Siang hari di kantor Vincent.
Aku sedang duduk di sofa di ruang kerja bosku menatap bosku, yang sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya di hadapanku. Dia sudah sibuk bekerja sejak pagi sementara aku tidak melakukan apa-apa, hanya duduk di sini seperti boneka.
Carson telah memberi tahuku bahwa Olivia akan membantu pekerjaanku, tapi justru dialah yang melakukan semua pekerjaanku. Yang aku lakukan hanyalah membuat kopi untuk bosku.
Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari bosku. Wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang berotot sempurna membuat hatiku meleleh. Tapi aku masih marah padanya karena sikapnya padaku. Dia seperti pangeran tampan dengan hati iblis. Sampai sekarang, aku masih tidak percaya bahwa aku bisa jatuh cinta padanya.
Aku segera menghindari tatapannya saat mata kami bertemu. Dia tertawa pelan, melihat aku gugup. “Kemarilah,” katanya dengan suara lembut, membuatku melihat kembali ke matanya.Aku kemudian berdiri dari sofa sa
Aku sekarang duduk di kursi malas mengenakan bikini merah, menatap bosku, yang sedang berenang di kolam renang di depanku. Aku tidak bisa berkedip dengan jantungku yang berpacu saat melihat tubuh berototnya yang sempurna. Aku menggigit bibirku dalam nafsu saat aku merasakan pahaku mengencang dan v*ginaku basah. Dia kemudian keluar dari kolam. Aku menelan nafsuku saat aku melihat tonjolan kemaluannya di bawah celana renang ketat hitamnya. Pria ini sangat tampan dan seksi sehingga para wanita yang melihatnya ingin bersamanya dan ingin bercinta dengannya. Aku segera mengalihkan pandanganku dan mengambil krim tabir surya di atas meja di samping kursi tempat aku duduk saat aku melihatnya tersenyum padaku. Aku berusaha menenangkan kegugupanku sambil mengoleskan krim itu ke lenganku saat dia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku.“Biarkan aku membantumu,” katanya menatap ke mataku dan mengambil krim dari tanganku. Aku tidak bisa menolaknya karena tubuhku sangat in
Selasa sore di kantor Vincent. Seperti biasa, aku duduk di sofa seperti boneka sementara bosku duduk di kursi di belakang meja kerjanya di depanku sibuk dengan pekerjaannya, tetapi kali ini aku tidak berani menatap wajahnya. Aku terus menunduk, menyembunyikan pipiku yang semerah kepiting rebus. Aku menggigit bibirku, memejamkan rapat mataku, menahan rasa maluku sambil aku bertanya pada diriku mengapa aku bisa berubah menjadi iblis nafsu dan memperkosa bosku sepanjang malam.Aku membuka mataku menatap wajah bosku saat aku mendengar tawa lembutnya. Jantungku berdetak lebih cepat dan lebih cepat saat dia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat dan berdiri di depanku. Dia membungkukkan tubuhnya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Kenapa kau terlihat sangat malu padaku? Kamu terlihat sangat berbeda malam itu,” katanya dan tersenyum menggoda menatap mataku. Aku menghindari tatapannya dengan pipiku yang terbakar. Aku merasa sangat malu dan gugup seka
New York City, 2016. Aku menatap salju dari balik jendela. Air mata menetes di pipiku. Salju membawa kenanganku kembali, dan membuat hatiku menangis. Aku tidak tahu siapa orang tuaku. Mereka meninggalkanku di depan pintu sebuah panti asuhan pada malam natal dengan namaku dan tanggal lahirku, yang mereka tulis di selembar kertas. Hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku punya satu keinginan jauh di dalam hatiku. Aku berharap suatu hari nanti Aku bisa bertemu dengan mereka dan Aku ingin bertanya mengapa mereka tega melakukan itu kepadaku. “Semuanya segera berkumpul!” Aku terbangun dari lamunanku dan menghapus air mataku. Aku dan teman-teman sekerjaku segera berjalan mendekat dan berdiri menghadap manajer kami. Namanya adalah Linda Blonde. Umurnya 28 tahun. Dia memiliki tubuh seksi dengan rambut pendek bewarna pirang. Aku tidak tahu mengapa dia sangat membenciku. Dia tidak pernah lelah memarahiku sepanjang waktu. Aku bekerja sebaga
Vincent sedang duduk di sofa di dalam kamarnya sambil menyilangkan kakinya. Tangan kanannya berada di dahinya dengan matanya tertutup. Dia terus bertanya pada dirinya apa yang telah terjadi kepadanya. Kenapa dia bisa kehilangan akal sehatnya?. Dia sangat ingin menikmati tubuh Angela dan dia hampir memperkosanya. Dia menghela nafas dan membuka matanya. Dia kemudian mengambil profil di meja samping di sebelah kirinya dan membacanya. Saat matanya melihat foto Angela, jantungnya kembali berdebar kencang, seperti saat pertama kali dia melihatnya. Dia belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Dia tidak bisa menghilangkannya dari pikirannya. Hatinya terus memohon untuk bertemu dengannya lagi. Dia telah bertemu banyak wanita cantik dan tidur dengan mereka. Tapi dia tidak punya perasaan untuk mereka. Dia hanya menggunakan mereka untuk seks. “Angela Lee. Sembilan belas tahun. Tinggi 167, berat 56. Golongan darah A,” dia berkata. Dia lalu t
Aku mengambil tasku dan berjalan menuju ke pintu keluar dari apartemenku. Aku menghentikan langkahku saat ponselku berbunyi. Aku mengeluarkannya dari tasku dan memeriksanya.Salah satu rekan kerjaku meneleponku.“Ya, Ami. Ada apa?” Aku menjawab panggilan itu.“Angela, Linda memberi tahu kami kalau kamu telah berhenti bekerja. Apakah itu benar?” dia bertanya dengan rasa ingin tahu.“Hm, aku ingin mencari pekerjaan baru,” jawabku.Dia menghela nafas. “Aku pikir itu yang terbaik untukmu. Linda akan terus menyiksamu jika kamu masih bekerja di sini,” katanya dengan nada sedih.Dia terdiam sejenak lalu berkata, “Oh, ya, Aku tahu sebuah perusahaan besar yang sedang mencari seorang resepsionis. Kamu bisa melamar kerja di sana jika kamu mau.”Aku tersenyum senang dan sangat antusias. Pikiranku tiba-tiba mengingatkanku pada sesuatu. “Tapi, Ami. Aku tidak kuliah. Apakah me
Aku menghela napas dengan punggungku bersandar ke kursi bus. Aku sekarang dalam perjalanan menuju tempatku bekerja. Aku tidak bisa tidur tadi malam. Ketakutan dan kecemasan memenuhi pikiranku. Ketika Aku melihat bosku tersenyum kepadaku, saat itu juga Aku menyadari kalau Aku telah jatuh ke dalam perangkapnya. Semua ini adalah rencananya untuk membuatku bekerja untuknya. Aku tidak pernah ingin melihatnya lagi, tapi sekarang aku tidak bisa lari darinya. Aku telah menandatangani kontrak itu yang membuatku tidak bisa berhenti dari pekerjaanku. Aku terjebak dalam cengkeramannya selama setahun.Aku sudah menelepon Ami berkali-kali tetapi ponselnya tidak aktif sejak kemarin. Dia tidak mau menjawab panggilanku dan sengaja bersembunyi dariku. Aku terbangun dari lamunanku dan segera berdiri dari kursi berjalan keluar dari bus ketika bus telah berhenti di halte bus. Aku lalu memaksa kakiku untuk berjalan menuju ke tempat kerjaku.******“A
Aku berjalan keluar dari ruang kerja bosku, bernapas dengan ketakutan. Pikiranku kosong, aku merasa seperti berada dalam mimpi terburukku dan aku tidak bisa bangun dari mimpiku. “Angela? Apa yang kamu lakukan di sini?” Aku terkejut saat mendengar suara itu. Aku melihat Amanda sedang berdiri dengan Olivia dan seorang pria paruh baya mengenakan setelan hitam. Pria itu berambut pendek bewarna hitam dan berkacamata. Dia terlihat rapi, dan ramah.Eva telah memberi tahuku bahwa Amanda bekerja di sini sebagai asisten manajer. Dia membantu Olivia dalam melakukan pekerjaannya. Aku lalu berjalan ke depan dan berdiri menghadap mereka sambil mencoba menyembunyikan apa yangku rasakan. Olivia tersenyum melihat wajah pucatku. “Angela sekarang sudah menjadi sekretaris bos kita,” dia menjawab pertanyaan Amanda. Amanda terkejut, dia hampir menjatuhkan rahangnya. “Apa! Tapi... Bagaimana mungkin? Bos kita sudah memiliki Pak Carson sebagai sekretarisnya.”Ol
Bosku membawa Aku ke rumahnya. Tempat ini sangat megah, seperti istana. Aku belum pernah berada di tempat seindah ini sebelumnya. Aku berdiri dalam diam, ketakutan, menghadap meja makan mewah di depanku. Jantungku terus berdebar, memikirkan apa yang akan dilakukan bosku padaku. Dia mengunciku di ruangan ini bersama dengan seorang pelayan wanita yang berdiri tidak jauh dariku. Mata pelayan itu terus mengawasiku.Aku terkejut ketika pintu ruangan ini terbuka dan aku melihat bosku berjalan masuk. Dia tersenyum padaku lalu duduk di kursi makan. “Kamu bisa pergi sekarang,” katanya kepada pelayan itu. “Ya, Tuan,” jawab pelayan itu dengan membungkuk sopan dan kemudian dia berjalan meninggalkan ruangan. Bosku lalu memotong steak yang ada di piring di depannya. Dia kemudian mengalihkan pandangannya ke mataku. “Berapa lama kamu ingin berdiri di sana? Duduk dan makan,” katanya. “Tidak! Aku tidak ingin duduk dan Aku tidak ingin makan. Aku ingin