Malika terkejut dengan tuduhan James lalu tiba-tiba menangis."James, apa maksudmu? Memang benar aku tidak ingin kau menikahi gadis lain. Tapi dengan cara apa aku menggagalkan pernikahanmu? Aku tidak punya senjata untuk menghentikan pernikahanmu, bahkan aku tidak diperbolehkan hadir di tempat kamu menikah." ucap Malika dengan berlinang air mata. Padahal jauh di dalam lubuk hatinya, Malika sangat berbahagia karena rencananya menghentikan pernikahannya James telah berhasil."Lalu kenapa Nami bisa kabur dan membatalkan pernikahan kami?!" tanya James curiga."Bagaimana aku tahu?" dusta Malika yang masih pura-pura menangis."Apakah dia sangat berharga bagimu? Sehingga kamu sangat kehilangan?" tanya Malika yang penasaran dengan reaksi James yang sangat berlebihan.James semakin emosi mendengar ucapan Malika, ia mencengkram krah kemeja Malika. "Dengar, nama baik dan reputasiku hancur gara-gara pernikahan yang gagal ini. Bagaimana gue tidak marah dan ingin menemukan gadis itu.""T-tapi sunggu
Taksi yang ditumpangi Nami terbalik dan Nami tidak sadarkan diri. Keadaan jalan macet dan beberapa menit kemudian polisi, petugas pemadam kebakaran dan ambulans datang. Petugas pemadam kebakaran segera membuka paksa pintu mobil untuk mengeluarkan tubuh Nami dan sopir taksi. Tenaga paramedis segera menerima tubuh Nami dan sopir taksi. Petugas segera memasukkan mereka ke dalam mobil ambulans secara terpisah."Lakukan CPR!" seru salah satu tenaga medis yang mengetahui Nami telah berhenti detak jantungnya.Di dalam mobil, paramedis memberikan bantuan oksigen sambil memompa jantung mereka yang berhenti karena benturan keras dari truk."One, two, three…***Sedangkan di dalam hotel, James mempersilakan Dela untuk masuk ke dalam kamar."James," Dela tersenyum saat membuka matanya sedang berada di bawah selimut yang sama dengan James. Ia tidak menyangka jika semalaman bisa bersama dengan James. Bercinta sampai puas dan kini bisa tidur seranjang berdua bagaikan sepasang kekasih yang sedang kas
"Nona, Apa maksud Anda?" "Mm… dari tadi saya berpikir keras, siapa saya yang sebenarnya dan di mana ini?" Kedua polisi itu menatap Nami dalam, keduanya dapat melihat jika Nami berkata jujur. Tapi masalahnya sekarang, gadis yang berada di hadapan mereka ini tanpa identitas apapun. Bagaimana mereka bisa mencari keluarga Nami dan memberitahukan keadaannya sekarang? "Pak, bisa bantu saya?" tanya Nami dengan setengah memohon. "Sebaiknya Anda istirahat dulu, kami akan berkonsultasi dengan dokter tentang masalah Anda sekarang. Dan kami akan berusaha membantu Anda untuk menemukan keluarga Anda." "Terima kasih banyak, Pak." "Itu tugas kami, Nona." Kedua polisi itu lalu berdiri. "Kami pamit dulu untuk bertemu dengan dokter." Nami mengangguk lalu merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar sambil berusaha mengingat jati dirinya. *** Satu jam kemudian setelah polisi memberitahukan keadaan Nami yang hilang ingatan. Dokter datang bersama suster untuk memeriksa keadaan Nami. Dokter memb
"Syukurlah dokter," ucap suster itu. "Ada apa suster?" tanya Takeshi yang keheranan setelah melihat raut wajah suster yang bertugas sebagai asistennya terlihat senang. "Pihak rumah sakit dan polisi sedang kebingungan karena pasien, maksud saya, Nona Namida mengalami kecelakaan satu minggu yang lalu dan sekarang menderita amnesia. Kami bingung untuk menghubungi keluarganya karena kartu identitas Nona Namida tidak ditemukan di lokasi terjadinya kecelakaan." "Oh begitu," gumam Takeshi yang pandangan matanya sekilas merasa senang lalu menutupinya dengan tatapan yang simpati. "Jadi benar, Nona Nami adalah sepupu Anda, Dok?" "Mm, benar." dusta Takeshi. Mungkin ini bisa menjadi salah satu jalan baginya untuk bisa dekat dengan Nami. "Kalau begitu, Anda bisa menghubungi keluarganya untuk memberitahukan keadaan Nona Namida." "Tentu," ucap Takeshi tanpa ragu. "Sus, dia amnesia, bukan?" "Ya benar." "Bisa beri saya waktu untuk berbicara dengannya? Saya takut dia tidak mau menerima saya."
"Hei, apa yang kamu lakukan?" tanya teman kencannya James yang ditarik handuknya oleh Malika hingga tubuh wanita itu polos tanpa penutup. "Malika! Apa lo gila?" bentak James. "Aku …." Malika tidak menyangka jika ia reflek menarik handuk wanita itu hingga telanjang. "Hei, kamu penasaran dengan tubuhku? Kamu ingin tahu kenapa James memilihku menjadi teman tidurnya hari ini?" Wanita itu bersedekap sambil menatap Sarah. Ia seperti terbiasa saja ketika tubuhnya polos tanpa penutup. "Kamu lihat kedua dadaku, lebih besar darimu. Kau lihat juga pantatku." wanita itu menaikkan pantatnya. James hanya diam menatap argumen kedua wanita di depannya. "Cari kekuranganmu kenapa pacarmu masih mencari wanita lain di luar. Jangan malah sibuk mencari kesalahan wanita-wanita yang dikencani pacarmu. Aku tidak memaksa James untuk membawaku ke sini. Dia lah yang mengajakku ke sini, paham?!" Wanita itu bergegas masuk lalu membuka lemari pakaian miliknya Malika. "Hei tunggu!" langkah Malika terhenti keti
"Bagaimana? Kamu menerima tawaranku?" Amanda menyentuh rahang James. Ia merasakan tubuhnya mulai bereaksi, masih jelas di ingatannya saat rahang itu berada di kedua kakinya. Menyentuh kulit pangkal pahanya saat James mencumbu kewanitaannya dengan mulut dan lidahnya. Saat itu Amanda menangis karena bahagia. Sentuhan James yang lembut dan melenakan membuat Amanda merasa melayang hingga ke langit ketujuh. Dalam umur yang ke tiga puluh tiga tahun, Amanda untuk yang pertama kalinya merasakan debaran hati karena bahagia. Amanda ingin mendapatkan kebahagiaan itu lagi dan kini kesempatan untuk menggapai keinginannya, sebentar lagi akan tergapai. Lewat kepergian Nami, Amanda yakin jika James akan memenuhi permintaannya. "Lo pikir, gue tidak punya koneksi dan uang?" James menyingkirkan kedua tangan Amanda yang sedang menyentuh kedua rahangnya. "Bangun dan keluar dari sini. Gue masih punya banyak pekerjaan." usir James kepada Amanda. "Oke, oke, mungkin sekarang kamu tidak memerlukan bantuanku
James terjatuh dari kursi lalu mengerang kesakitan. Ia tidak menyangka kalau Naka akan memukulnya secara tiba-tiba. Mukanya terasa sakit dan mulutnya berdarah. "Ayo bangun pecundang, lawan gue!" Naka sudah bersiap menyerang James kembali. Namun aksinya dihalangi oleh Doni. "Tunggu!" Doni memasang badan hingga punggung Doni menjadi sasaran empuk tendangannya Naka. "Aduh," Doni tersungkur di lantai lalu mengerang kesakitan. Tendangan Naka memang sangat kuat, ia adalah salah satu atlet judo saat di kampus. Sampai saat ini juga, Naka masih rajin berlatih untuk mengisi waktu yang kosong. "Ayo, kalian berdua maju sama-sama." Naka tidak merasa bersalah melihat James dan Doni kesakitan dan terkapar di lantai. "Cih, dasar tidak berguna." ejek Naka yang kemudian duduk di sofa. "Don, lo nggak apa-apa?" James mengkhawatirkan Doni yang masih memegang perutnya. "Bos," Doni tidak ingin bicara. Kalau bilang tidak sakit itu tidak mungkin karena perutnya saat ini luar biasa sakit. Tapi jika menga
"Indah." ucap Nami setelah gagal mengingat rumah yang berada di hadapannya. Takeshi bernapas lega setelah mendengar kata pujian Nami terhadap rumah kecil yang akan ditinggali Nami. "Di mana nenekku?" tanya Nami sesaat dirinya masuk ke dalam rumah. Pandangannya tertuju kepada photo-photo di dinding rumah yang berisikan photonya saat berada di negara Jepang. "Ini photo nenekku?" tanya Nami sambil menunjuk photo wanita tua berumur enam puluhan tahun. "Benar." "Lalu photo orang tuaku?" Nami tidak menemukan photo lain selain photonya, Takeshi dan photo neneknya. Takeshi pura-pura sedih. "Kamu pasti tidak ingat, kamu yang minta pada nenekmu untuk membuang seluruh photo orang tuamu karena tidak ingin mengingat kenangan pahit bahwa mereka telah meninggal?" Nami terkejut lalu menatap Takeshi mencari kebenaran. "Itu kenyataannya, nanti kamu bisa tanyakan sendiri kepada nenek. Biasanya pada jam segini nenek tidur siang. Aku sengaja tidak memberitahukan nenek soal kecelakaan yang menimpamu