55
Tubuh tinggi tegap berjalan cepat di lorong apartemen menuju lift. Napasnya naik turun tidak beraturan dengan kedua tangan mengepal.
Tatapannya tajam, merah bagai api yang berkobar. Ia memencet tombol lift tak berapa lama kemudian pintu terbuka.
“Tinggalin gue sekarang, Ger! Gue gak mau lihat wajah lo! Gue benci sama lo! Mending kita break dulu aja! Lo urusi aja hidup lo, gak usah urusi gue!” teriaknya sembari menepis kedua tangan Geri dari bahunya.
“Argh! Sialan!” teriak Geri ketika kata-kata Nazmi kembali terniang dalam telinganya.
Ia mengusap wajahnya sembari menatap langit-langit lift yang tengah ia naiki. Perlahan ia memijat pelipisnya yang terasa berat sembari menarik napas dalam dan mengembuskannya.
Netranya terasa perih kemudian menutup kedua kelopak mata tersebut. Perih menjalar di hatinya memenuhi setiap sudut relung terdalam.
“Gimana bisa lo ngomong kayak gitu sama gue, Naz?”
Ti
56“Oh ya? Menurut lo gue manis dan imut gitu?”“Iya,” jawabnya sambil tersenyum mengusap kepalanya.“Uhh! Jangan bikin gue baper!”Tawa berderai dari mulut Geri membuat Hana ikut tertawa. Lelaki itu membalikkan tubuhnya menghadap jendela kamar yang gordennya tidak ditutup.“Gue gak bermaksud bikin lo baper, Han. Gue bicara yang sesungguhnya.”“Iya, iya ...”“Jadi ... kenapa?”Terdengar gumaman dari mulut Hana yang begitu jelas di telinganya. Mungkin ia sedang berpikir apa yang akan diucapkannya pada Geri.“Menurut mereka sih gue suka cari laki-laki buat gue temenin minum atau nari dan gak semua laki-laki bisa dapetin kesempatan itu.”“Oww, jadi gue termasuk laki-laki beruntung karena pernah ditemenin minum dan nari sama lo?”“Ya gitu lah.”“Memang gue yang ke berapa?”
57Sontak tangannya terdiam ketika mendengar nama sang kekasih disebut oleh kakak kandungnya. Ia melirik Dewa takut-takut yang tengah menikmati nasi kuning miliknya.Gadis itu menelan suapan terakhir sebelum pembicaraan mereka semakin memanjang. Pelan ia berbicara berusaha tak ada apa pun yang terjadi di antara mereka.“Uhh, itu Geri kemarin pulang ...”“Katanya dia mau temenin lo? Kok malah pulang sih.”“Mungkin ada urusan.”Tak ada percakapan yang terjadi di antara mereka. Dewa sibuk dengan makanannya begitu pula Nazmi, meski terasa hambar tetap ia habiskan karena bagaimana pun ia tak mau kakak kandungnya tahu pertengkaran dengan Geri kemarin.“Lo gak ada pemotretan memangnya hari ini?”“Umm, gak ada sih. Pras bilang cuma mau meeting aja.”“Jam berapa?”“Nanti siang jam 2 an lah.”Dewa menganggukkan kepala ke
58“Gue gak lagi ada masalah apa-apa kok, Kak.”“Hum ...” Dewa malah menggumam seraya menatap adik perempuannya.Gadis itu nampak salah tingkah ditatap seperti itu oleh kakaknya. Ia balik menatap Dewa yang tengah asyik mengunyah makanannya.“Apa sih kok natap gue terus?”“Gue tahu kalau lo lagi bohong, tapi gue juga gak bisa paksa lo buat cerita ke gue. Lo udah dewasa dan tahu gimana caranya menyelesaikan masalah. Jangan kayak anak kecil?”Nazmi tersenyum mendengar kata-kata dari sang kakak yang menurutnya bisa membuat ia lebih baik. Memang hanya Dewa lah yang bisa mengerti dirinya meski tak jarang lelaki itu selalu membuatnya kesal.“Thank’s, Kak. Lo emang kakak gue paling the best!”Dewa mengagguk seraya tersenyum. Tangan besar miliknya mengusap kepala sang adik kemudian mengusap pipi yang merah merona karena blush.“Jaga diri lo baik-baik. Gak sem
59Kedua bola mata Geri membulat mendengar penuturan dari Nazmi yang seakan menyudutkan dirinya. Ia menoleh pada Hana yang masih asyik memainkan ponsel di sudut sana.Entahlah, gadis itu mendengarkan perdebatan mereka atau tidak yang jelas tidak etis jika mereka bertengkar di sana.Geri menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian mengembuskan napas karena sebentar lagi meeting akan dimulai. Terlebih saat ini orang-orang sudah mulai berdatangan dan duduk di kursinya masing-masing.“Naz. Gue tunggu di luar aja,” ucapnya seraya beranjak dari tempat duduknya.Nazmi melotot pada Geri yang meninggalkannya begitu saja. Lelaki itu memang sangat menyebalkan, tidak peka sama sekali dan lebih mementingkan menyelamatkan dirinya sendiri! Pekik Nazmi seraya menatap wajah Geri yang hendak pergi.“Apa?” tanya Geri pelan menatap wajah Nazmi yang menyiratkan kesal yang begitu jelas.Suara orang yan
60Karisma menghentikan tinjunya begitu juga dengan Geri. Napas mereka naik turun dengan tatapan tajam satu sama lain. Nazmi menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku dua lelaki dewasa yang begitu kekanakan.“Kalian gak malu, hah?”Tak ada jawaban dari mereka. Geri menarik napasnya dalam kemudian menatap Nazmi dengan kedua alisnya yang terangkat.“Naz, kenapa sih lo selalu nempel sama si bedebah ini?”“Karena lo brengsek, Ger,” ucap Karisma yang sama sekali tidak dimintai keterangan.“Berisik lo! Gue gak tanya sama-“ ucapannya terpotong karena Nazmi berdecak kesal.Mereka kembali bertatapan masih dengan napas yang naik turun. Kedua tangan lelaki itu masih mengepal belum puas dengan pertempuran mereka.Untung saja lorong belakang selalu sepi sehingga tak ada siapa pun yang mendengar atau menyaksikan mereka bertengkar, tentu saja jika tidak ada paparazi di sekitar sini.“Kalian itu
61“Lo cowok paling nyebelin parah, Ger!”“I see, I see,” ledeknya tanpa ekspresi dan masih asyik mengemudi.Kedua netranya yang tajam namun meneduhkan menatap jalanan dengan fokus. Saat ini di depannya terlihat lengang dan hanya terdapat beberapa kendaraan saja yang berlalu lalang.Nazmi menghela napas kemudian pandangannya ia alihkan ke jalanan di samping kirinya. Dilihatnya beberapa kedai makanan dan toko-toko yang sebagian tutup di pinggir jalan raya.“Lo mau bawa gue kemana?” tanyanya ketika tersadar bahwa jalan saat ini bukan menuju apartemen miliknya atau bestcamp.“Lo lupa jalan ini?” tanya Geri balik seraya menoleh sekilas pada gadisnya.“Ini ke apartemen lo kan?”“Extacly.”Lelaki dengan rambut halus berwarna cokelat itu tersenyum sembari mengangguk dan menjentikkan jarinya. Nazmi menatap wajah samping tampan sang kekasih yang
62“Lo segalanya buat gue!”Nazmi tertegun mendengar penuturan dari sang kekasih. Meski kini jantungnya berdegup kencang karena tatapan Geri yang begitu dekat dengannya, tetap saja hatinya sakit karena Geri berkirim pesan dengan perempuan lain.“Ukh! Lo bohong, Ger! Lo nyebelin banget! Lo ke club sama cewek itu? Lo nari-nari sama dia? Lo nyebelin banget parah!” teriaknya seraya meronta meminta untuk dilepaskan.“Naz! Lo gak usah bilang kayak gitu. Gue ke club juga gak ngapa-ngapain selain minum. Seharusnya lo sadar kenapa gue lakuin itu?!”“Huh? Menurut lo wajar kalau gue bikin lo sakit hati terus lo balas gue kayak gini?”Kedua alis Geri saling bertautan. Apa yang ada di kepalanya sama sekali tidak masuk di kepala kekasihnya.“Gue gak balas dendam sama lo, Naz.”“Terus apa? Lo selingkuhin gue? Menurut lo gue yang gampang diselingkuhi kayak gini?&rd
63Sontak sepasang mata mereka menatap layar ponsel yang berdering di atas meja. Lelaki itu meraih ponselnya dan membaca nama yang tertera di sana.Nazmi melotot dengan tatapan tajam menelisik perilaku sang kekasih yang masih menatap layar ponsel miliknya.“Siapa?” tanya Nazmi yang terdengar ketus.“Manajer gue,” ucapnya sembari memperlihatkan layar ponselnya yang menyala.“Angkat sana. Berisik,” ujarnya seraya mendelik pada sang kekasih.Geri menerima telepon masuk tersebut tepat di samping Nazmi yang kembali menatap layar televisi di hadapannya yang jaraknya tidak terlalu dekat.Sebenarnya meski kedua matanya menatap layar televisi tetap saja pendengarannya berfungsi menguping pembicaraan sang kekasih dengan manajernya yang terjalin cukup lama.“Ahh, iya siap.”“Siap. Siap. Gue usahain,” ucapnya yang terdengar seperti terpaksa.Kemudian ta