Mobil yang sedang di kendarai oleh Logan berhenti di pengisian bensin, Xander yang masih tertidur mulai mengerjapkan matanya saat ada yang meniup-niup wajah nya dengan jahil. Ia membuka matanya dan terkejut saat Logan yang berada di depan wajah nya, dengan seringai yang menyebalkan. Ia menatap ke arah sebelah nya, Alice sudah tak lagi berada di samping nya.
"Alice lagi keluar!" seru Logan saat tau apa yang sedang dicari oleh Xander
"Dimana dia?" ujar Xander
"Tadi dia berada di sana!" tunjuk Logan sambil menunjuk ke arah pepohonan yang cukup rindang "Tapi, aku tidak melihat nya lagi di sana!" sambung Logan menutup selang pengisian bensin nya dan membayar biaya bensin yang ia pakai.
"Tangkap!"
Logan langsung menangkap sesuatu yang dilempar oleh Tristan, ia menatap botol soda beralkohol yang sekarang sudah berada di tangan nya "Yak, aku tidak tau kau juga pecinta soda ini. Alice tidak bisa melihat ini. Bisa-bisa kita dima
Xander segera berbalik dan menghindar dari anak panah yang hampir menusuk punggung nya. Alice manatap sosok lelaki yang mengepung Xander "Lari dari sini Xander, kau bisa bahaya!" teriak AliceXander menatap Alice, "Aku kesini karena mu, tidak mungkin semua usaha ku berakhir sia-sia seperti ini. Jika aku tidak bisa membawa mu keluar dari sini, lebih baik aku juga menjadi tawanan di sini!" seru Xander"Dasar keras kepala, dimana Logan dan Tristan?" kesal Alice mengingat bahwa kedua lelaki itu tidak menunjukkan batang hidung nya. Alice sesekali meraba rambut nya dan menghela nafas-nya. Rambut nya masih panjang dan wangi."Logan tidak bersama ku karena Tristan memanggilnya tadi, sekarang aku tidak tahu dimana mereka!" ujar Xander yang merasa aneh ketika Alice masih mencium aroma rambut nya sendiri."shit... dengar Xander, aku punya sebuah ide!" guman AliceSetelah mendengar rencana dari Alice, Xander langsung b
Kali ini giliran Alice yang mengemudi kan mobil mereka, Xander duduk di depan sambil sesekali melirik ke belakang. Logan dan Tristan masih asik tertidur, ia memang tidur beberapa menit yang lalu. Namun ia tidak tega melihat Alice yang tidak memiliki teman bicara."Apa badanmu masih sakit?"Alice menatap Xander, "Hanya lutut ku saja, lebih nya tidak. Tapi aku ingin mengatakan sesuatu!""Apa?""Dengar, sebenarnya sebelum kejadian itu. Aku sudah memimpikan bahwa akan ada sesuatu ketika kita melewati wilayah 'The Forest' ini. Sebenarnya, di dalam mimpi ku. Kupu-kupu itu adalah pelindung di wilayah mereka, jika pemimpin mereka tidak didatangi oleh kupu-kupu itu. Kemungkinan besar umur-Nya tidak akan lama""Jadi, kau sudah tau lebih dulu mengenai hal ini?""Tidak semua nya, tapi sebagian besar aku sudah memimpikan nya!" seru Alice"Benar-benar mencurigakan. Tapi mengapa kau tidak memberitahukan kepada ku
"Mereka berhasil selamat dari ruang ilusi pemuda itu 'My Lord'!"Lelaki yang masih memandangi tabung besar itu menatap Damian, ia menarik nafas nya dalam lalu berbalik. Menatap tangan kanan nya yang selalu setia pada-Nya "Siapa pemuda itu Damian? Dia memiliki aura yang sedikit terasa 'familiar' juga untuk ku!" ujar Ken,berjalan menuju rak buku nya. Setelah ia kembali lagi ke bumi, ia langsung mendapat kabar tidak enak di dengar dari Damian."Hamba sedang mencari tahu nya my Lord, tapi Alice baik-baik saja beserta ketiga lelaki yang bersama nya!""Awasi mereka terus, jangan biarkan mereka terluka""Lord, tapi aku rasa ada sesuatu yang istimewa dari Alice. Kupu-kupu dari leluhur 'kaum Pemburu' itu menunjukkan diri pada Alice. Dan sampai sekarang, leluhur mereka sedang mengikuti Alice. Hamba juga sedang menyelidiki masalah itu, meskipun sedikit sulit karena para tetua dari kaum itu sulit sekali untuk memberikan informasi!"
Tristan menatap mereka semua dengan datar, "Kita masih bisa keluar. Jangan mengunci apa yang kalian bisa lakukan hanya karena imajinasi kalian semata!" seru nya berjalan melewati Alice, Xander dan Logan. Tangan Tristan terangkat untuk membuka, Klik, Tristan membuka kembali. Namun pintu yang tadi mereka masuki tidak bisa terbuka membuat Xander yang menatap gerakan Tristan mendekati pemuda itu."Kenapa?" seru Xander"Pintu nya tidak bisa terbuka, apa ini kebetulan saja atau memang mimpi kalian itu adalah sebuah fakta?" ujar Tristan sambil membalikkan badanya. Ia meneguk saliva nya kasar, berharap bahwa ia tidak sedang berada di dalam imajinasi yang sedang diciptakan oleh ketiga orang yang sedang bersamanya.Plakk-- "Ahhhh!" teriak Tristan mengaduh saat merasakan kepala nya di hantam sesuatu yang keras. Ia menatap sebuah batang kayu yang berada di tangan Alice yang sudah berada di sebelah nya, entah sejak kapan."Apa yang kau lakukan?
Awan hitam tiba-tiba mengepung, sebuah kaki mulai terlihat mendekat. Sosok itu terlihat sempurna saat awan hitam itu sudah hilang dibawa oleh angin yang berhembus dari arah yang berlawanan. Sossok itu menatap sekeliling, hutan pinus- tempat yang menyimpan segudang mistis-di sana lah sekarang ia berada. Tatapan nya lalu tertuju pada patung yang tepat berada di depan nya. Menatap patung itu lekat, "Bangunlah!" ujar-Nya.Patung malaikat yang tadi berdiri dengan kaku mulai bergerak, dengan perlahan patung itu mulai retak dan brukkk--terdengar bunyi hancur dari bebatuan yang menyusun patung itu. Sayap itu terbentang dengan lebar. Menandakan bahwa patung itu tidak lagi terperangkap dalam sesuatu yang mengikatnya selama ini. Sosok itu langsung menunduk di hadapan sosok lelaki paruh baya itu. Menunduk hormat tidak berani menatap sosok itu."My Lord" serunya.Menunjukkan rasa hormat yang mendalam."Apa mereka baik-baik saja?" seru Ken"Merek
Xander mengemudikan mobil nya, matahari sudah bangkit dari tidurnya dan menunjukkan diri pada mereka. Mereka semua masih terjaga, karena Tristan berkata bahwa tujuan mereka sudah dekat. Hutan Siren sedikit berbeda dari hutan-hutan yang mereka lalui dan terasa lebih mistis dari biasanya."Apa kau masih memakai kalung mu?". Alice menatap Tristan yang sepertinya sedang berbicara padanya."Ya, aku masih memakainya!" serunya menunjuk kalung hitam berwarna hitam itu yang masih melekat di leher nya."Bagaimana dengan mu?" seru Xander melirik Logan yang duduk di depan bersamanya."Aku masih memakai gelang nya!" tunjuk Logan sambil mengangkat pergelangan tangan nya"Baguslah, jangan melepaskan gelang itu. Terlebih kita akan memasuki hutan siren!"Tristan yang tadi memejamkan matanya sedikit melirik kalung Alice yang berada di sebelahnya, "Apa kau memberi mereka kalung itu dengan izin Sir.Erick?" guman nya sambil me
Tristan berjalan di depan, sementara Alice, Xander dan Logan berjalan di belakang. Jalanan datar dengan pohon-pohon besar yang membentang di jalan setapak membuat terik matahari tidak terlalu menyengat kulit mereka. Namun meski begitu, Xander tetap membiarkan Alice berlindung dengan jaket nya. Ia cukup tau bahwa gadis itu tidak terlalu suka dengan panas matahari."Berapa lama lagi kita akan berjalan?" ujar Logan yang kelihatan sudah mulai bosan dengan perjalanan panjang mereka. Mereka bahkan sudah berjalan sekitar setengah jam. Dan untuk Logan yang sangat jarang berjalan kaki, itu pasti sebuah penyiksaan yang menyakitkan untuknya."Tidak lama lagi, ayolah Logan. Alice saja tidak mengeluh seperti mu. Aku jadi penasaran siapa di antara kalian yang sebenarnya adalah lelaki tulen!" jawab Tristan yang membalikkan badannya. Menatap Logan dengan jengkel dan menelisik."Ck, apa kau pikir aku tidak tulen? Lagi Pula kan Alice sejak tadi dibantu oleh Xander. Holl, aku jadi
Mizuki turun di depan rumah besar dan megah, lelaki itu malah tetap membawanya dan tidak mau melepaskan nya. Membuat Mizuki meredam hasrat membunuh nya yang sudah sejak tadi ia pendam dalam-dalam. Rasa takut seseorang membuat aura mereka begitu terasa nikmat di indra penciumannya. Rasa takut yang akan membawa seseorang pada sebuah rasa yang menghentikan rasa takut itu. MATI—adalah ujung dari ketakutan itu. “Ada apa? Mengapa kau masih berdiri di sana seperti orang bodoh? Segera ikut dengan ku jika kau memang tau dimana gadis itu berada!” ujar Alan “Aku tidak pernah menerima bentakan dari manusia Alan, kau harus mencamkan itu baik-baik di dalam pikiran dan otak kecil mu!” Alan menaikkan alisnya, mengerutkan kening nya saat merasakan bahwa ucapan Mizuki seolah menyira