Share

8. I'm Not Sure

Seperti yang ia pikirkan sebelumnya bahwa ia akan berbicara langsung pada Firdaus, maka selama pelajaran Bahasa Indonesia ia selingi dengan menyusun rencana untuk mengajak Firdaus bertemu.

Ia akan menunggu saat yang tepat untuk bertatap muka dengan Firdaus. Kemudian ia akan menanyakan semuanya, kenapa ia suka mengganggunya, apa motivasinya, dan apa yang membuatnya tiba-tiba menghentikan aksinya.

Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang akan mengikuti setelah ia tahu jawabannya.

Saat pulang sekolah, ia melihat Firdaus, Rexi dan Aldo berjalan di lorong kelas. Ia pun memanggilnya.

"Hei, Firdaus."

Cowok itu menoleh sesaat, lalu lanjut berjalan lagi seolah tak acuh.

"Heii, Fir! Sombong amat sih."

Lorong kelas cukup sepi setelah anak-anak lain telah berhamburan pulang, jadi teriakannya tak terlalu memancing perhatian.

Haikal terus berbicara dalam keadaan mengekor di belakang Firdaus.

"Aku mau ngomong sama kamu. Kamu tuh gakjelas tau gak. Tujuannya kamu gangguin aku itu apa? Trus tiba-tiba cuek kayak gak pernah lakuin apa-apa. Maksudnya apa coba??"

Firdaus pun akhirnya berhenti. Ia berbalik menghadap Haikal, lalu dengan perlahan mendekatinya.

Haikal, yang selalu merasa gugup ketika Firdaus berjalan pelan ke arahnya sambil menatapnya lekat seperti yang sering ia lakukan selama ini, menelan ludah mengusir rasa gugupnya. Begitu ia sadar ia refleks membuang pandangan ke bawah, ia pun langsung berusaha menatap Firdaus lagi yang kini telah memojokkannya di dinding koridor.

Sesaat hening sebelum Firdaus berkata, "Kangen ya, sehari gak gua bully, hm?"

"Bukan begitu! Kamu tuh gak jelas tau gak. Kamu kira setelah ngebully aku kamu bisa kabur seenaknya?"

"Oh... jadi lu mau balas dendam? Kapan, tuh?" Nadanya mulai menggoda Haikal.

"Oh, mau sekarang? Sini gelud!" Haikal tampaknya telah punya kepercayaan dirinya.

"Oke, mau digimanain nih, gua?"

Setelah itu Haikal terdiam. Sifat Firdaus ini selalu diluar dugaannya. 

Dan saat itu pula, ia melihat Afifah dan salah satu temannya berjalan menuju tempat mereka sekarang.

"Katanya mau balas dendam, hm?" Firdaus menyadarkan Haikal lagi.

Haikal meneguk ludahnya. Sebenarnya ia ingin membiarkan Afifah menghilang dari tempat itu dulu. Tetapi Afifah yang terlihat terbelalak malah menghentikan langkahnya. Ia dan temannya mematung memandang mereka dari dekat balkon.

Maka Haikal pun melanjutkan urusannya dengan Firdaus dengan hati yang sudah sangat berdebar-debar.

"Kita lihat aja nanti."

Firdaus mendengus geli, "Loh, tadi katanya sekarang?"

"Memangnya kamu mau ngapain? Baku hantam? Siapa takut?"

Firdaus mengangkat alisnya terkejut. Kemudian berkata pada Rexi dan Aldo. "Guys, bawain tas sama jaket gua."

Setelah itu ia pun meregangkan kedua tangannya, masih dengan posisi berdiri dekat di hadapan Haikal.

Afifah dan Minah yang terpaku semakin terkejut. Akan ada perkelahian!

Tak disangkanya lagi oleh Haikal, kedua lengan Firdaus terjulur untuk... ditempelkan ke dinding bertumpu pada sikunya, mengunci masing-masing sisi Haikal.

Dan saat itu pula Afifah menarik Minah menjauh melewati punggung Firdaus, berniat menuju ke ruang guru melaporkan kejadian ini.

Dalam hati Haikal terus menyemangati diri sendiri : Apapun respon dia, harus kuhadapi dengan berani. pasti bisa!

Lalu, dengan nada berbisik pelan yang sangat sensual, Firdaus berkata pelan, "bibir kita aja yang baku hantam."

Setelah itu Firdaus mencium Haikal lembut.

Haikal terbelalak, tapi seolah tubuhnya kaku.

Rexi dan Aldo pun terkejut melihat kejadian di luar nalar itu, mereka akhirnya memilih untuk mengejar Afifah, berniat menghentikan kedua gadis itu, sekaligus tidak ingin mengganggu aksi Firdaus sekarang, hahaha.

"Woi, Afifah! Tunggu!"

Rexi pun berhasil menghentikan Afifah di dekat tangga.

"Apaan?"

"Jangan... jangan dilaporin guru! Mereka gak berantem kok! Kita gak ngapa-ngapain, sumpah!"

"Yakin mereka gak berantem?" Afifah hendak menoleh ke arah Firdaus dan Haikal, namun ketika Aldo melihat mereka berdua masih berciuman, Aldo pun dengan panik berusaha mengalihkan pandangan Afifah lagi.

"Eh, iya! Suerr kita gak berantem. Nih ya gue kasih tahu, namanya juga cowok. Candaan kek gitu mah biasa aja kali, ya kan Rex, hehehe..." Tawanya terdengar sangat garing dan kelabakan, sambil menyikut Rexi.

"Nah, jadi gakperlu lapor, oke!" Tambah Rexi. Dan ketika ia melihat Firdaus telah melepaskan ciumannya, barulah Rexi berkata dengan lega, "Tuh, lihat, gaada apa-apa kan."

Afifah dan Minah pun menoleh ke belakang. Ia melihat Haikal menutup mulutnya dengan satu tangan, sedikit menunduk dan Firdaus yang tersenyum simpul.

Rexi dan Aldo pun menghela napas lega, alhamdulillah Afifah dan Minah tidak melihat semua adegan yang not safe for work....

"Aku gak yakin, deh..." Afifah mengernyit.

Seakan mengabulkan kecurigaan gadis cantik berhijab itu, kini Haikal terlihat memukul bahu Firdaus. Firdaus meraih tangan itu, dan menarik Haikal sampai terhuyung.

"Tuh, kan! Bener mereka berantem!" Pekik Afifah, dan menggandeng Minah lagi menyusuri koridor.

"Eh, eh, eh!" Rexi mengejar gadis itu. "Woi, kenapa enggak lu lerai aja, sih?" 

Dengan cepat Rexi menarik tangan Afifah dan menyeretnya lagi ke arah Firdaus dan Haikal yang kini bergerak turun di tangga yang berlawanan dengan posisi mereka sekarang.

Kali ini Afifah tidak ikut menggandeng Minah. Dan entah apa yang membuat Minah tidak mengikuti Rexi, Aldo dan Afifah, gadis itu justru terdiam di tempatnya melihat teman-temannya meninggalkannya.

"Siti Aminah?" Panggil seseorang di belakangnya.

Minah sedikit terkejut sebelum berbalik. Tampak Pak Imam baru saja selesai mengajar di suatu kelas, dengan membawa map dan berbagai buku pegangannya.

"Kok sendirian, nok?" Tanya beliau.

"Eh... emm, gak apa-apa sih, Pak... nungguin temen..."

Entah kenapa Minah juga tak merasa ingin mengungkapkan semua kebingungannya pada Pak Imam, meskipun ia tahu Pak Imam dikenal sangat ramah dan terbuka pada murid-muridnya, begitu pula sebaliknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status