“Tuan, Anda menerima Nona Debora Tansy sebagai sekretaris baru Anda?” Gene bertanya di kala Debora sudah pulang. Raut wajah Gene bingung sekaligus tak mengerti. Pancaran mata Gene menunjukan jelas keterkejutanya.
Fargo melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya. Fargo menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. “Debora membutuhkan pekerjaan. Dia bilang padaku sudah menjauh dari keluarganya. Aku tidak tahu apa yang membuatnya menjauh dari keluarganya. Aku tidak berhak ikut campur akan kehidupan pribadi Debora. Alasan aku menerima Debora, karena Debora mengatakan memiliki anak yang masih sekolah. Aku tidak tega padanya.”
“Anak?” Raut wajah Gene berubah mendengar perkataan Fargo. “Maaf, Tuan. Anda bilang kalau Nona Debora memiliki anak?” Gene bertanya memastikan. Gene takut, apa yang didengarnya ini salah.
Fargo mengangguk. “Ya, Debora sudah menikah dan memiliki anak. Aku sudah lama tidak mendengar kabarnya. Wajar kalau sekarang Debora sudah menikah dan memiliki anak. Usianya sudah sangat cukup untuk berkeluarga.”
Kening Gene mengerut dalam. “Tuan, tapi dari data yang saya lihat Nona Debora Tansy belum menikah. Di data pun tidak tertulis kalau Nona Debora Tansy memiliki seorang anak.”
“Kau yakin, Gene?” Fargo menatap dingin dan tegas sang asisten.
“Saya tidak mungkin salah, Tuan. Setiap karyawan yang baru bergabung di perusahaan Anda, saya akan selalu memeriksa data pribadi dengan baik dan teliti,” jawab Gene sopan.
Fargo terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Gene. Detik itu juga ingatan Fargo teringat akan perkataan Debora yang mengatakan, sudah berpisah dari pasangannya. Debora tak pernah menyinggung soal suami wanita itu. Besar kemungkinan Debora belum menikah, dan anak yang Debora miliki adalah anak dari luar pernikahan.
Fargo masih diam seribu bahasa, belum mengatakan sepatah kata pun. Semua perkataan Gene seakan telah berperang menyatu di pikirannya, bercampur dengan kata-kata Debora. Namun tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam benak Fargo. Raut wajah Fargo berubah menjadi terkejut. Buru-buru, Fargo menepis pikiran yang muncul.
‘Shit! Tidak mungkin!’ batin Fargo seraya memejamkan matanya.
“Maaf, Tuan, ada apa?” tanya Gene bingung melihat perubahan wajah Fargo.
Fargo mengembuskan napas kasar, menatap dingin dan penuh ketegasan sang asisten. “Gene, aku akan pulang lebih awal. Kau urus pekerjaanku. Dan untuk tentang Debora, besok dia sudah masuk bekerja. Kau tidak usah lagi mengusik kehidupan pribadi Debora. Bersikaplah professional. Debora adalah karyawan di sini.”
Gene mengangguk sopan. “Baik, Tuan.”
Tanpa lagi berkata, Fargo menyambar kunci mobilnya, dan melangkah pergi dari ruang kerjanya. Tampak Gene menundukan kepalanya, di kala Fargo sudah pergi meninggalkannya.
***
“Sayang, kau sudah pulang?” Carol yang baru saja selesai mandi, dan sudah mengganti baju, sedikit terkejut melihat kedatanga sang suami. Padahal di jam seperti ini sang suami tercintanya itu masih begitu sibuk.
“Aku pulang cepat. Kepalaku sedikit pusing.” Fargo menjawab seraya mengecup bibir Carol.
“Kau sakit?” Carol menyentuh rahang Fargo, memastikan suhu tubuh suaminya itu.
“Aku hanya pusing, karena terlalu banyak pekerjaan.” Fargo meraih tangan Carol yang menyentuh rahangnya, lalu pria itu memberikan kecupan di punggung tangan sang istri. “Jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit pusing. Nanti juga membaik.”
Carol menghela napas dalam. Wanita itu sangat takut kalau sampai sang suami sampai jatuh sakit. “Kau pasti telat makan. Kan aku sudah bilang berkali-kali, jangan sampai terlambat makan. Aku tidak mau kau sakit, Sayang.”
“Iya, maafkan aku. Lain kali aku akan memerhatikan kesehatanku.” Fargo menangkup kedua pipi Carol, mengecupi bibir sang istri. “Di mana putri kita? Apa dia sedang tidur?” tanyanya yang tak melihat keberadaan putri kecilnya.
“Arabella baru saja tidur setelah minum susu. Sekarang dia semakin pintar. Setiap kali dia minum susu, dia selalu menanyakan keberadaanmu, dan apa yang kau lakukan. Dia selalu merindukanmu,” ucap Carol memberitahu Fargo tentang Arabella.
Fargo tersenyum hangat mendengar cerita Carol tentang Arabella. “Dia memang putri kecil kita yang sangat cantik dan pintar.”
Carol pun tersenyum, dan memeluk Fargo, menghirup aroma parfume di tubuh sang suami. “Oh, ya, Sayang. Waktu itu kau bilang, kau akan mencari sekretaris baru, apa kau sudah menemukan sekretaris baru untukmu?” tanyanya. Entah kenapa ingatan Carol, mengingat perkataan sang suami yang tengah mencari sekretaris baru. Alasan sang suami mencari sekretaris baru, karena sekretaris lama suaminya itu resign setelah melahirkan.
Fargo berdeham sebentar kala mendengar pertanyaan Carol. Pria itu berusaha tenang, seakan tak terjadi apa pun. “Ya, aku sudah mendapatkan sekretaris baru. Besok dia mulai bekerja.”
Carol mendongakan kepalanya, menatap Fargo. “Siapa nama sekretarismu, Sayang?”
“Debora, namanya Debora.”
“Apa dia cantik?”
“Carol, kenapa kau bertanya konyol seperti itu?”
“Sayang, aku hanya bertanya memastikan saja. Apa dia cantik?”
Fargo mengecup bibir Carol. “Kau adalah wanita tercantik yang pernah aku kenal.”
Carol melingkarkan tangannya di leher Fargo. Menyipitkan mata, menatap sang suami penuh kecurigaan. “Kau itu semakin tua semakin tampan. Aku hanya waspada. Jaman sekarang banyak sekali wanita yang mencoba merebut suami orang. Ingat satu hal, kalau kau berani berselingkuh dariku, aku tidak akan memaafkanmu.”
Fargo menggigit bibir bawah Carol gemas, hingga membuat Carol sedikit meringis. “Jangan berkata konyol. Aku tidak berniat selingkuh. Aku hanya menginginkanmu.” Lalu, Fargo menggendong Carol melangkah menuju kamar mandi. Carol terkejut di kala Fargo membawanya menuju kamar mandi. Akan tetapi, Carol sudah mengerti akan tindakan sang suami. Well, tentu akan selalu berakhir dengan Carol wajib menemani sang suami untuk mandi.
***
Di sisi lain, sebuah apartemen sederhana nampak seorang wanita cantik duduk di sofa, seraya menyesap wine di tangannya. Raut wajah wanita itu menunjukan kerapuhan dan keputusasaan. Kemuramannya melingkupi jelas wajah wanita cantik itu.
“Mom, kau sudah pulang?” Seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun, menghampiri Debora—yang tengah duduk di sofa ruang tengah.
Debora tersenyum melihat putranya. Wanita itu langsung memeluk putranya itu erat. “Mommy merindukanmu, Sayang.”
“Aku juga merindukan Mommy,” jawab bocah laki-laki itu polos. “Hari ini Mommy pergi ke mana?” tanyanya.
Debora menangkup kedua pipi putranya. “Hari ini Mommy bertemu dengan CEO di perusahaan Mommy bekerja. Besok Mommy sudah bisa bekerja, Sayang. Mommy punya pekerjaan, dan Mommy bisa membelikanmu mainan baru, Andrew.”
“Yeay! Thank you, Mommy.” Bocah laki-laki bernama Andrew nampak begitu senang. “Hm, tapi artinya nanti Mommy akan sibuk dan tidak memiliki waktu untukku?” Raut wajah Andrew berubah menjadi muram.
“Andrew, Mommy akan selalu memiliki waktu untukmu.” Debora membelai pipi Andrew. “Mommy berjanji setiap kali libur kerja, akan selalu mengajakmu berjalan-jalan.”
Andrew tersenyum hangat. “Oke, Mommy. Oh, ya, Mommy bilang bulan ini Mommy akan mengajakku bertemu dengan Daddy. Kapan kita bertemu Daddy, Mommy?” ujarnya bersemangat.
Mata Debora langsung berkaca-kaca. Akan tetapi mati-matian Debora menahan air mata itu agar tak tumpah. “Kau akan segera bertemu dengan Daddy-mu, Sayang. Tunggulah, di waktu yang tepat.” Lalu, Debora memeluk erat putra tunggalnya, dengan penuh kasih sayang. Kerapuhan di wajah Debora begitu terlihat jelas di kala Andrew menagih janjinya. Janji yang sangat sulit Debora tepati.
“Kita akan berlibur, Dad, Mom?” Arabella menatap penuh binar bahagia pada kedua orang tuanya di kala mendapatkan informasi bahwa kedua orang tuanya akan mengajak berlibur bersama.Fargo dan Carol tersenyum dan mengangguk. “Ya, kita akan pergi berlibur.”“Yeay!” Arabella memekik kegirangan. “Daddy, Mommy.” Axton melangkah menghampiri Fargo dan Carol yang ada di ruang keluarga. Bocah laki-laki itu baru saja selesai bermain sepeda di halaman belakang rumahnya.“Axton, kita akan pergi berlibur.” Arabella yang melihat Axton datang langsung memeluk adiknya itu.Kening Axton mengerut. “Kita akan berlibur?”Arabella mengurai pelukannya, dan menangkup kedua rahang adiknya itu. “Iya, Axton. Kita akan pergi berlibur. Kau senang, kan?”Senyuman sumiringah terlihat di wajah Axton. “Yeay, aku senang sekali, Kak. Aku senang kita akan berlibur.”Arabella dan Axton saling berpegangan tangan. Mereka melompat-lompat dan tersenyum bahagia karena akan berlibur keluarga. Tampak Fargo dan Carol tersenyum m
“Uncle Daddy.” Arabella menghamburkan tubuhnya pada Damian yang baru saja tiba. Refleks, Damian menggendong Arabella dan mengecupi pipi bulat Arabella bertubi-tubi.Fargo dan Carol tersenyum melihat Arabella yang sangat dekat dengan Damian. Ya, harusnya Arabella memanggil Damian dengan sebutan ‘Grandpa’, tapi tentu saja Damian menolak dipanggil ‘Grandpa’. Awalnya Arabella memanggil Damian dengan sebutan Paman seperti Fargo. Akan tetapi semakin bertambah usia Arabella panggilan Paman untuk Damian tergantikan ‘Uncle Daddy’. Panggilan itu membuat semua orang gemas pada Arabella termasuk juga Damian yang gemas.“Little girl, kau semakin hari semakin cantik,” puji Damian yang tak henti menghujani Arabella dengan kecupan.“Uncle Daddy juga semakin tampan,” jawab Arabella sambil melingkarkan tangannya di leher Damian.Kimberly tersenyum melihat sikap manis Arabella.“Hi, Kim.” Carol memeluk Kimberly bergantian dengan Fargo yang juga memeluk Kimberly.“Ah, Diego. Tubuhmu semakin tinggi dan
Carol dan Fargo masih belum mengatakan apa pun setelah mendengar keluhan putri sulung mereka. Baik Carol dan Fargo sama-sama melukiskan senyuman di wajah mereka. Mereka tak mengira alasan yang membuat putri mereka kesal adalah Diego—anak Kimberly dan Damian.Carol yang tadinya kesal, kali ini sudah mulai membaik tak lagi kesal. Bagaimana tidak? Alasan putri kecilnya itu sangat lucu. Memang Arabella itu sangat manja pada Diego. Arabella selalu menyukai setiap kali Diego menjemputnya. Jadi tak heran kalau sekarang Diego tak bisa datang menjemput, pasti Arabella akan merajuk seperti anak kecil. Fargo membawa tangannya membelai pipi Arabella. “Jadi kau kesal karena Diego tidak bisa datang menjemputmu, dan juga kesal karena banyak teman-temanmu mengirimkan surat cinta untuk Diego?” ulangnya memastikan.Arabella mengangguk sambil melipat tangan di depan dada. “Iya, Daddy. Aku kesal sekali.”Fargo mengecupi pipi bulat Arabella. “Oke, nanti besok Daddy akan meminta Diego datang ke sini untu
Tiga tahun berlalu … Suara dering ponsel terdengar membuat Carol yang tengah membuat kue langsung mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya yang ada di atas meja. Carol mendecakkan lidahnya pelan di kala ada yang mengganggunya. Padahal dirinya sedang sibuk membuat kue.“Nyonya, biar saya yang menyelesaikan membuat kue ini. Anda bisa menjawab telepon Anda. Mungkin saja itu adalah telepon penting,” ucap sang pelayan sopan. Pelayan itu menawarkan diri, karena dia pun tengah membantu Carol membuat kue.Carol mendesah panjang. Padahal sedikit lagi kue yang dibuatnya akan segera selesai, tapi malah ada saja yang mengganggunya. Dengan wajah sedikit kesal, Carol mencuci tangannya hingga bersih—dan mengambil ponselnya di atas meja—tertera nomor sopir putrinya menghubunginya.Carol terdiam sebentar nampak bingung. Tak biasanya sopir Arabella menghubunginya. Tanpa pikir panjang, Carol memutuskan untuk menjawab panggilan telepon tersebut.“Hallo?” jawab Carol kala panggilan terhubung.“Nyonya,
Beberapa bulan berlalu …“Sayang, kenapa kau membelikanku ice cream cokelat? Aku sedang ingin ice cream vanilla.” Carol merajuk kesal pada Fargo yang membawakannya ice cream cokelat. Wanita itu melipat tangan di depan dada tepatnya di atas perut buncitnya. Bibirnya tertekuk seperti anak kecil yang tak dibelikan mainan.Fargo mengembuskan napas kasar. “Tadi kau hanya bilang ingin ice cream saja. Jadi aku memilih cokelat. Kau biasanya juga suka ice cream cokelat.”Fargo nyaris dibuat sakit kepala oleh keinginan Carol. Tadi istrinya itu ingin dirinya sendiri yang membelikan ice cream, setelah dirinya sudah membeli ice cream, tetap malah disalahkan. Padahal Fargo sudah memilih ice cream yang sering disukai istrinya itu.Bibir Carol kian menekuk. “Aku ingin ice cream vanilla. Aku tidak mau ice cream cokelat.”Fargo mengangguk memilih untuk mengalah. “Oke, aku akan membelikan lagi untukmu. Kau tunggu sebentar.” Lalu Fargo hendak pergi, namun Carol memeluk lengan Fargo, seakan tak membiarkan
“Fargo, ayo kita berangkat sekarang, Sayang. Daddy dan Mommy sudah menunggu kita.” Carol berucap seraya menyisir rambutnya. Pagi menyapa Carol sudah tampil cantik dengan midi dress motif bunga kecil-kecil.Fargo mendekat sambil memakai arlojinya. “Iya, Sayang. Tenanglah. Kita tidak akan terlambat. Pamanku dan Kimberly juga masih di jalan, mereka belum sampai di rumah orang tuaku.”Pagi ini, keluarga Carol dan keluarga Fargo berkumpul bersama. Itu kenapa Carol dan Fargo sibuk ingin bersiap-siap. Pun mereka juga tak sabar ingin bertemu Arabella. Sebelumnya memang Arabella cukup lama tinggal di orang tua Carol atau orang tua Fargo. Alasannya karena waktu itu Carol dan Fargo tengah mengurus proses cerai mereka. Baik Carol ataupun Fargo tak ingin sampai Arabella mengerti bahwa mereka memiliki masalah.Carol merapikan kerah baju sang suami. “Ya sudah kita berangkat sekarang. Aku merindukan putri kecil kita, Sayang.”Fargo menganggukan kepalanya, dan memberikan kecupan di bibir sang istri. D