“Kenapa? Kamu pikir kamu sudah menang?” Sandra tertawa lagi. “Lastri, Lastri, kamu bukan cuma menghinakan diri kamu sendiri tapi kamu juga sebentar lagi akan membusuk di penjara!” kata Sandra sambil menyeringai ke arah Lastri yang terlihat sangat marah.Derap langkah berat dan cepat terdengar mendekati Sandra. Lalu seorang laki-laki langsung memegangi lengan Lastri dan langsung memasangkan borgol pada wanita itu. Seorang laki-laki lain membantu Sandra berdiri dan menanyakan keadaan Sandra.“Dasar perempuan gila!” Lastri berteriak dan meronta-ronta hingga polisi yang membantu Sandra bangun ikut memegangi Lastri, “Perempuan sinting! Nggak waras!” teriaknya lagi.Lastri terus mengumpat pada Sandra meski polisi yang menangkapnya berulang kali menyuruh Lastri diam. Sedangkan Sandra tidak membalas sama sekali dan hanya menyeringai pada Lastri untuk memprovokasi wanita itu.“Ibu perlu kami antar pulang?” tanya polisi yang lebih muda.“Nggak, Pak. Saya dijemput teman saya di sini,”“Baik kala
Bu Rohimah yang bangun terlebih dahulu karena Rio yang menangis terus mencari sang Ibu agak kaget dengan keadaan rumahnya. Hari masih subuh, akan tetapi dari arah dapur sudah tercium aroma masakan yang sangat disukainya. Siapa yang memasak? Tidak mungkin rasanya jika Sandra yang memasak sepagi ini. Apalagi setelah kekacauan yang ia buat semalam.“Sandra…” Bu Rohimah memanggil sang menantu sambil kaki tuanya berjalan menuju dapur. Rio masih menangis di dalam gendongannya, bayi lelaki itu sedih sekali.“Eh, Ibu? Sudah bangun?” tanya Sandra lalu segera mencuci tangan dengan air di wastafel dan mengelap tangannya yang basah dengan serbet sebelum mengambil Rio dari gendongan Bu Rohimah.“Kamu ngapain?” tanya Bu Rohimah heran. Tentu saja heran karena Sandra tiba-tiba berubah menjadi baik.“Nyiapin sarapan,” jawab Sandra sambil langsung menyusui Rio. Bayi yang malang, Rio terlihat sangat kehausan dan langsung tenang setelah disusui oleh Sandra.“Sarapan? Kamu bikin sarapan?”“Iya. Ibu tunggu
“Kenapa Mas?” Sandra terlihat malu.Ia segera melepaskan tangannya dari pinggang Alan. Sekali lagi sang suami menolaknya padahal ia sudah bersiap dengan pakaian ‘tempur’. Lingerie merah yang memang sengaja ia beli untuk malam ini.“Aku kebelet pipis.” Jawab Alan canggung. Ia geser posisi duduknya untuk membuat jarak dengan Sandra. Matanya yang dulu suka sekali menjelajahi setiap jengkal tubuh sang istri, kini lebih memilih melihat ke langit-langit kamar.Belum juga Sandra sempat berkomentar, Alan kemudian bangkit dari tempat tidur. Meninggalkan sang istri yang sudah lelah-lelah berdandan seksi hanya untuknya.Begitu lah hubungan pernikahan Sandra dan Alan. Sudah lebih dari enam bulan lamanya semenjak Sandra melahirkan, Alan tidak pernah menyentuhnya. Memang pada tiga bulan pertama Sandra lah yang menolak karena masa nifas dan rasanya masih takut saja berhubungan setelah melahirkan apalagi saat melahirkan Sandra mendapatkan banyak jahitan.Lagi
"Ibu mau ada pembantu di rumah ini.” Bu Rohimah tiba-tiba memberi usulan saat sedang ada di meja makan.Pagi itu Sandra, Alan dan Bu Rohimah hanya sarapan roti dan selai coklat seperti biasa. Wanita tua itu tampak tidak berselera seperti biasanya juga. Ia tidak biasa sarapan dengan roti, makan ya harus dengan nasi. Roti itu cuma camilan baginya.Tapi apa mau dikata. Bu Rohimah juga tidak kuat jika harus membuat sarapan setiap hari dan Sandra terlalu sibuk mengurusi Rio dan Alan ditambah bersiap untuk berangkat kerja. Sedangkan Alan, lelaki itu sama sekali tidak pernah melakukan pekerjaan rumah.Sandra mengangguk setuju. Sudah lama ia membicarakan perihal pembantu rumah tangga sekaligus pengasuh bayi pada Alan tapi lelaki itu tidak suka. Alan tidak suka orang asing ikut tinggal di dalam rumahnya karena untuk lelaki itu, rumah adalah privasi keluarga.“Bagaimana Lan? Ibu nggak mungkin terus-terusan jaga Rio setiap kamu dan Sandra kerja. Ibu sudah tua lho. Lagi pula mending ibu tinggal d
Sandra merasa terganggu. Ia tidak bisa fokus mengerjakan pekerjaannya. Riwayat pencarian di ponsel Alan yang sempat ia lupakan kini lagi-lagi mengganggu pikirannya. Apalagi sekarang ada Lastri, pembantu baru yang tadi siang dijemput Alan tanpa sepengetahuan Sandra.Wanita itu memutuskan untuk pulang lebih awal. Ia tidak bisa bekerja dengan tenang.Sesampainya di depan rumah, terdengar suara tawa sang mertua. Suara yang jarang sekali Sandra dengar. Lalu disusul oleh suara tawa Alan yang entah mengapa membuat Sandra kesal, sudah lama sang suami tidak tertawa seperti itu saat ngobrol bersama dengan dirinya. Begitu masuk rumah, ia mendapati suami, mertua dan pembantu barunya sedang duduk di ruang tamu sambil minum teh dan makan kue. Sandra tidak ingat kapan ia dan sang mertua juga suami kumpul sambil mengobrol seperti yang ia lihat sekarang.“Eh San, tumben cepet pulang.” Alan bicara dengan wajah sumringah. “Ayo gabung.” Katanya.Sandra memperhatikan Lastri yang terlihat segan karena ked
“Saya diceraikan karena sudah nggak cantik lagi Pak.” Ujar Lastri dengan mata menerawang.Wanita itu sudah selesai mempersiapkan bahan untuk masak besok. Tapi Alan masih ingin mengobrol. Setelah obrolan basa-basi tentang kampung halamannya, percakapan mereka berdua jadi lebih serius.“Kamu masih cantik kok.”Alan hanya menjawab sesuai yang ia pikirkan. Namun jawaban itu membuat Lastri terkejut. Sudah lama tidak ada yang mengatakan bahwa dirinya cantik.Wanita itu hanya membalas dengan senyuman dan itu membuat Alan salah tingkah. Alan menyesali kata-katanya barusan, kata-kata seperti itu cukup berbahaya untuk diucapkan kepada seorang wanita.“Sekarang Sekar ikut sama bapaknya?” Alan mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan tentang anak Lastri.“Tinggal sama bapak saya di kampung. Bapaknya sudah sibuk sama istri baru, mana ingat sama anak. Makanya saya kerja, karena Sekar butuh biaya untuk sekolah. Sedangkan bapak di kampung cuma buruh tani.”Mata Lastri berkaca-kaca saat membicarakan
“Mau kemana?” Sandra baru selesai memandikan Rio ketika melihat Alan juga baru selesai mandi. Bersiap entah kemana.Biasanya Alan tidak pernah keluar rumah di hari minggu. Alan adalah tipe suami rumahan, setelah menikah, ia tidak pernah lagi nongkrong dengan teman-temannya.“Disuruh ibu anter Lastri ke pasar.”“Sore-sore gini?” Sandra tampak tidak senang.Sudah seminggu lebih Lastri bekerja di rumahnya. Baik mertua juga suaminya sudah sangat akrab dengan pembantu itu karena memang mereka sudah saling mengenal di kampung. Hanya Sandra yang masih tidak nyaman.Rio juga sangat anteng jika sudah dipegang oleh Lastri, lebih anteng ketika Sandra yang menggendong bayi itu. Padahal Rio tipe bayi yang sensitif, tidak mau digendong oleh sembarang orang. Hal itu membuat Sandra lebih tidak nyaman lagi.Selain itu ia juga masih mendapati mertuanya menjelek-jelekkan dirinya di hadapan Lastri. Rasanya seakan Lastri lebih diterima oleh sang mertua ketimbang dirinya.“Memang nggak bisa sendiri? Bisa p
“Sandra mana Bu?” Tanya Alan pada ibunya begitu sampai rumah.“Di kamar kayaknya, dari tadi nggak keluar. Kenapa pulang malam sekali?” Tanya Bu Rohimah yang sedari tadi juga bertanya-tanya kenapa anaknya terlambat sampai rumah.“Mobilnya mogok, jadi Alan mampir ke restoran sekalian bungkusin makan malem.”Alan menyodorkan bungkus makanan tersebut pada sang Ibu lalu berjalan masuk ke kamar. Saat membuka pintu kamar, Alan langsung mendengar suara tangisan Rio sedangkan Sandra malah duduk di sudut ranjangnya memegang ponsel.“San, Rio nangis bukannya ditenangin malah main handphone.” Alan segera mengangkat Rio yang dibiarkan berbaring begitu saja di atas kasur. Setelah berada dalam gendongan Alan, bayi laki-laki tersebut berangsur tenang.“San? Kamu kenapa? Kerjaan kantor lagi? Segitu sibuknya sampai anakmu nangis pun nggak dilihat?” Tanya Alan beruntun karena mulai kesal sebab sang istri tidak juga menjawab.“Habis dari mana?” Tanya Sandra dingin. Wanita itu melemparkan ponselnya dengan