Yukie hanya bisa diam menunduk menatap tangannya yang di genggam oleh Daiki. Sangat erat, tangan Daiki begitu besar dan lebar. Nampak terlihat urat halus di punggung tangannya.
Yukie bisa merasakan tangan Daiki begitu terasa dingin namun rasanya seperti mengalirkan arus panas seperti tersengat listrik melalui tangannya yang membuat sekujur tubuh Yukie menjadi hangat. “Lepas! Aku bukan anak kecil!” Yukie berusaha menepis tangannya karena sangat gugup.Bukannya mengindahkan permintaan Yukie, Daiki justru semakin menguatkan cengkeraman tangannya kepada Yukie. Daiki membuang pandangannya ke sekitar.“Apa rumahmu masih jauh!” Daiki mencoba mengalihkan pembicaraan. Yukie yang sengaja memperlambat langkah kakinya mulai mengalihkan perhatiannya dari Daiki yang langkahnya jauh lebih cepat selangkah darinya.“Ada apa dengan lelaki ini sebenarnya! Setiap saat membuatku kesal tapi dia sepertinya tidak sadar dengan hal itu! Apa dia tidak lelah selalu karena selalu saja menggangguku!” batinnya. “Hei!! Di mana rumahmu?” sahut Daiki saat Yukie tak menjawab pertanyaan darinya. “Masih jauh! Jalanan sudah sepi kau bisa, kan? Melepaskan tanganmu?” Tak ingin berdebat Daiki langsung melepaskan tangan Yukie. Kini pandangannya teralihkan ke sebuah pohon besar yang tampak tak asing di matanya.Pohon sakura itu mengingatkan dirinya pada momen dulu sewaktu dia masih kecil saat bertemu dengan gadis yang selalu berdiri di bawah pohon itu.Daiki tengah terdiam berdiri di bawah pohon sakura yang mulai berguguran. Memandang ke tempat di mana dulu Daiki sering bertemu dengan teman kecilnya. Yukie terdiam sesaat dia pun sempat kehilangan Daiki yang hilang dari pandangannya, Yukie membuang pandangannya ke arah di mana Daiki menatap. Tepat di depan pintu masuk bekas taman hiburan itu dia teringat dengan teman kecil yang selalu membuatnya tersenyum. Yukie teringat kenangan di mana dia mendapat kalung dari teman kecilnya. “Ini, aku tidak tahu apa kalung ini berguna untukmu. Tapi kau boleh menyimpannya siapa tahu nanti ketika sudah besar kita bisa bertemu lagi. Dan jika saat itu terjadi aku pasti akan langsung mengenalimu karena kalung ini.”Kalimat itu terus terekam di otak Daiki, sampai sekarang dia masih berharap akan bisa bertemu dengan teman kecilnya di sini. Sementara Yukie pun sama, bayangan ketika anak kecil itu memberinya kalung masih terlihat jelas di benaknya.“Dulu, tempat ini menjadi tempat favorite anak-anak untuk pergi berlibur bersama keluarga mereka. Tapi sekarang taman ini ditutup karena tidak terawat lagi” Yukie mulai bercerita, bagaimana taman itu berubah menjadi lahan kosong yang sudah tak terpakai."Di sini dulu adalah tempat untuk setiap keluarga menghabiskan waktu bersama, taman ini akan menjadi ramai setiap akhir pekan" terulas senyum di bibir Yukie saat mengingat wajah anak kecil yang terlintas di benaknya.
Tak lama kemudian dia melanjutkan ceritanya. Daiki yang mulai tertarik dengan ceritanya pun menoleh menatap wajah Yukie dari samping. Untuk sesaat dia memang mendengar jelas apa yang diceritakan gadis itu. Namun wajah Yukie yang berseri mampu mengalihkan perhatiannya.Hujan bunga sakura menambah pemandangan di depannya semakin terlihat indah. Senyum tipis seketika terulas di bibir Daiki, raut wajahnya langsung terpaku ketika melihat raut wajah Yukie berseri-seri. Senyum itu senyum yang tak pernah terlihat sebelumnya. Yukie telah selesai bercerita, dia pun menoleh kearah Daiki yang sedang melamun menatap kearahnya.“Kau mendengar ceritaku?” sahut Yukie saat melihat Daiki melamun karena dirinya.“Hei!!” bentak Yukie, seketika langsung membuat Daiki tersadar dari lamunan. Senyum tipis itu menghilang seketika dari wajah Daiki.Ghm!!Daiki berdehem mencairkan suasana canggung, Lelaki itu kemudian membuang pandangannya ke arah lain.“Cepatlah, aku harus memastikan kalau kau sampai di rumah dengan selamat!” ucapnya sembari melangkah pergi begitu saja."Kenapa dengannya?"
*****************
Mereka melewati jalanan sepi yang semakin jauh dari perkotaan. Daiki mulai nampak melihat ke sekitar. Jalan itu seperti tak asing baginya. Walaupun banyak yang berubah mulai dari pepohonan yang tumbuh di tepi jalan lalu papan penunjuk arah serta bangunan di sepanjang jalan itu tak membuat Daiki lupa kalau dulu dia pernah melewatinya.Seperti dejavu, seakan Daiki merasa pernah berjalan beriiringan dengan Yukie sebelumnya di waktu lampau melewati jalan yang sama.
Yukie mulai merasa aneh dengan Daiki yang celingukan seperti orang kebingungan.“Kenapa? Kau kenapa?” Yukie mulai penasaran saat Daiki nampak melihat, mengawasi keadaan di sekitar dengan pandangan menyelidik. “Mmm, tidak! Tidak apa-apa!” Daiki masih ragu, tak sepenuhnya dia ingat dengan jalan di sana. Diam-diam sembari melangkah Daiki selalu menyelidik ke setiap gang yang mengingatkannya pada jalan di mana saat waktu dia masih kecil pernah melewatinya ketika mengantar gadis kecilnya kembali ke rumah. Semakin ke dalam semakin membuat Daiki yakin, terlebih lagi saat melihat gang buntu sebelum menuju ke rumah Yukie. Melihat gang itu Daiki pun sempat terdiam sejenak.Meyakinkan diri bahwa apa yang di pikirkan betul adanya. Lagi-lagi Yukie melirik dengan alis menyatu disertai kening berkerut.“Kau ini kenapa si?? Hari ini kau aneh sekali! Daiki?" Tak mau ambil pusing, Yukie kemudian memilih untuk membahas perihal tugas biologi."Besok minggu kau dan Ginji atur saja di mana kita bertemu untuk melakukan riset tugas biologinya” gadis itu melangkah meninggalkan Daiki yang masih terpaku. Namun ocehannya tak di gubris oleh Daiki. Untuk lebih memastikan akhirnya Daiki pun bertanya.“Di mana rumahmu?” Pertanyaan yang terlontar dari mulut Daiki membuat Yukie menghentikan langkahnya berubah pelan, dia menoleh lalu menggerakkan tangannya menunjuk ke arah sebuah rumah. “Hmm? Rumahku... di sana!” tunjuknya pada sebuah gang yang terdapat di ujung jalan. Daiki menoleh menatap gang itu seketika bayangan waktu dia kecil saat mengantar kembali teman gadisnya ke rumah berbayang di benaknya. Perlahan bayangan wajah gadis itu menghilang dan berubah menjadi wajah Yukie yang tiba-tiba muncul di hadapannya sembari melambaikan tangan tepat di depan wajah Daiki. “Hei hei!! Hari ini kau salah minum obat ya? Kenapa kau terlihat aneh sekali hari ini?” Yukie mencoba membuyarkan lamunannya. Akan tetapi tiba-tiba Daiki meraih tangan Yukie mencengkeramnya dengan erat. Matanya menatap tajam kedua mata Yukie dengan penuh harap namun ekspresi wajahnya tak terbaca.Yukie kebingungan saat melihat raut wajah Daiki berubah aneh, matanya kini tertuju pada cengkeraman tangan Daiki yang masih bertahan di tangannya.
“Kau... benarkah, kalau kau gadis kecil itu?”Bayangan wajah gadis kecil itu terlintas di benaknya namun tidak lama wajahnya berbayang dan berganti dengan wajah Yukie yang tepat berada di depan matanya."Apa kau bilang? Gadis kecil, Apa maksudmu?" Yukie terlihat bingung tak mengerti apa yang diucapkan oleh Daiki."E... lupakan!" dia kembali berjalan sambil terus memikirkan dan mengingat tentang masa lalu.“Dia Kenapa sih, hari ini sangat aneh sekali!" gumam Yukie sembari mempercepat langkahnya yang tertinggal oleh Daiki.Sesampainya di ujung jalan Daiki terpaku melihat pintu yang sama persis dengan yang ada di bayangannya.Langkah Yukie terhenti tepat di depan pintu itu kemudian berucap Kepada Daiki."Kau hanya bisa mengantarku sampai disini, kau tidak bisa masuk!”Lamunannya terbuyarkan oleh ucapan Yukie."Lagi pula siapa yang ingin masuk ke dalam?" Sahut Daiki.Mereka pun terdiam sejenak membuat suasana menjadi canggung sementara Daiki mula
Daiki sengaja membelikan ponsel untuk Yukie karena baginya itu akan mempermudahkan untuk mereka berdua saling menghubungi satu sama lain. Namun ternyata Yukie menolak pemberian ponsel darinya."Maaf aku tidak bisa menerima ponsel ini" Yukie mengembalikan ponsel pemberian dari Daiki dia mendorong paperbag itu kembali ke arahnya.Daiki yang nampak duduk santai di bangkunya hanya melirik kearah paper bag di atas meja. Dia terlihat kesal karena Yukie menolak ponsel darinya namun dia terlalu pandai menyembunyikan perasaan tak sukanya.Mengingat bahwa Yukie tadi pagi sempat tersenyum kearah Daisuke, Daiki pun kemudian berbohong bahwa ponsel itu adalah pemberian kakaknya."Ponsel itu bukan dariku!” dia terpaksa melakukan itu, karena Daiki ingin sekali Yukie menerima ponsel darinya.Seperti dugaannya, Yukie langsung bereaksi senang namun itu membuat Daiki semakin kesal."Apa kau bilang? Ponsel ini dari kakakmu?" raut wajahnya pun bahkan nampak ter
Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, ketinggian gunung Inasa yang tak lebih dari 400 meter itu menjadi pilihan mereka.Walaupun mereka tak perlu mendaki sampai ke puncak namun cukup berada di kaki gunung Inasa untuk mencari beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang mereka butuhkan.Sesampainya di sana cuaca tak mendukung langit mulai gelap bahkan kabut mulai menurun. Mereka bertiga berjalan menyusuri kaki gunung, beruntung di sana sudah terdapat bekas jalan kaki setapak yang biasanya dilewati oleh para pendaki. Sehingga mereka tak perlu kesusahan untuk menuju ke hutan yang lebih dalam.Semakin masuk ke dalam tekstur jalan semakin becek dan ada lumpur bercampur air. Yukie bertugas mencari contoh tumbuhan sementara Ginji bertugas mencari hewan kecil yang jarang di temui. Sedangkan Daiki mengambil tugas paling mudah. Dia hanya berdiri sembari mengambil foto untuk dokumentasi tugasnya.Tampak Daiki sesekali terdiam menikmati rasa perih bercamp
Daiki berlari membelah hujan mendatangi tempat-tempat yang tadi sempat di datangi oleh mereka berharap Daiki akan menemukan kalung yang entah bentuknya seperti apa, namun Daiki tetap terus berusaha mencarikan kalung milik Yukie.Terlihat Daiki mengelilingi tempat pertama kali mereka datang, dia membungkuk mencari siapa tahu kalung itu jatuh dan tertimbun dedaunan. Benar-benar seperti menjadi jarum di tumpukan jerami.Tempat itu sangat luas Daiki sempat beberapa kali memutari tempat itu sampai nafasnya terengah-engah.Terakhir dia naik ke atas ke tempat terakhir mereka kunjungi. Daiki mencoba mengingat-ingat di mana saja Yukie sempat berdiri.“Di mana kalungnya?? Kenapa susah sekali mencari kalungnya?” Daiki hampir menyerah karena cuaca semakin dingin.Rasa dingin yang merasuk ke dalam tubuhnya tak seperti biasa, kali ini rasanya sangat menusuk sampai ke dalam tulang membuat tubuhnya menggigil.Rambutnya telah basah kuyup, bibirnya samp
Ting tong!Yukie sempat ragu untuk datang menjenguk Daiki, namun mengingat lelaki itu terluka karenanya sehingga mau tak mau dia akhirnya datang ke rumah Daiki setelah mendengar kabar dari Ginji kalau Daiki telah pulang dari Rumah Sakit.Cklek!Emiko membuka pintu setelah mendengar bel berbunyi, melihat wajah asing berdiri di depan pintu, Emiko pun bertanya.“Kau siapa?”“Oh, maaf aku lupa memperkenalkan diri. Aku Yukie Matsuda” dia membungkukkan badannya ke Emiko sebagai salam perkenalan.“Oh, aku Emiko... ada yang bisa aku bantu?” Emiko mulai menyelidik ke arah Yukie dari ujung rambut hingga kaki.“Umm, aku” belum selesai berucap, Yukie mendengar suara Daisuke dari arah dalam.“Siapa yang datang?” sahutnya Daisuke kemudian.“Aku tidak tahu, kak. Sepertinya temanmu atau teman Kak Daiki” ucap Emiko sembari membuka pintu lebih lebar.“Yukie?” Daisuke terlihat senang
"Anak yang ada di foto ini, apakah itu kau dan Daisuke?” pertanyaan Yukie masih menggantung di udara bahkan ketika kedua kalinya pertanyaan itu terlontar dari mulutnya Daiki masih diam membisu."Daiki!!" Yukie duduk di bibir ranjang, menatap wajah Daiki dengan tatapan tajam penuh harap menunggu jawaban dari pertanyaannya.Bimbang, saat inilah yang sedang di rasakan oleh Daiki. Antara ingin menjawab, keraguan itu bergelayut di hatinya.Namun karena Yukie sudah melihat foto itu mau tak mau Daiki pun mengakuinya.“Iya, anak kecil yang ada di foto itu adalah aku dan kakakku" Daiki mengalihkan pandangannya ke mata Yukie yang nampak berbinar.Gadis itu terlihat sangat bahagia senyum lebar kemudian terulas di bibirnya."Ya ampun kenapa kau tidak bilang padaku dari awal!" Yukie meletakkan kembali foto itu diatas nakas."Aku harus mengatakan apa? Aku tahu kalau kau gadis kecil itu juga setelah menemukan kalung itu kalau aku tidak menemukanny
Keesokan harinya Daiki berangkat sekolah seperti biasa namun saat ingin masuk ke dalam kelas dia langsung dihadang oleh Kira dan Murakami, Kakak kelasnya.Gadis yang tingginya sebahu Daiki itu bersandar di gawang pintu.“Daiki?” sapanya.Daiki langsung terpaku dengan wajah malas dia hanya menggerakkan bola matanya melirik kearah gadis itu.“Siapa kau?"Kira terkekeh geli bercampur kesal saat sadar ternyata Daiki belum mengenalnya."Aku yang menitipkan coklat kemarin pada teman sebangkumu, apa dia tidak memberikan coklat itu padamu?"Daiki semakin malas bahkan sepertinya berbicara dengan Kira hanya membuang-buang waktunya saja maka memilih untuk tak menghiraukan gadis itu adalah pilihan yang tepat."Menyingkirlah kau menghalangi jalanku!" Daiki kemudian mendorong bahu kira dengan tubuhnya saat ingin masuk ke dalam kelas.Gadis itu melirik dengan tatapan kesal karena tak menyangka bahwa Daiki pun akan b
“Daiki lepas!” Yukie mencoba menepis tangan Daiki yang masih merangkul bahunya.Lelaki itu hanya terdiam membuang pandangannya ke arah lain.“Kenapa?”“Jangan lakukan itu lagi di depan Daisuke!” Yukie nampak kesal seolah dia tak nyaman dengan perlakuan Daiki yang seakan di sengaja saat berada di depan Kakaknya.Daiki menghela nafas panjang kemudian berucap dengan nada berat.“Aku tahu... memangnya kenapa?” tatapannya berubah malas saat melihat Yukie, gadis itu membuatnya cemburu karena sikapnya saat berada di depan Daisuke dan saat sedang bersamanya sungguh sangat berbeda.Yukie akan menjadi lebih sopan dan lembut ketik ada di depan Daisuke namun saat berdua dengannya, Yukie seakan memperlihatkan sisi kasar dan cuek kepada Daiki.Lelaki itu tahu dan sadar kalau Yukie sepertinya memiliki perasaan kepada Kakaknya, namun sebelum mendengar pengakuan sendiri dari mulut Yukie, Daiki tak akan berpikir lebih.“Katakan