Allana dengan telaten mengobati luka di tangan Gerall, kini mereka tengah berada di UKS. Jam masuk masih lama, mereka tak perlu khawatir telat. Allana mengeluarkan kotak dari tas, memberikannya pada Gerall yang hanya menatapnya bingung.
Melihat Gerall yang hanya diam, Allana membuka kotak tersebut kemudian menyodorkan satu potong sandwich. Dengan senang hati Gerall menerimanya dan terjadilah aksi suap-suapan. "Lo ada masalah? Cerita sama gue," ujar Allana memulai obrolan. Gerall hanya menggeleng pelan karena mulutnya tengah mengunyah. Senakal apa pun dirinya, Gerall tidak pernah berbicara saat tengah mengunyah. Selain takut keselek, ibunya pernah mengatakan jika itu perbuatan yang tidak sopan. Gerall kembali membuka mulut saat Allana kembali menyodorkan sandwich ke mulutnya. Mimpi apa Gerall semalam sampai mendapatkan keberuntungan seperti ini. "Sekarang gue temen lo." Gerall mengangguk dengan antusias, tidak menyangka jika Allana mau berteman dengan orang seperti dirinya. Setidaknya Gerall bisa lebih mudah mendekati gadis itu. Saat Allana akan kembali menyodorkan sandwich, dengan lembut Gerall menahan tangan Allana. Gerall mengambil alih sandwich itu kemudian menyodorkannya pada Allana. Tanpa merasa jijik Allana melahap sandwich yang Gerall sodorkan, mengunyahnya dengan perlahan. Gerall tersenyum cerah, dengan cepat melahap habis sandwich sisa Allana. Tangannya terangkat mengacak pelan rambut gadis itu, membuat Allana berdecak pelan. "Berarti kita udah ciuman," ujar Gerall tiba-tiba sehingga membuat Allana tersedak. Allana menatap tidak percaya pada Gerall yang kini tengah tersenyum. Allana sedikit terpana dengan senyuman itu, sangat manis. Eh? "Karena kita udah temenan, lo gak sendiri, Ger," ujar Allana sembari menyentuh pelan tangan Gerall yang terluka. Walaupun Allana tidak tau masalah apa yang tengah cowok itu hadapi, tetapi ia bisa merasakan kesedihan Gerall. Allana pernah merasakan sakitnya ditinggal oleh orang yang ia sayangi, hidup sendiri sampai akhirnya Allana jatuh kejalan yang salah. Namun, Tuhan masih menyayanginya. Berkat uluran tangan orang yang saat ini ia panggil bunda. Dirinya kembali merasakan kasih sayang orang tua, membawa Allana kembali ke jalan yang benar. Tanpa sadar, air mata menetes siring terputarnya momen kebersamaan Allana bersama kedua orang tuanya. Allana tidak sekuat yang mereka kira, pun Gerall tak seburuk yang mereka lihat. Cobalah lebih luas memandang dunia! Mereka yang buruk, tak selamanya buruk dan mereka yang terpuruk tak selamanya terpuruk. Semua memiliki peran masing-masing. Berhentilah melihat hanya satu sisi saja, tidak semua yang terjadi atas kehendak mereka. Allana yang dulu menjadi badgirl karena merasa terpuruk, Allana merasa dunia seakan tak adil padanya. Mencoba mencari kebahagiaan sampai akhirnya Allana bertemu dengan keluarganya saat ini. Sedangkan Gerall, dia terpaksa menjadi seorang badboy karena wasiat mendiang ayahnya. Beliau tidak ingin Gerall bernasib sama seperti kakaknya, Derill. Derill seorang goodboy, Deril sangat pintar dan sering menjadi perwakilan sekolah untuk olimpiade. Hingga akhirnya semua prestasi yang ia capai menjadi dalang kehancuran hidupnya. Derill dijebak oleh teman dekatnya sendiri, karena bukti yang kuat, Deril ditangkap atas tuduhan pembunuhan dan pemerkosaan. Itu yang membuat Derill mendekam di penjara sampai saat ini. "Jangan nangis, Na," ujar Gerall lembut. Gerall menghapus air mata yang mengalir di pipi tirus Allana, kemudian memeluk Allana dengan lembut, mencoba memberikan kenyamanan. "Lo harus terbuka sama gue, Ger," ucap Allana pelan. "Jangan buka-bukaan sama gue! Takutnya khilap," ujar Gerall yang ada benarnya. "Gerall!" teraik Allana sembari melepaskan pelukan mereka. "Apa, Sayang?" ujar Gerall santai. dia menatap Allana yang kini tengah melotot padanya. "Pengen gue colok tuh, mata?" "Dasar penghancur suasan!" ujar Allana kemudian dengan cepat keluar dari UKS. Gerall hanya tertawa pelan, dia sebenarnya sengaja melakukan itu. Air mata Allana membuatnya merasa tersentuh, dia hanya tidak ingin ikut menangis dan terlihat lemah di depan gadis itu. Gerall memandangi kepergian Allana, dia tersenyum. Merasa beruntung karena Allana kini bisa menerima kehadirannya walaupun karena gadis itu merasa kasian, Gerall tidak keberatan. Gerall bisa menjadi dirinya sendiri saat bersama Allana, dan gadis itu menerimanya dengan baik tanpa mengolok-olok Gerall. "Terima kasih, Na. Gue sayang lo."Allana menatap takjub kearah Gerall, kekasihnya itu tengah memainkan piano. Desiran ombak serta matahari yang mulai terbenam menambah kesan romantis. Allana bisa merasakan ada debaran emosi dibalik permainan piano Gerall. Canon In D, salah satu musik klasik kesukaannya. Setelah semua yang terjadi dalam hidupnya, Allana akhirnya merasakan debaran yang tidak biasa. Perasaan sedih, sakit dan lega yang muncul secara bersamaan. Allana masih menatap Gerall, wajah Gerall tampak sangat sendu. Allana tahu, Gerall banyak merasakan rasa sakit. Allana tersenyum, mengusap sudut matanya yang mengembun. Bertepuk tangan dengan antusias setelah Gerall mengakhiri permainan pianonya yang penuh emosi. Allana tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memeluk Gerall setelah pria itu berdiri tepat di depannya. "Lo kenapa, Na?" Tanya Gerall seraya membalas pelukan hangat kekasihnya. Gerall mengusap lembut punggung kecil Allana yang sedikit bergetar, membiarkan gadisnya menumpahkan semua rasa yang dipendam
Gerall menatap Allana, tersenyum kecil mendapati betapa bahagianya gadis itu. Gerall melanjutkan aktivitasnya membakar ikan yang baru saja mereka beli, resto ini memang menyediakan layanan agar para pengunjung dapat memasak makanannya sendiri. Allana berjalan mendekat, mengangkat dua botol minuman di kedua tangannya. Menunjukkannya kepada Gerall, membuat Gerall kembali tersenyum. "Gerall gosong!" ujar Allana sedikit berteriak. Gerall tersentak, tangannya tidak sengaja menyenggol botol kecap di sebelahnya. Pandangannya teralihkan menatap ikan bakar di depannya. "Gak gosong sayang," ujar Gerall menatap Allana sekilas, kemudian menunduk mengambil botol kecap yang tergeletak di lantai. Allana tertawa renyah, senang karena berhasil mengerjai kekasihnya itu. "Lo bisa masak?" Tanya Allana berjalan mendekat, meletakkan minuman yang dirinya bawa di atas meja sebelum akhirnya ikut membantu Gerall membakar ikan. "Aku?" "Iya Gerall lo," jawab Allana sedikit mendongak menatap wajah
Burung-burung berkicau merdu, angin berembus dengan pelan. Semesta seakan mendukung suasana hati Gerall yang tengah berbahagia. Gerall tengah sibuk mengelap motor kesayangannya, pria itu bahkan sesekali bersenandung kecil. Gerall terkekeh geli menyadari keanehan pada dirinya. "Let's meet with my princess, bung," ujar Gerall menatap motor kesayangannya yang baru saja selesai dia bersihkan. Ini pertama kali dirinya dan Allana akan berkencan setelah mereka meresmikan hubungan antara keduanya. Gerall tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Gerall bahkan mengetuk kepalanya pelan, bingung dengan dirinya yang tidak bisa menahan senyumnya. "Allana udah bangun belum, yah?" Tanyanya pada diri sendiri. Gerall berjalan santai, meraih ponselnya yang dibiarkan tergeletak begitu saja. Gerall mengotak-atik benda pipih itu, mengetikan sesuatu hingga akhirnya benda pipih itu kini tepat berada di telinganya. "Bangun sayang," ujar Gerall setelah panggilannya tersambung dengan Allana.
"Turun, Sayang," ujar Gerall lembut.Saat ini mereka tengah berada di depan rumah Allana, gadis itu tampak tersipu. Gerall hanya menggeleng pelan, dia tidak mengerti, kenapa perempuan sangat mudah merasa malu?Allana turun dengan pelan, dia menunduk. Menyembunyikan pipinya yang memerah, membuat Gerall menatapnya bingung. Gerall bukan orang yang ahli tentang perempuan, tentu Gerall merasa heran melihat tingkah pacarnya sendiri."Kenapa?" tanya Gerall lembut.Gerall mengacak pelan rambut Allana, membuat gadis itu mendongak menatapnya. Gerall tersenyum, merapikan kembali rambut gadis itu yang berantakan karena ulahnya.Allana diam mematung, jantungnya berdetak sangat cepat. Rasanya tubuh seakan kaku, tak mampu untuk bergerak sedikit pun."Gue masuk dulu," ucap Allana cepat. Allana tidak ingin Gerall tahu bahwa dirinya tengah gugup.Gerall tersenyum, cowok itu memperhatikan Allana masuk. Langkah gadis itu sangat cepat, membuat Gerall tersenyum geli.Gerall kemudian menjalankan motornya, m
Allana berjalan dengan tergesa-gesa, di sampingnya ada Gerall yang tengah menggandeng tangannya. Sedikit menahan tangan Allana karena takut kekasihnya itu terjatuh. Allana mengerutkan bibirnya, Allana sudah menolak digandeng, tetapi Gerall tetap memaksa. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, merasa heran karena kedua sejoli itu tampak sangat akur. "Belajar yang bener! Kalau ada yang ngelabrak lo, lapor sama gue," ucap Gerall saat mereka tiba di depan ruang kelas Allana. Dia mengelus rambut gadis itu, membuat orang-orang melongo karena tingkahnya. "Gak mungkin ada yang berani labrak gue," ujar Allana sembari menyingkirkan tangan Gerall yang masih berada di kepalanya. Gerall tersenyum kemudian berlalu dengan langkah besarnya, karena memang mereka beda kelas. Dia menatap beberapa siswi yang memandangnya heran. Gerall paham, mereka pasti bingung melihatnya berangkat dengan Allana tadi. Gerall terus berjalan menuju kelasnya, hari ini Gerall tidak akan bolos. Dia akan belaj
Gerall menghentikan motornya di sebuah taman, dia turun kemudian menarik tangan Allana. Membawa gadis itu menuju salah satu kursi di sana."Na, gua mau minta tolong," ucap Gerall serius.Gerall menatap Allana lembut, membuat gadis itu ikut menatapnya. Untuk sementara mereka hanya diam, sampai akhirnya Allana memalingkan wajah. Tidak baik juga mereka terlalu lama tatap-tatapan."Minta tolong apa?" tanya Allana sembari menatap lurus ke depan. Dia mati-matian menahan lapar, berharap perutnya tidak berbunyi.Gerall tersenyum, dia menunjuk beberapa tumpukkan kardus sehingga membuat Allana mengernyit heran."Bantu gue dekor taman ini," bujuk Gerall penuh harap. Gerall menatap Allana, meneliti setiap inci wajahnya membuat gadis itu memalingkan pandangan.Gerall terkekeh, dia mengangkat tangan bermaksud mengacak rambut panjang Allana. Namun, dia urungkan karena takut gadis itu marah. Gerall bangkit, kemudian berlalu begitu saja setelah m