Sekarang, kuburan Renata bahkan masih basah namun kematian Papa Agus menambah lara dalam keluarga besar Wijaya. Ia meninggal dengan cara menyedihkan, bunuh diri.Kehilangan putri satu-satunya memberi pukulan telak bagi psikologisnya. Hubungan yang sudah tidak harmonis dengan Istrinya menjadi semakin renggang dan sulit untuk di selamatkan lagi, belum lagi kondisi perusahaan yang sudah morat-marit sebelumnya membuat Ayah angkat Awan tersebut semakin tenggelam kedalam jurang keputus-asaan.Ketika Awan menginvestigasi perusahaan orang tua angkatnya itu. Sangat banyak miss management didalamnya. Apalagi ketika Ia menemukan ada keterlibatan anggota Ayahnya, Kelvin Sanjaya waktu itu didalam internal Wijaya Corporation. Tapi, semua terbantahkan begitu Awan mendepak semua anggota yang disisipkan perusahaan Ayahnya. Namun perusahaan bukannya membaik, justru semakin kencang menuju kehancuran. Puncaknya, ketika Agus Wijaya harus bunuh diri karena tidak sanggup lagi menanggung beban hutang perusa
Neo bukanlah sekedar petarung biasa, Ia sudah terlatih menjadi seorang assasin semenjak kecil dan memang untuk itulah keluarganya terlahir. Latihan keras menempa mentaldan fisiknya menjadi kuat dan tidak kenal takut.Namun kali ini Ia merasakan ketegangan yang tidak normal, sampai-sampai Ia merasakan keringat dingin mengalir tipis dari pori-pori kulitnya.Ketegangan itu bukan berasal dari dalam dirinya, tapi seperti refleksi dari reaksi perasaan tuannya. Mengingat betapa mudah mentalnya ikut terpengaruh dan bereaksi, Neo melirik Awan yang duduk disebelahnya dengan pikiran menerawang.Apa tuannya itu sudah mencapai tahap dimana Ia bisa mempengaruhi sekitarnya hanya dengan emosinya ?Jika benar demikian, betapa mengerikan perkembangan tuannya itu hanya dalam beberapa bulan terakhir sejak mereka tidak bertemu. Tapi Neo tidak bisa berlama-lama mengagumi tuannya itu saat ini, ada kondisi yang lebih mengkhawatirkan yang membuat tuannya itu menjadi gelisah.Neo tidak tahu apa itu, tapi jika
Seorang pemuda berbadan tegap dengan tinggi 180cm baru saja mendarat di Bandara Soekarno Hatta. Pria itu memiliki mata yang tajam dan terlihat barkarakter, jika saja bukan karena ekspresinya yang tampak tegas saat itu, mungkin akan banyak gadis yang datang menghampirinya.Namun ketika melihat ekspresinya yang seperti sekarang, wanita mana yang berani mendekatinya ? Kecuali mereka yang cukup gila dan sudah bosan hidup. Sekilas lihat saja orang akan tahu jika pemuda tersebut tidak sedang dalam mood yang baik untuk didekati.Ia terburu-buru berjalan ke pintu keluar Bandara dan tidak perlu mengantri lagi untuk pengambilan barang bagasi. Tujuannya cuma satu, Ia terburu pulang begitu pekerjaannya di New York selesai untuk membuat perhitungan dengan seseorang.Saat Ia berjalan keluar sudah ada pelayannya yang stanby menunggu dengan mobil. Ia tidak menghiraukan salam hormat sang pelayan yang sudah menantinya sedari tadi. Tanpa basa-basi pemuda tersebut menyuruh pelayannya ke satu alamat, "Lan
Imah menatap curiga pada kedekatan Awan dan gadis cantik didepan itu. Tapi untuk mengatakan sedekat apa hubungan mereka, Imah juga tidak berani.Melihat Imah menatap Neo, Awan berkata "Itu Neo, temanku.""Iya, Mas." Kata Imah, lalu mengangguk sopan ke arah Neo.Bertepatan saat itu, HP Awan bergetar. Ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenalnya.Kening Awan sedikit berkerut, Ia merasakan ada firasat yang tidak baik jika ia menjawab panggilan telepon tersebut. Tapi, Ia merasa tidak bisa mengabaikan panggilan itu begitu saja."Halo?""..."Ekspresi Awan berubah menjadi dingin begitu bicara dengan si penelponnya.Neo mendekat ke arahnya, karena merasa ada yang tidak beres dan menganggu tuannya."Jangan macam-macam atau Aku akan menghancurkan dirimu bahkan seluruh keluargamu." Ujar Awan geram.Neo menduga seseorang tersebut pasti sedang mengancam tuannya atau sengaja mencari gara-gara. Apapun itu, Neo bersiap untuk menghancurkannya. Dia tidak akan membiarkan siapapun berani untuk m
Sesaat sebelum Awan beranjak pergi masuk ke dalam Bandara, Neo terlihat ragu-ragu untuk bicara. Ia sadar posisinya yang hanya sebagai pelayan bagi Awan, itu pula yang membuat Neo tidak berani banyak bicara selain menuruti setiap perintah Awan padanya.Awan menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Neo, "Ada apa Neo? Apa ada yang ingin kamu sampaikan padaku ?""Eh, hmn itu.."Awan berjalan mendekat ke arahnya, begitu sampai didepan Neo, Awan memegang bahu Neo dan mengangkat sedikit dagunya keatas.'Gadis ini masih saja terlalu pemalu untuk mengungkapkan apa yang dpikirkannya.'"Hei, bukankah kita teman. Bicaralah! atau Aku tidak akan mau lagi bicara padamu dimasa depan."Neo tersipu, Awan terlalu dekat berada di depannya. Tuannya yang dulu tidak pernah memperlakukannya sebaik ini. Dan ini juga pertama kali baginya bersentuhan dalam jarak begitu dekat dengan seorang pria.Neo tetaplah seorang wanita, dia bahkan tidak bisa menghentikan degup jantungnya yang saat ini berdetak begitu ce
Tepat disaat Ibu dan Anak tersebut sibuk membicarakan tentang status hubungan Angel dengan Awan, pria yang menjadi topik pembicaraan mereka tiba-tiba menelpon Angel.Angel sedikit terkesiap begitu melihat Awan menghubunginya. Seharusnya Ia marah dan memaki-maki Awan jika menilik dari karakternya selama ini. Tapi yang tampak, wajahnya yang tersipu seperti telah lama berharap pemuda tersebut untuk menghubunginya."Kamu..." Angel sebenarnya hendak menyemprot Awan dengan berbagai pertanyaan, tapi pemuda tersebut dengan cepat memotongnya. Itupun dengan satu kalimat, "Angel, tolong jemput Aku di Bandara." Hanya kalimat singkat, lalu Awan menutup panggilannya dan meninggalkan Angel yang terbengong dengan Hp masih ditelinganya.Begitu tersadar, Angel hanya melihat daftar nama panggilan terakhir dengan marah, "Awan... Argghhh.""Yang menghubungi barusan itu Awan? Apa katanya?" Cecar Liliana dengan tatapan berbinar bahagia, akhirnya apa yang diharapkannya kesampaian. Itu membuat Liliana jadi be
"Awan." Panggil Angel menahan Awan."Apa Aku perlu mencemaskan sesuatu?" Tanya Angel khawatir. Ia sempat melihat kilatan amarah dimata Awan sesaat sebelum pemuda tersebut membuka pintu mobilnya, Angel tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.Ia tidak tahu apa permasalahan yang sedang dihadapi Awan, Angel hanya takut terjadi sesuatu yang buruk pada Awan.Awan tersenyum kecil, "Tidak perlu. Tunggu saja disini, Aku akan segera kembali." Kata Awan tenang. Ia sudah terlalu banyak merepotkan Angel sampai kesini, jadi tidak ingin membuat gadis cantik tersebut terlalu mengkhawatirkannya.Awan masuk kedalam kediaman Billy Sanjaya dengan langkah tenang, di dalam aula utama ada beberapa penjaga rumah."Tuan muda, kami mohon kembali lah!" Ujar kepala penjaga coba bersikap ramah. Meski mereka adalah penjaga keluarga Billy Sanjaya, mereka tahu siapa Awan sehingga mereka tidak berani bertindak gegabah. Namun tuan muda mereka membuat situasi menjadi sulit untuk semua orang."Dimana sopan santun k
"Oi oi, aku gak sudi lihat tuh bocah jadi besar kepala didepan kita. Apa perlu makai kekuatan senior Gomu-gomu buat unjuk gigi?"Sejak saling mengenal kekuatan masing-masing, Huo jadi sangat menghormati Gumara. Dia tidak berani bercanda kalau sudah bicara tentang Gumara, itu karena Ia sadar batas antara kekuatannya dibanding Gumara.Tapi, masa Huo manggil Gumara dengan Gomu-gomu? Jangan-jangan Huo penggemar one piece juga nih, hehehe."Dia belum layak untuk melihat kekuatan Gumara, cukup dengan kekuatan kita saja dulu.""Baiklah, kalau begitu 30 persen kekuatan kita sudah cukup untuk mengeringkan airnya sampai kering tak bersisa. Hajar dia brother!"Tepat saat Huo mengatakan itu, kekuatan internal Awan meningkat cukup drastis. Api biru yang sangat jernih dan menyilaukan mata mengelilingi tubuhnya."Masih punya simpanan kekuatan kau ternyata. Tapi, apimu itu tidak akan pernah berhasil menyentuhku." Ujar Stefen penuh kesombongan.Stefen mengambil inisiatif menyerang Awan duluan, seperti