamu adalah orang yang paling tepat untuk menangani Nyonya Nesia.” Lukas mencoba memberikan jawaban yang bisa menyurutkan kemarahan Rosa.
“Kurasa Tuan Remy akan marah kalau tahu kamu menjadikannya bahan taruhan,” gumam Lukas yang terdengar jelas di telinga Edo. “Eh, Lukas! Kalau sampai Remy tahu kalau kita taruhan, kupastikan bahwa kamulah biangnya.” Edo berkata dengan menatap Lukas tajam. Lukas hanya tersenyum kecil. “Heran. Kalian ini selalu memiliki sikap yang sama. Terlalu kaku jadi manusia. Masih untung ada Nyonya Nesia yang mau dinikahinya. Itu pun karena dipaksa.” Lukas menyimpulkan sendiri. “Aku sarankan agar kamu tidak mengomentari apapun yang dilakukan Tuan Remy, Edo. Atau kamu akan mendapatkan reaksi seperti yang Rosa dapatkan,” saran Lukas dengan tegas. Edo tertawa mendengar peringatan Lukas. “Karena ini yang akan aku jadikan taruhan sama kamu. Aku melihat ada sikap posesif yang tak biasa yang dilakukan Remy pada istrinya,” simpul Edo. Lukas
Deg!Jantung Lukas bagai berhenti berdetak ketika mendengar pengakuan jujur Remy mengenai kondisi dirinya yang bisa dikatakan sebagai penyakit. Lukas ingin tidak mempercayai apa yang didengarnya kali ini. Andai saja yang mengatakan ini adalah orang lain, mungkin Lukas tak akan mempercayainya.Tapi ini didengarnya langsung dari mulut Remy, pria yang selama hidupnya mungkin tak pernah mengatakan kebohongan. Bahkan untuk hal yang menyakitkan sekalipun, Remy akan mengatakannya dengan penuh kejujuran. Tak peduli seberapa besar menyakitkannya ucapan itu. Bagi Remy, kejujuran adalah hal utama.“Maaf, Tuan Remy. Tapi … tapi ini mengejutkan dan tidak masuk akal,” ujar Lukas dengan nada tak percaya.Remy tersenyum masam.“Tidak hanya kamu yang heran, Lukas. Karena aku juga merasakan hal yang sama.” Remy menjawab datar.“Sekali lagi
Mendengar pertanyaan bernada tuduhan seperti itu membuat Lukas menggeleng tegas dengan wajah yang dipenuhi oleh aura gentar. Mana mungkin dia sengaja melakukannya?“Tidak, Tuan! Saya sungguh tidak memiliki maksud apapun ketika saya meminta Nona Rosa untuk menjadi tutor Nyonya Nesia. Saya hanya merasa bahwa college Nona Rosa yang paling kompeten dalam hal ini,” jawab Lukas dengan sedikit gentar.“Baiklah, kita lupakan apapun tendensi kamu mengundang Rosa. Tapi bukan berarti untuk kamu ulangi. Untuk selanjutnya, kuharap kamu bisa mencari tutor yang lebih bagus dari Rosa. Lebih mahal bagiku tidak masalah, karena aku ingin hasil yang maksimal. Aku tak mau perempuan itu mempermalukan aku jika aku membawanya ke acara perusahaan.” Remy memberikan titahnya dengan tegas.Lukas mendongak dan bertanya, “Bagaimana jika saya tidak menemukan orang yang tepat, Tuan?”&ldquo
Setelah mengantar Remy dan Edo keluar dari rumah itu, Lukas segera bergegas menemui Nesia yang membantu Bu Maryam dan Ani memasak di dapur. Entah apa yang ada di kepala perempuan berani itu sehingga dia lebih senang menghabiskan waktunya dengan berada di dapur, berkutat dengan masakan dan segala macam bumbu yang kadang aromanya masih menempel di pakaian.“Nyonya Nesia?” Lukas menyapa dengan santun, meski dia dan Nesia sudah sepakat untuk berteman tanpa panggilan formalitas.Nesia mendongak dan menghentikan pekerjaannya memotong sayur untuk memasak.“Ya, Tuan Lukas?” Nesia mendongak dan mendapati pria itu tersenyum manis padanya.Nesia buru-buru menghentikan pekerjaannya, mencuci tangan dan mengelapnya dengan asal menggunakan celemek yang dipakainya. Sungguh, Lukas sesaat terpesona melihat bagaimana manis dan alaminya Nesia dengan pakaian sederhana yang dibalut celemek itu.Stop, Lukas! Dia istri kakakmu! Jangan membuat ulah yang akan membuatmu berada dalam masalah. Sisi hati Lukas mem
Lukas keluar dari mobilnya ketika dia sampai di halaman college milik Rosa. Siang ini dia memang kembali mendatangi college milik Rosa ini setelah tadi melakukan beberapa kesepakatan dengan Nesia. Ternyata, meskipun Nesia terlihat tidak berpendidikan dan bukan dari kalangan orang berada, namun memiliki attitude yang bagus ketika diajak bekerja sama. Tentu bukan sebuah kerjasama yang buruk.“Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” Riris, asisten Rosa, menyambut kedatangan Lukas di ruang resepsionis. Karena meskipun college ini baru sebatas ruko, tetapi cukup memadai dengan adanya ruangan-ruangan yang lengkap dan fungsi yang maksimal.Lukas tersenyum dan mengangguk.“Bisa saya bertemu dengan Bu Rosa?” Lukas bertanya santun.Riris mengamati Lukas sejenak kemudian mengangguk.“Mari, Pak.” Riris kemudian berjalan menuju ke ruangan Rosa, sementara Lukas mengikuti di belakangnya.Rosa benar-benar mengelola college ini dengan bagus dan elegan. Pantas saja banyak prestasi yang sudah di
Remy kembali dari kantor ketika hari menjelang senja. Laki-laki itu pulang sendirian karena Lukas tidak menyertainya ke kantor. Ketika pulang, ada pemandangan yang tak biasa yang terlihat oleh matanya yang jeli itu. Yakni suara nyanyian kecil yang didengarnya dari kamar sebelah, kamar Nesia, yang pintunya sedikit terbuka.Rumah yang lebih sering lengang itu tiba-tiba terasa unik ketika sebuah nyanyian —yang sebenarnya tidak terlalu merdu— terdengar sampai ke telinga Remy. Pria itu berhenti hanya untuk memastikan bahwa itu memang suara Nesia.“Dasar ceroboh! Pintu kamar perempuan dibiarkan terbuka!” gumam Remy.Pria itu kemudian bergerak mendekati kamar Nesia untuk menutupnya. Namun, belum lagi Remy menjangkau handle pintu, daunnya sudah terbuka dari dalam dan muncul wajah Nesia yang terlihat terkejut melihat keberadaan Remy dengan posisi hendak memegang handle pintunya.Melihat Nesia sedikit overthinking atas apa yang dilakukannya, Remy segera menarik tangannya dengan sigap, mencegah