Share

Kamu Tidak Bisa Lari Dariku

“Kenapa kamu masih berani menemui Rafael? Apa kamu tidak takut rahasia kita akan terbongkar?” ucap Oliver dengan nada dingin. Laki-laki itu bahkan terlihat sangat puas melihat ekspresi keterkejutan di wajah Sonya. 

“R-rahasia?” lirih Sonya dengan tubuh bergetar. Terbayang sudah, kejadian demi kejadian yang telah menimpa dirinya. Ia bahkan tidak mampu berkata-kata dengan netra berkaca-kaca.

“Cepat masuk!” perintah Oliver dengan nada dingin. Laki-laki itu bahkan berbicara dengan tatapan lurus ke depan.

Sonya menggeleng dan tetap berdiri di tempatnya. Ia bahkan tidak sudi untuk duduk bersama laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya.

“Apa kamu ingin mati kedinginan?” ucap Oliver dengan nada penuh penekanan.

Sonya tampak terkejut dengan ucapan Oliver. Hujan turun semakin deras disertai suara petir yang menggelegar, tubuh Sonya bahkan sudah menggigil hebat. Wanita itu masih terus berkeras untuk menolak tawaran Oliver.

“Baiklah, kalau kamu terus berkeras, aku akan pergi meninggalkanmu!” ucap Oliver dengan nada datar. Ia bahkan sudah bersiap memacu kendaraannya untuk meninggalkan Sonya yang masih berdiri di tepi jalan.

“T-tunggu!” seru Sonya dengan bibir bergetar. Wanita itu tampak menggigil hebat karena hujan yang turun dengan derasnya.

Oliver tersenyum miring, ia sangat yakin kalau Sonya pasti akan menerima tawarannya. Gadis lemah seperti Sonya, sudah pasti tidak memiliki kekuatan untuk memberontak kepadanya. Hal ini, membuat Oliver merasa menang. 

Sonya segera masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Oliver dengan tatapan waspada. Wanita itu hanya beraharap, semoga saja Oliver tidak akan mengulangi perbuatannya.

Laki-laki itu melepaskan jasnya dan memberikannya kepada Sonya. Oliver memang membenci Sonya, namun dirinya tidak tega melihat kondisinya yang cukup memprihatinkan.

“Pakailah, mungkin ini akan sedikit menghangatkanmu!” Oliver memberikan jasnya kepada Sonya. Ia sudah bersiap untuk melajukan kendaraannya.

“A-aku tidak butuh benda ini!” ucap Sonya dengan tubuh yang menggigil. Sungguh, nasibnya benar-benar malang. Pria iblis itu sepertinya tidak pernah puas untuk mengganggu kehidupannya.

“Baiklah, kalau terjadi apa-apa denganmu, jangan salahkan aku. Aku bahkan tidak segan-segan membuang tubuhmu ke hutan atau ke kandang singa!” ucap Oliver dengan nada santai. Ia bahkan tidak memedulikan ekspresi ketakutan di wajah Sonya.

Dengan cepat, Sonya meraih jas milik Oliver. Wanita itu segera memakainya dan tanpa sadar, indra penciumannya menghirup aroma khas yang mampu menenangkan perasaannya. ya, aroma kayu yang maskulin dan mampu membuat Sonya terhanyut untuk sesaat.

Oliver melirik ke samping, laki-laki itu melihat gerak-gerik Sonya yang tidak biasa.

“Kenapa dengan jas milikku? Apa kamu menyukainya? Atau jangan-jangan, kamu sedang membayangkan diriku?” ucap Oliver dengan nada sinis.

Sonya tampak menghela napas dan menundukkan wajahnya. Kalau saja dirinya tidak sedang terpojok, mungkin ia tidak akan pernah sudi untuk berada di dalam satu mobil bersama pria yang sudah menghancurkan masa depannya.

“Aku lupa kalau ibumu adalah wanita penggoda, jadi rasanya wajar kalau kamu mengikuti jejaknya.” Oliver terkekeh dengan senyum merendahkan. Ia menganggap Sonya sama saja seperti Dayana.

“Tuan, cukup. Ibuku memang bersalah namun, aku mohon berhentilah untuk menghakiminya!” Sonya tampak kesal. Dadanya bergemuruh hebat mendengar hinaan demi hinaan yang keluar dari mulut Oliver.

Bukannya meminta maaf, laki-laki itu kembali fokus mengemudikan kendaraannya. Ia bahkan tidak peduli dengan kemarahan yang ditunjukkan oleh Sonya.

Setelah hampir satu jam berjibaku di tengah kemacetan ibu kota. Akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Oliver telah sampai di depan rumah Sonya. Laki-laki itu tampak tersenyum untuk sesaat dan mengamati rumah Sonya yang tampak lengang.

“Bagaimana reaksi ibumu kalau tahu kita telah menghabiskan malam yang begitu indah?” bisik Oliver dengan nada penuh semangat. Ia bahkan terlihat sangat puas melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Sonya.

“Tuan, berhenti mengganggu dan menyakitiku. Apa Anda belum puas menyiksa dan menghancurkan masa depanku?” Sonya berbicara dengan nada tinggi. Ia bahkan merasa marah mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Oliver.

“Menghancurkan? Ini belum apa-apa, Manis. Masih banyak kejutan-kejutan lain di depan sana. Sampaikan kepada ibumu, kalau kita telah menghabiskan malam bersama!” bisik Oliver dengan nada penuh penekanan. Hatinya merasa bahagia melihat ekspresi wajah Sonya yang tertekan.

“Dasar pria iblis. Aku tidak akan memaafkanmu!” seru Sonya dengan tatapan nyalang. Untuk ke sekian kalinya, Oliver merendahkan dirinya dan mencabik-cabik harga diri wanita itu. Hanya tangis penyesalan yang kini terlihat jelas di wajah Sonya.

Sonya segera keluar dan berlari meninggalkan Oliver yang masih tersenyum dengan pongahnya. Wanita itu bahkan merasa menyesal karena telah menerima tawaran laki-laki itu.

Dengan tubuh basah kuyup, Sonya segera membuka pintu rumahnya. Ia mengembuskan napas kasar ketika mengingat semua penghinaan yang dilakukan oleh Oliver. Kalau saja dirinya memiliki keberanian lebih, mungkin ia akan menghabisi laki-laki itu dengan tangannya.

“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” tanya Dayana dengan wajah terkejut. Ia merasa iba melihat putrinya yang tampak basah kuyup oleh air hujan yang membasahi tubuhnya.

“Ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab singkat pertanyaan  ibunya. 

Dengan sigap, Dayana segera memberikan handuk kering kepada putrinya. Ia terlihat sangat khawatir dengan kondisi Sonya.

“Sonya, lebih baik segera keringkan tubuhmu. Ibu takut kalau kamu  sakit.” Dayana memberikan handuk itu kepada putrinya. Ia segera pergi ke dapur untuk membuatkan segelas teh hangat untuk Sonya.

Sonya tampak tidak peduli dengan perhatian yang diberikan oleh Dayana. Rasa sakit dan kecewa di dalam hatinya teramat dalam sehingga menimbulkan kebencian di hatinya.

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Sonya segera menuju ke meja makan. Rasa lapar yang begitu menyiksa, membuat wanita itu melangkahkan kakinya dengan tergesa.

Sesampainya di meja makan, Sonya melihat Dayana yang tampak sibuk menyiapkan makanan. Wanita itu tersenyum lembut dengan kehadiran putrinya di sana.

“Sonya, Ibu sudah membuatkan segelas teh hangat. Ibu juga sudah menyiapkan semangkuk sup untuk menghangatkan tubuhmu!” Dayana berbicara dengan penuh perhatian. Ia tahu kalau Sonya sedang tidak baik-baik saja.

Sonya hanya terdiam sambil menyesap segelas teh hangat di hadapannya. Ia bahkan terlihat mengabaikan keberadaan Dayana.

“Bu, bagaimana hubunganmu dengan Paman James?” tanya Sonya dengan tatapan dingin.

“K-kenapa kamu bertanya seperti itu?” jawab Dayana dengan nada penuh kecanggungan. Ia bahkan terlihat tidak nyaman ketika Sonya bertanya hal itu kepada dirinya.

“Bu, apa tidak sebaiknya hubungan kalian diakhiri saja? Ada banyak hati yang akan tersakiti.” Sonya berbicara dengan tatapan sendu. Ia merasa sedih karena ibunya sudah menjadi perusak rumah tangga orang.

“Sonya, makanlah dulu. Kamu pasti sangat lapar!” Dayana sengaja mengalihkan pembicaraan. Ia bahkan tidak mau membahas hubungannya dengan James.

“Bu, mau sampai kapan kita seperti ini? Kita sudah bahagia hidup berdua dan rasanya tidak pantas kalau Ibu berbahagia di atas penderitaan orang lain.” Sonya berbicara dengan tatapan kecewa. Hatinya seketika hancur mengingat semua ucapan Oliver kepadanya.

“Sonya, Ibu tidak ingin membahas hal ini. Sekarang kamu makan dan habiskan supnya!” Dayana berbicara dengan nada tegas. Ia bahkan berani menatap tajam ke arah putrinya yang tengah duduk di hadapannya.

Sonya hanya menggeleng, ia  membanting sendok dan garpu yang tengah berada di genggaman tangannya. Wanita itu segera meninggalkan meja makan dan berlari ke kamarnya. Sonya benar-benar tidak menyangka kalau ibunya adalah seorang pelakor.

“Sonya, tunggu!” seru Dayana dengan tatapan nanar. Ada rasa sesak yang tengah memenuhi rongga dadanya.

Sonya yang marah, segera menyalakan televisi di kamarnya. Wanita itu terus menerus menekan tombol remote yang ada di dalam genggaman tangannya. Tiba-tiba, tangannya tidak sengaja menekan tombol sebuah saluran televisi yang cukup terkenal dan tengah menayangkan kerumunan wartawan yang sedang memburu berita.

Seketika wajah Sonya tampak pias, ketika menyadari sosok yang tengah diburu oleh para wartawan di sana.

“D-dia,” lirih Sonya dengan netra membola. 

***

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status