Daiki memejamkan matanya, perlahan mendorong tubuh Yukie ke rak buku yang ada di belakangnya.
Dengan kedua tangannya, Daiki meraih rahang Yukie memaksa gadis itu mengangkat wajahnya ke atas ketika Daiki melumat bibirnya semakin intens. Yukie tak mampu menolak ciuman itu, bibir Daiki yang sangat lembut serta aroma wangi tubuh Daiki membuatnya seolah dengan sengaja menghipnotisnya. Ketika Daiki meraih dagunya meminta agar Yukie membuka bibirnya karena ingin memainkan lidahnya di dalam mulut Yukie, seketika gadis itu tersadar dan langsung membuka mata. Yukie menarik kepalanya ke belakang menyudahi ciuman itu, Daiki mulai membuka matanya perlahan menatap wajah Yukie dengan lekat. “Apa yang baru saja aku lakukan??” bisik Yukie dalam hati sembari menundukkan kepala, menyembunyikan wajahnya dari Daiki. Melihat Yukie terdiam dan tak marah dengan apa yang dia perbuat pada gadis itu membuat Daiki melangkah maju seYukie duduk di sofa dengan obat di tangannya, melamun karena pikirannya sudah macam-macam karena Daiki bertelanjang dada di depannya dengan sikap yang tak seperti biasa karena terlihat lebih berani dan menggoda.“Kenapa? Kau pikir aku ingin melakukan apa padamu?” Daiki menahan senyumnya setelah melihat ekspresi wajah Yukie yang tampak lucu.“Tidak... aku hanya” karena malu Yukie pun memilih untuk mengalihkan pembicaraan.“Putar tubuhmu... aku akan bantu oles obatnya.”Daiki perlahan memutar tubuhnya memunggungi Yukie membiarkan gadis itu mengoleskan obat di sisa luka bakar yang belum sepenuhnya mengering.Yukie sempat terpaku menatap bekas luka yang membuat punggung Daiki menjadi terdapat bekas luka yang tak akan pernah menghilang selamanya. Yukie mengangkat wajahnya menatap Daiki dari arah belakang, memikirkan bahwa lelaki itu telah rela mengorbankan tubuhnya untuk seseorang
Daiki masih mencumbunya dengan lembut dengan tangan membelai lembut pipi Yukie, namun ketika mendengar suara ketukan pintu dia langsung menarik kepalanya menyudahi ciuman itu. Dia mengambil alih ponselnya dari tangan Yukie.Yukie sempat terpelongo karena Daiki tiba-tiba menjauh karena terlalu fokus dan menikmati permainan bibir Daiki, Yukie sampai tak menyadari kalau ada seseorang yang mengetuk pintu.Dari arah luar Daisuke membuka pintu namun ketika ingin melangkah masuk dia dikejutkan dengan Daiki yang tengah berdiri di dekat jendela sembari menerima panggilan dari seseorang.Bukan karena apa namun lelaki itu tak memakai baju apa lagi di depan Yukie.“Astaga!! Daiki!” Daisuke mempercepat langkahnya meletakkan nampan di atas meja kemudian mengambil kaos Daiki yang ada di sofa dan segera meminta adiknya itu untuk memakainya.“Apa yang ada di otakmu! Pakai bajumu!! Kau tidak punya malu bertelanjang dada di depan Yukie... dasar!” hardik Dai
“Ya! Akulah yang telah memberikan kalung itu padamu waktu kecil!”Hahahahah....Bukannya terkejut Yukie justru tertawa terbahak-bahak saat mendengar pengakuan dari Daiki. Menurut dirinya itu tak masuk akal Jika dilihat dari sikapnya ketika masih kecil dan kini Daiki yang sudah dewasa benar-benar sangat bertolak belakang."Kenapa kau tertawa?" Daiki membuang pandangannya ke arah lain karena kesal, maksud dan tujuannya ingin mengatakan kepada Yukie tentang kebenaran bahwa kalung itu memang dari dirinya tapi melihat reaksi Yukie yang benar-benar memang tak percaya dengan ucapannya membuat Daiki menjadi hilang semangat.Hahaha...Yukie masih terus tertawa namun saat melihat Daiki yang membuang muka membuat dirinya menjadi tak enak hati. Perlahan tawa pun menghilang dari bibirnya.Ghm!Yukie berdiam menetralkan suasana berharap Daiki tak merajuk karena dirinya yang tak percaya dan sempat menertawakannya.
“Bagaimana kalau kalung itu pemberian dariku??”Pengakuan Daiki semalam terngiang jelas di benak Yukie, semula dia tak percaya dengan ucapannya namun setelah melihat kalung milik Daisuke yang di kenakannya, Yukie tiba-tiba berpikir lain.Ingin rasanya memastikan dan bertanya kepada Daiki saat itu namun saat ingin melangkah seketika tubuhnya terpaku saat melihat kakak kelasnya yang bernama Kira itu datang menghampiri Daiki yang tengah duduk di bangku.Daisuke melirik kearah jam yang melingkar di tangannya kemudian dia berpamitan kepada Yukie karena harus segera pergi.“Mmm, aku tinggal dulu ya. Masih banyak tugas yang harus aku selesaikan” Daisuke mengusap ujung kepala Yukie yang di saksikan oleh Daiki dari kejauhan.“Umm! Iya Kak.”“Oh ya... akhir pekan nanti jangan lupa, aku akan menjemputmu.”“Iya, Kak... terima kasih untuk minumannya” senyum Yukie mengiri kepergian Daisuke.Merasa kesal karen
“Kenapa kau tidak makan?” Daisuke mengajak Yukie ke suatu tempat untuk makan malam bersama, di sana mereka bisa melihat galaksi bintang dengan mata telanjang namun tempat itu menyediakan teropong agar para pengunjung bisa lebih melihat dengan jelas. Melihat Yukie lebih banyak melamun Diasuke berpikir kalau gadis itu tak menyukai makanannya maka dia berinisiatif memesankan makanan lain untuk Yukie.“Apa kau tidak suka makanannya? Kalau iya aku akan memesan yang lain.” Daisuke kemudian mencari pelayan, dan ketika melihatnya dia kemudian berseru.“Permisi” dia telah mengangkat tangannya dia bermaksud mengundang pelayan namun ternyata Yukie menolak. “Tidak perlu, mmm... aku menyukai makanannya, jadi kau tidak perlu memesan yang lain” karena merasa tidak enak hati Yukie kemudian melahap makanannya agar Daisuke tak berpikir macam-macam. Karena memang sebenarnya saat itu Yukie sedang melamun memikirkan siapa sebenarny
Yukie terdiam saat pertanyaan terlontar dari mulut Daiki. Lidahnya seketika kelu seakan tak dapat berucap.“Apa?” ucapnya lirih. Pandangan Daiki tak pernah berubah, dia masih menatap Yukie dengan tatapan matanya yang nanar.“Kau... menyukai Kakakku?”Melihat ekspresi kebingungan di wajah Yukie, Daiki seakan bisa menebak kalau gadis itu tak bisa menjawab pertanyaannya. Dengan begitu dia mengambil keputusan sendiri bahwa Yukie sepertinya memang memiliki perasaan kepada Daisuke, mengingat juga bahwa gadis itu menganggap kalau Kakaknyalah yang memberikan kalung itu padanya membuat dugaan Daiki kepada Yukie semakin kuat..“Lupakan pertanyaanku! Kau ingin tahu siapa anak kecil yang memberimu kalung, bukan?” “He? E... i.iya” jawabnya terbata. Yukie semakin bingung karena Daiki tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. “Kenapa kau tiba-tiba ingin tahu? Bukankah kau bilang kalau Daisuke yang telah memberikan kalung itu
Sebentar lagi Olimpiade akan segera dimulai, setiap wali kelas meminta kepada murid untuk semakin giat berlatih.Yukie terlihat berlari mengelilingi lapangan sementara di sisi lain Daiki bersama club kesatuan basket kelasnya sedang berlatih.Berkali-kali Yukie mengelilingi lapangan beberapa putaran, nafasnya terengah-engah bersamaan dengan peluh yang mengumpul menjadi satu di dagu hingga berjatuhan. Yukie mencoba untuk fokus ke depan namun terkadang matanya tak bisa diajak kompromi.Daiki yang berada di tengah lapangan sibuk berlatih selalu menarik perhatiannya.“Fokus Yukie fokus!” ucapnya kepada diri sendiri. Yukie tak bisa tenang dan masih gelisah karena sikap Daiki yang berubah. Lelaki itu bahkan terlihat cuek tak peduli dengan dirinya. Daiki benar-benar berubah seperti orang yang tak mengenal dirinya sama sekali. Kesal? Jelas, Yukie ingin marah juga geram tapi, bagaimana bisa dia melakukan itu sementara
Satoshi sangat senang mendengar Emiko berkata ingin bertemu dengan Istrinya, lelaki itu sangat antusias sepanjang jalan menuju ke rumah, senyum Satoshi bahkan sepertinya telah di lem karena tak pernah hilang dari wajahnya. Setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah Satoshi bergegas turun cepat-cepat dia membuka pintu saat Emiko tengah sibuk memandangi rumah dari balik kaca. Rumahnya tak terlalu besar tapi saat melihatnya Emiko merasa begitu tenang. “Silakan, Nona” Satoshi memintanya turun dari mobil. Setelahnya berlari kecil menuju ke pintu lalu membukanya. “Istriku, coba lihat siapa yang datang!” seru Satoshi, dia melangkah menuju ke kamar menemui Istrinya. Emiko berdiri di tengah pintu, matanya sudah tertuju pada ruangan bagian dalam. Mengamati setiap detail rumah milik Satoshi yang selama ini mengabdikan hidup pada keluarganya. Kakinya melangkah masuk hingga akhirnya terhenti di depan meja di mana terdapat banyak foto keluarga namun lebih terlihat s