Sudah 4 hari Awan mengurung diri dalam ruangannya, semua makanan yang diantar oleh pelayan tidak satupun yang disentuhnya. Bahkan Ia sama sekali tidak keluar dari ruangannya selangkahpun, Awan benar-benar fokus untuk mengendalikan kemampuannya. Selama 4 hari itu juga, tak sekalipun terdengar teriakan penuh emosi lagi dari ruangannya. Apakah Awan sudah berhasil mengendalikan kekuatannya secara sempurna ? belum ada satupun yang bisa memastikan, karena baik Noura, Joe atau siapapun tidak ada yang bisa masuk ke dalam ruangan tersebut. Sampai pada hari ke lima, pintu ruangan Awan terbuka dengan sendirinya. Dari balik pintu, tampak Awan keluar dengan pembawaan yang jauh lebih tenang dari beberapa waktu yang lalu. Wajahnya tampak lebih cerah dan bercahaya, padahal Ia sudah berhari-hari tidak makan dan minum sama sekali.Semua orang yang berdiri di depan kamarmya, melihat Awan dengan heran namun terpancar rasa kagum karena kharisma Awan yang terlihat berbeda dan terasa lebih lembut, membuat o
Melihat gaya Novi mengekspresikannya membuat suasana jadi langsung cair."Eh ngemeng-ngemeng, gue kok ngerasa ada yang beda ma lu bro ?" tanya Novi sambil memperhatikan Awan dari atas sampai bawah."Eh, iya ding. Lu kelihatan beda. Agak gimana gitu!" Sambung Radit ikut mengaminkan ucapan Novi sebelumnya."Masa ? perasaan Aku biasa saja. Gak ada yang berubahlah.""Eh, mang lu selama ini di rawat dimana sih bro ? kok sampai segitu rahasianya ?" tanya Radit penasaran."Ditempat khususnya Klan Atmaja." Jawab Awan pendek."Eh, jadi gosip itu beneran yah ?" tanya Radit lagi."Gosip apaan ?""Kalau lu itu calon penerus ketua Klan Atmaja ?" tanya Radit agak berbisik."Hahaha, siapa yang bilang ? gosip doang itu mah. Kakek Aidil itu, Adiknya Kakekku. Ketuanya yah tetap Om Joe." Jelas Awan santai."Ooh." Kompak Radit dan Novi."Terus, kok bisa Kakek, eh Adik Kakek lu yang jadi ketua Klan ?" tanya Radit bingung, rupanya Ia belum tahu bagaimana sejarah tentang Ketua Klan sebelum ini."Hehehe, tar
Awan mengikuti pelajaran dengan fikiran yang tak fokus, disatu sisi Ia sangat senang karena bisa berkumpul dengan teman-temannya lagi. Disisi lain, perasaannya tak nyaman. Walau Ia sudah bisa mengendalikan kemampuan barunya, Ia bisa merasakan semua emosi orang-orang yang ada disekitarnya, mana yang benar-benar tulus, mana yang hanya pura-pura. Ia juga bisa merasakan dan mengetahui semua intent orang yang berada dalam jarak 100 meter dari dirinya. Dan dari tempat duduknya saat ini, Awan bahkan bisa merasakan dan mengetahui posisi Angel berada, gadis itu menurut cerita Kakak sepupunya selalu menungguinya selama Ia di rumah sakit, namun semenjak Angel jatuh pingsan dan diantar pulang ke rumahnya, Ia tidak lagi menampakkan dirinya dirumah sakit, sampai ketika Awan dipindahkan ke rumah khusus Klan Atmaja ketika itu. Tapi dengan Renata ? seakan ada sesuatu yang menghalangi panca inderanya, sehingga Ia tidak bisa merasakan dengan jelas apa yang dirasakan oleh Renata saat ini. Awan bisa tahu
POV AwanAku tidak langsung masuk ke dalam kelas Ren, Aku berhanti beberapa beberapa langkah di depan pintu ruang kelas Ren. Sekali lagi kucoba untuk menajamkan panca inderaku, untuk membaca perasaan Ren saat ini, hasilnya masih sama. Aku tidak bisa masuk untuk mendalami perasaan Ren sama sekali, seperti ada sebuah tembok besar yang menghalangiku. Padahal, yang lainnya aku bisa membaca emosi mereka dengan sangat jelas. Ada sekitar sepuluh orang yang ada di dalam kelas, termasuk Ren dan sahabat-sahabatnya. Bahkan Aku bisa merasakan kehadiran Angel yang berdiam diri dibalik tangga saat ini. Bukannya Aku mau mengacuhkan Angel, namun inginku saat ini yang utama adalah kejelasan tentang sikap Ren padaku. Aku bukannya ingin mengemis cintanya, karena bukan sifatku untuk mengemis cinta dari seorang wanita. Namun, dicuekan setelah kedekatan kami selama ini, dan Dia berjalan dengan begitu dekatnya dengan cowok lain tanpa mengindahkan perasaanku sama sekali, aisshh itu sakitnya pake banget.Akhi
POV Author"Dit, Awan kok belum masuk kelas ?" tanya Siska gelisah."Iya, jangan-jangan terjadi sesuatu sama Awan ?" tanya Shiren menimpali."Atau jangan-jangan Awan ngamuk, terus membunuh selingkuhannya Kak Renata." Ujar Veby lebih ekstrim."Husshh, gak mungkin lah Awan sampai begitu." tegur Lina yang duduk disebelahnya."Iya, gak mungkin Awan begitu. Mungkin dia lagi ada urusan lain." Ujar Sherla kalem."Apanya yang gak mungkin sih! Kalian gak liat apa kalau Awan ngamuk kayak apa ?" ujar Siska panik."Mang lu pernah lihat Awan panik Ka ?" tanya Shiren."Ya, kagak! Tapi kan lu tahu sendiri, dia menghajar geng motor Bowie seorang diri waktu itu.""Oi, enak aja seorang diri. Peran gue gak lu hitung apa ?" protes Radit."Alah. Lu Cuma bantu sampai luar doang, itupun dah bonyok parah." Ledek Veby."Kok malah bahas itu sih. Ini Awan gimanaaa ?" tanya Siska kesal."Tenang saja. Awan baik-baik saja kok." Ujar Devi yang duduk persis didepan bangkunya Siska."Mana bisa tenang kalau belum liha
"Kamu benaran gak apa-apa ?" tanya Karin lagi memastikan, karena sekian lama Awan masih hanya diam dan tidak menjawab pertanyaannya."Hmnn bohong kalau Aku menjawab, Aku tidak apa-apa. Kenyataannya, Aku harus kesini untuk menenangkan diri." Ucap Awan sambil memandang jauh ke depan menatap langit yang menampakan kecerahannya dengan Awan putih yang seakan bergelayut manja diatas langit sana, tapi tidak dengan dirinya. Awan seakan mendung karena duka yang dialaminya.Karin seakan tercekat dan matanya begitu saja berkaca-kaca seolah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Awan, "Kamu sabar yah!" ucap Karin sambil mengusap lengan Awan."Mungkin ini yang terbaik bagi kami berdua." Ujar Awan lirih, membuat Karin sampai mengerutkan keningnya ketika melihat ke arahnya."Aku tidak pantas untuk Ren. Mungkin cowok itu jauh lebih baik untuk bisa membuat Ren bahagia." Ucapan Awan terdengar getir dan kepasarahannya sebagai lelaki."Apa maksudmu bicara begitu ?" tanya Karin tidak senang melihat Awan m
POV RenataJika ada pilihan yang lebih penting dan lebih berat melebihi hidupku sendiri adalah berpisah dengan orang yang paling Kucintai. Awan, sejak pertama Ia melangkahkan kakinya kerumah ini sudah menjadi bagian dari nafasku, bahkan sejak pertama kali namanya Kudengar dari Ibu telah menyusup dan merajai hati ini.Cinta bisa datang pada siapapun yang dikehendakinya, bahkan Kita tidak bisa memilih pada siapa cinta itu akan berlabuh. Dan cinta itu telah memilih Awan sebagai pelabuhan terakhirku. Namun, mungkin Kalian akan sepakat untuk menghakimiku karena apa yang telah Kulakukan terhadap Awan. Bukankah cinta itu membahagiakan ? bukannya menghadirkan luka dan kesedihan.Beginilah caraku membahagiakan orang yang Kucintai, bukan inginku untuk membuatnya terluka dan membenciku, namun jika dengan itu semua bisa membuat Ia tidak terluka lebih dalam karena apa yang akan terjadi kedepannya. Maka, biarlah Ia membenciku. Cukuplah diriku yang menanggung ini semua, menanggung semua kebencian da
"Maafkan Mama, Nak! Kami telah gagal sebagai orang tua." Kata Mama dengan penuh kesedihan."Tidak, Ma! Mama dan Papa tidak gagal. Apapun keputusan Mama dan Papah, Ren bisa memahaminya. Diakhir usia Ren, Ren mau melihat Papa dan Mama bahagia. Apapun keputusan Mama dan Papah, Ren pasti bisa menerimanya.. hikss hikss." Sekuat apapun Aku mencoba menahannya, akhirnya air mata ini keluar juga."Ma-maafkan Mama, Naak!" Mama memeluk kepalaku dan mengusapnya lembut sebagaimana kebiasaan Mama dulu waktu Aku masih kecil.Kami berpelukan dalam tangis kesedihan Kami masing-masing."Jadi, Ren mendengar semua pembicaraan Kami kemarin ?"Aku menganggukan kepalaku dalam pelukan Mama."Ter-termasuk tentang penyakit Ren ?" tanya Mama ragu-ragu."Iya, Ma.""Hiksss.. Maafkan Mama, Nak! Takdir begitu kejam terhadap Kita. kenapa tidak Mama saja yang menanggung penyakitmu ini Nak ?""Jangan pernah menyalahkan takdir, Mah! Ren sudah iklas menerima semua ini." Ucapku tegar, setegar diriku menerima semua ini ke