Daiki sengaja membelikan ponsel untuk Yukie karena baginya itu akan mempermudahkan untuk mereka berdua saling menghubungi satu sama lain. Namun ternyata Yukie menolak pemberian ponsel darinya.
"Maaf aku tidak bisa menerima ponsel ini" Yukie mengembalikan ponsel pemberian dari Daiki dia mendorong paperbag itu kembali ke arahnya. Daiki yang nampak duduk santai di bangkunya hanya melirik kearah paper bag di atas meja. Dia terlihat kesal karena Yukie menolak ponsel darinya namun dia terlalu pandai menyembunyikan perasaan tak sukanya. Mengingat bahwa Yukie tadi pagi sempat tersenyum kearah Daisuke, Daiki pun kemudian berbohong bahwa ponsel itu adalah pemberian kakaknya."Ponsel itu bukan dariku!” dia terpaksa melakukan itu, karena Daiki ingin sekali Yukie menerima ponsel darinya. Seperti dugaannya, Yukie langsung bereaksi senang namun itu membuat Daiki semakin kesal."Apa kau bilang? Ponsel ini dari kakakmu?" raut wajahnya pun bahkan nampak terAkhirnya mereka sampai di tempat tujuan, ketinggian gunung Inasa yang tak lebih dari 400 meter itu menjadi pilihan mereka.Walaupun mereka tak perlu mendaki sampai ke puncak namun cukup berada di kaki gunung Inasa untuk mencari beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang mereka butuhkan.Sesampainya di sana cuaca tak mendukung langit mulai gelap bahkan kabut mulai menurun. Mereka bertiga berjalan menyusuri kaki gunung, beruntung di sana sudah terdapat bekas jalan kaki setapak yang biasanya dilewati oleh para pendaki. Sehingga mereka tak perlu kesusahan untuk menuju ke hutan yang lebih dalam.Semakin masuk ke dalam tekstur jalan semakin becek dan ada lumpur bercampur air. Yukie bertugas mencari contoh tumbuhan sementara Ginji bertugas mencari hewan kecil yang jarang di temui. Sedangkan Daiki mengambil tugas paling mudah. Dia hanya berdiri sembari mengambil foto untuk dokumentasi tugasnya.Tampak Daiki sesekali terdiam menikmati rasa perih bercamp
Daiki berlari membelah hujan mendatangi tempat-tempat yang tadi sempat di datangi oleh mereka berharap Daiki akan menemukan kalung yang entah bentuknya seperti apa, namun Daiki tetap terus berusaha mencarikan kalung milik Yukie.Terlihat Daiki mengelilingi tempat pertama kali mereka datang, dia membungkuk mencari siapa tahu kalung itu jatuh dan tertimbun dedaunan. Benar-benar seperti menjadi jarum di tumpukan jerami.Tempat itu sangat luas Daiki sempat beberapa kali memutari tempat itu sampai nafasnya terengah-engah.Terakhir dia naik ke atas ke tempat terakhir mereka kunjungi. Daiki mencoba mengingat-ingat di mana saja Yukie sempat berdiri.“Di mana kalungnya?? Kenapa susah sekali mencari kalungnya?” Daiki hampir menyerah karena cuaca semakin dingin.Rasa dingin yang merasuk ke dalam tubuhnya tak seperti biasa, kali ini rasanya sangat menusuk sampai ke dalam tulang membuat tubuhnya menggigil.Rambutnya telah basah kuyup, bibirnya samp
Ting tong!Yukie sempat ragu untuk datang menjenguk Daiki, namun mengingat lelaki itu terluka karenanya sehingga mau tak mau dia akhirnya datang ke rumah Daiki setelah mendengar kabar dari Ginji kalau Daiki telah pulang dari Rumah Sakit.Cklek!Emiko membuka pintu setelah mendengar bel berbunyi, melihat wajah asing berdiri di depan pintu, Emiko pun bertanya.“Kau siapa?”“Oh, maaf aku lupa memperkenalkan diri. Aku Yukie Matsuda” dia membungkukkan badannya ke Emiko sebagai salam perkenalan.“Oh, aku Emiko... ada yang bisa aku bantu?” Emiko mulai menyelidik ke arah Yukie dari ujung rambut hingga kaki.“Umm, aku” belum selesai berucap, Yukie mendengar suara Daisuke dari arah dalam.“Siapa yang datang?” sahutnya Daisuke kemudian.“Aku tidak tahu, kak. Sepertinya temanmu atau teman Kak Daiki” ucap Emiko sembari membuka pintu lebih lebar.“Yukie?” Daisuke terlihat senang
"Anak yang ada di foto ini, apakah itu kau dan Daisuke?” pertanyaan Yukie masih menggantung di udara bahkan ketika kedua kalinya pertanyaan itu terlontar dari mulutnya Daiki masih diam membisu."Daiki!!" Yukie duduk di bibir ranjang, menatap wajah Daiki dengan tatapan tajam penuh harap menunggu jawaban dari pertanyaannya.Bimbang, saat inilah yang sedang di rasakan oleh Daiki. Antara ingin menjawab, keraguan itu bergelayut di hatinya.Namun karena Yukie sudah melihat foto itu mau tak mau Daiki pun mengakuinya.“Iya, anak kecil yang ada di foto itu adalah aku dan kakakku" Daiki mengalihkan pandangannya ke mata Yukie yang nampak berbinar.Gadis itu terlihat sangat bahagia senyum lebar kemudian terulas di bibirnya."Ya ampun kenapa kau tidak bilang padaku dari awal!" Yukie meletakkan kembali foto itu diatas nakas."Aku harus mengatakan apa? Aku tahu kalau kau gadis kecil itu juga setelah menemukan kalung itu kalau aku tidak menemukanny
Keesokan harinya Daiki berangkat sekolah seperti biasa namun saat ingin masuk ke dalam kelas dia langsung dihadang oleh Kira dan Murakami, Kakak kelasnya.Gadis yang tingginya sebahu Daiki itu bersandar di gawang pintu.“Daiki?” sapanya.Daiki langsung terpaku dengan wajah malas dia hanya menggerakkan bola matanya melirik kearah gadis itu.“Siapa kau?"Kira terkekeh geli bercampur kesal saat sadar ternyata Daiki belum mengenalnya."Aku yang menitipkan coklat kemarin pada teman sebangkumu, apa dia tidak memberikan coklat itu padamu?"Daiki semakin malas bahkan sepertinya berbicara dengan Kira hanya membuang-buang waktunya saja maka memilih untuk tak menghiraukan gadis itu adalah pilihan yang tepat."Menyingkirlah kau menghalangi jalanku!" Daiki kemudian mendorong bahu kira dengan tubuhnya saat ingin masuk ke dalam kelas.Gadis itu melirik dengan tatapan kesal karena tak menyangka bahwa Daiki pun akan b
“Daiki lepas!” Yukie mencoba menepis tangan Daiki yang masih merangkul bahunya.Lelaki itu hanya terdiam membuang pandangannya ke arah lain.“Kenapa?”“Jangan lakukan itu lagi di depan Daisuke!” Yukie nampak kesal seolah dia tak nyaman dengan perlakuan Daiki yang seakan di sengaja saat berada di depan Kakaknya.Daiki menghela nafas panjang kemudian berucap dengan nada berat.“Aku tahu... memangnya kenapa?” tatapannya berubah malas saat melihat Yukie, gadis itu membuatnya cemburu karena sikapnya saat berada di depan Daisuke dan saat sedang bersamanya sungguh sangat berbeda.Yukie akan menjadi lebih sopan dan lembut ketik ada di depan Daisuke namun saat berdua dengannya, Yukie seakan memperlihatkan sisi kasar dan cuek kepada Daiki.Lelaki itu tahu dan sadar kalau Yukie sepertinya memiliki perasaan kepada Kakaknya, namun sebelum mendengar pengakuan sendiri dari mulut Yukie, Daiki tak akan berpikir lebih.“Katakan
Daiki memejamkan matanya, perlahan mendorong tubuh Yukie ke rak buku yang ada di belakangnya.Dengan kedua tangannya, Daiki meraih rahang Yukie memaksa gadis itu mengangkat wajahnya ke atas ketika Daiki melumat bibirnya semakin intens.Yukie tak mampu menolak ciuman itu, bibir Daiki yang sangat lembut serta aroma wangi tubuh Daiki membuatnya seolah dengan sengaja menghipnotisnya.Ketika Daiki meraih dagunya meminta agar Yukie membuka bibirnya karena ingin memainkan lidahnya di dalam mulut Yukie, seketika gadis itu tersadar dan langsung membuka mata.Yukie menarik kepalanya ke belakang menyudahi ciuman itu, Daiki mulai membuka matanya perlahan menatap wajah Yukie dengan lekat.“Apa yang baru saja aku lakukan??” bisik Yukie dalam hati sembari menundukkan kepala, menyembunyikan wajahnya dari Daiki.Melihat Yukie terdiam dan tak marah dengan apa yang dia perbuat pada gadis itu membuat Daiki melangkah maju se
Yukie duduk di sofa dengan obat di tangannya, melamun karena pikirannya sudah macam-macam karena Daiki bertelanjang dada di depannya dengan sikap yang tak seperti biasa karena terlihat lebih berani dan menggoda.“Kenapa? Kau pikir aku ingin melakukan apa padamu?” Daiki menahan senyumnya setelah melihat ekspresi wajah Yukie yang tampak lucu.“Tidak... aku hanya” karena malu Yukie pun memilih untuk mengalihkan pembicaraan.“Putar tubuhmu... aku akan bantu oles obatnya.”Daiki perlahan memutar tubuhnya memunggungi Yukie membiarkan gadis itu mengoleskan obat di sisa luka bakar yang belum sepenuhnya mengering.Yukie sempat terpaku menatap bekas luka yang membuat punggung Daiki menjadi terdapat bekas luka yang tak akan pernah menghilang selamanya. Yukie mengangkat wajahnya menatap Daiki dari arah belakang, memikirkan bahwa lelaki itu telah rela mengorbankan tubuhnya untuk seseorang