“Dia,” lirih Sonya dengan netra membola. Ia melihat wajah seseorang yang sangat dikenalnya. Laki-laki yang telah menghancurkan hidup dan masa depannya.
Para wartawan tampak bertanya mengenai kasus sengketa hukum yang tengah ditangani oleh Oliver. Mereka bahkan terlihat sangat antusias untuk menggali informasi hasil persidangan hari ini.
“Tuan Oliver, apa Anda puas dengan jalannya persidangan hari ini?” tanya seorang wartawan dengan tatapan serius.
“Tidak, saya belum puas dengan hasil persidangan hari ini. Dens Company harus membayar sesuai dengan tuntutan yang kami ajukan.” Oliver menjawab pertanyaan wartawan dengan nada tegas. Laki-laki itu menunjukkan wibawanya di hadapan para wartawan yang ada di sana.
“Baiklah, menurut Anda, bagaimana kalau Dans Company tidak bersedia membayar kerugian yang diderita oleh Brench Group?” ucap sang wartawan dengan nada penuh semangat.
“Saya sudah menyiapkan langkah hukum selanjutnya untuk menghadapi Brench Group. Saya rasa sudah cukup, saya harus kembali ke kantor!” Oliver segera melangkah meninggalkan kerumunan wartawan yang masih berusaha mewawancarainya. Laki-laki itu bahkan terlihat sangat mempesona dengan balutan jas yang menempel di tubuhnya.
Oliver tampak menghela napas lega, ketika dirinya sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraannya bergerak secara perlahan, membelah kerumunan para wartawan yang masih berkumpul di sana.
Sonya terdiam dengan mulut terbuka. Ternyata, Oliver bukanlah orang sembarangan. Laki-laki itu berprofesi sebagai seorang pengacara yang sudah menangani banyak kasus sengketa perusahaan-perusahaan terkemuka. Tiba-tiba, dirinya merasa bodoh. Bagaimana mungkin, dirinya tidak menyadari sosok seorang Oliver? Seharusnya ia sadar, siapa orang yang tengah ia hadapi sekarang ini.
“Bu, kenapa dirimu tega berbuat seperti ini? Kenapa dirimu tidak memikirkan nasib yang akan menimpaku?” lirih Sonya dengan netra berkaca-kaca. Wanita itu menangis sambil memeluk lututnya. Bayangan buruk malam itu, kembali menari-nari di pelupuk matanya.
Sonya perlahan-lahan mengangkat wajahnya. Ia segera bangkit dan berjalan menuju ke cermin yang berukuran cukup besar dan menatap pantulan wajahnya di sana. Lingkaran mata panda yang menghitam dan wajah kuyunya, menandakan kalau hidupnya sedang tidak baik-baik saja.
“T-tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku harus menunjukkan kepada laki-laki brengsek itu, bahwa aku kuat dan aku bukan wanita lemah!” ucap Sonya dengan tatapan lekat.
Dengan tangan bergetar, ia mengambil sisir yang ada di meja dan mulai menyisir rambutnya. Wanita itu tersenyum kecil dan berusaha menghibur dirinya. Kegagalannya dalam pernikahan, membuat Sonya merasa patah hati dan putus asa. Namun, kali ini dirinya harus mencoba bangkit dan melupakan semuanya.
***
Pagi ini, Sonya sengaja bangun lebih awal. Ia harus melupakan semua hal buruk yang menimpa dirinya. Meski ini tidak mudah, hidup harus tetap berjalan dan ia harus menujukkan kalau dirinya baik-baik saja.
Setelah bersiap-siap, Sonya segera menemui Dayana yang tengah duduk di meja makan. Wanita itu sudah menyiapkan sarapan untuk putrinya. Meski hubungan mereka sedang kurang baik, Dayana masih bersikap seperti biasa.
“Sonya, apa kamu yakin akan pergi ke kantor?” tanya Dayana dengan tatapan penuh perhatian. Wanita itu tengah mencemaskan keadaan putrinya.
“Bu, aku baik-baik saja. Jadi, jangan mengkhawatirkan aku!” Sonya berbicara dengan nada dingin. Ia masih merasa kesal dengan sikap keras kepala Dayana.
“Sonya, Ibu hanya tidak ingin terjadi apa-apa denganmu. Jadi, tolong pahami perasaan Ibu.” Dayana berbicara dengan tatapan lekat. Wanita itu mengusap lembut puncak kepala putrinya.
“Bu, kalau memang Ibu sangat menyayangiku, tolong tinggalkan Paman James. Biarkan dia kembali kepada keluaraganya.” Sonya berbicara dengan tatapan lekat. Ia bahkan memohon kepada Dayana untuk meninggalkan James, pria yang akhir-akhir ini kerap mendatangi ibunya.
“Sonya, kamu tidak tahu apa-apa. Kamu boleh meminta apa saja, namun jangan paksa Ibu untuk meninggalkan James.” Dayana berbicara dengan netra berkaca-kaca. Ada sesuatu yang tengah disembunyikan di balik netranya.
Sonya hanya menghela napas, rasa kecewa kembali melanda hatinya. Dayana bahkan menolak untuk meninggalkan James yang jelas-jelas telah memiliki keluarga dan seorang putra. Sonya hanya takut, kalau Oliver benar-benar melakukan ancamannya.
“Sonya, kamu tidak akan paham dengan perasaan Ibu.” Dayana kembali berbicara dengan netra berkaca-kaca. Ada rasa sedih yang tergambar jelas di wajah wanita itu.
Sonya segera mengakhiri kegiatan sarapannya. Selera makannya menghilang entah ke mana, ketika Dayana kembali menolak permintaannya. Wanita itu memang egois dan tega mengorbankan masa depannya.
“Bu, aku berangkat!” ucap wanita itu dengan nada ketus. Ia segera berlalu dari hadapan Dayana dan menyisakan rasa kecewa di wajah ibunya.
Sonya kembali meneteskan air mata ketika mengingat pertengkarannya dengan ibunya. Ia merasa wanita itu lebih menyayangi James, pria selingkuhannya. Daripada dirinya yang jelas-jelas adalah anak kandungnya.
Sebuah mobil menghampiri Sonya, lalu mempersilakan wanita itu untuk masuk ke dalam.
Sonya yang menyadari keberadaan sang sopir taksi, segera menghapus air matanya. Ia berusaha terlihat baik-baik saja dan segera masuk ke dalam mobil. Wanita itu duduk di kursi penumpang dan meminta sang sopir untuk mengantarkan ke tempat tujuan.
“Tolong antarkan saya ke RC Company,” ucap Sonya dengan nada ramah.
“Baik, Nona.” Sopir itu tampak patuh dan segera mengemudikan kendaraannya sesuai dengan tujuan yang disebutkan oleh Sonya.
Sepanjang jalan, Sonya masih tampak fokus dengan pemandangan di luar sana. Mobil-mobil yang melaju, seakan menjadi daya tarik tersendiri untuknya. Sonya sesekali tersenyum melihat lalu lalang kendaraan yang melintas. Wanita itu mengingat kembali masa-masa indahnya bersama Rafael. Andai saja semuanya dapat terulang kembali, mungkin Sonya akan memilih Rafael sebagai pendamping hidupnya.
Mobil telah berhenti di sebuah gedung dengan bangunan yang menjulang. Sonya segera turun dan mengembuskan napas kasar. Wanita itu tengah berusaha mengumpulkan keberaniannya melangkahkan kaki ke dalam RC Group.
Ketika Sonya baru memasuki lobi, seluruh mata tertuju padanya. Wanita itu terlihat tidak nyaman dan berusaha mengabaikan seluruh pasang mata yang mengawasi pergerakannya.
“Lihat, dia memang gadis tidak tahu malu. Bagaimana bisa, dia datang ke kantor mantan tunangannya?” bisik seorang pegawai yang tengah berdiri di depan lift.
“Ya, kamu benar. Kalau aku yang telah berbuat seperti itu, mungkin aku sudah tidak mempunyai muka lagi di hadapan Tuan Arga dan putranya.” Wanita itu berbicara sambil melemparkan tatapan yang begitu tajam kepada Sonya.
Sonya hanya menghela napas dan berusaha mengabaikan gunjingan yang dilakukan oleh para pegawai di sana. Ia bahkan tidak peduli ketika orang-orang terus menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Sonya membuka pintu ruang kerjanya. Wanita itu mengembuskan napas kasar untuk menormalkan detak jantunya.
“Semua akan baik-baik saja, Sonya!” ucap wanita itu sambil meyakinkan dirinya.
Setelah Sonya membuka pintu, tiba-tiba netranya membola. Ia sangat terkejut dengan pemandangan di hadapannya.
DEG!
***
Bersambung
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah