Kemudian tampak Bu Shinta memperhatikan jawabanku dengan seksama, serta dengan raut wajah seakan tak percaya. "Jawabannya tepat, tapi kok rumusnya begini ?" tanya Bu Shinta heran. "Ada yang salahkah memangnya Bu ?" jawabku dengan balas tanya pada Bu Shinta . "Gak salah, selama jawabannya benar. Tapi, Saya heran saja, karena selama ini belum pernah Ibu belajar rumus matematika manapun seperti yang kamu tulis didepan, rumus apa yang kamu pakai ?" tanya Bu Shinta heran. "Trachtenberg." jawabku singkat dan padat. "Hah apa ?" tanya Bu Shinta seolah ingin memastikan kembali jawaban yang didengarnya. "Trachtenberg." Ulangku dengan sedikit penekanan. "Apa itu ?" tanya Bu Shinta , merasa asing dengan istilah yang kugunakan. "Metode Trachtenberg lebih tepatnya bu." "hmnnn..." gumam Bu Shinta sambil agak mengernyitkan alisnya sambil berfikir apa Ia pernah belajar atau mendengar metode seperti yang Aku sebutkan barusan. "itu adalah sebuah metode matematik dalam memecahkan setiap permasal
"Asem ngejek loe bray, sekali nyeletuk pedes lu ah." Umpat Novi kesal. "hahaha.." Aku dan Radit tertawa. "Novi.. Radiitt, kalian yah! berani-beraninya melarikan Awan dari kami." kata salah seorang cewek dikelasku tadi sambil berdecak pinggang tepat berdiri dibelakang Novi. Dibelakangnya disusul oleh 4 orang teman-teman geng-nya. "Awas Dit, sana jauh-jauh... hussshh husss, gue mau duduk sebelah Awan." kata temannya mengusir Radit untuk menjauh, si Radit jadi manyun begitu jadinya, hahaha. Tiba-tiba dua orang cewek langsung duduk mengapitku dari kiri dan kanan, sontak Aku kembali dikelilingi cewek-cewek centil dari kelasku. "eh Sherla ngapain masih berdiri disitu, duduk sini!" Panggil salah seorang cewek disampingku. Dari mereka berlima, baru Sherla yang Aku kenal karena ia teman semejaku, walau belum sempat berkenalan dan hanya tahu lewat nama yang ada diseragamnya. "eh iya, jawabnya pelan." kalau kuperhatikan, Sherla ini tipikal gadis yang pendiam. "Awas Novi, geser sana, kasih
POV Author "Kamu yakin nak ?" Ucap seorang wanita diseberang telphon. "Belum 100% mom, perlu aku pelajari lebih lanjut". "Dekati dia, terserah bagaimanapun caranya. Yang jelas jangan sampai papah atau.. kakekmu mu tahu, kalau tidak kita tidak akan bisa mengorek tentang dirinya lebih jauh, atau lebih parahnya, 'dia' akan disingkirkan". jelas wanita diseberang telphon dengan intonasi yang serius. "Ya mom, akan kulakukan" "Tapi, satu pesan mami. Jangan sampai dia tahu tujuanmu yang sebenarnya, mengerti ?" "okay mom, noted it" "Satu lagi, sekali-kali pulanglah. Jenguk nenek, dia kangen dengan mu". "Ya mom, tar deh aku pulang. Sekarang lagi sibuk disekolah soalnya". "ya sudah, mami tutup telpnya, jaga kesehatanmu disana ya, bye", kata wanita diseberang mengakhiri percakapan mereka melalui telphon. "bye mom". Jawab si Wanita Sambil menutup panggilan telphonnya. POV Awan Gara-gara seorang Renata yang tiba-tiba memelukku siang itu di kantin sekolah, kini semua orang disekolahan men
Pagi ini, entah kenapa aku merasa canggung dan malu sendiri ketika datang kesekolah, walau aku masih terhitung sebagai anak baru. Tapi beda halnya dengan apa yang terjadi pagi ini, setiap orang jadi tiba-tiba kenal denganku."Kak Awaaann." Panggil segerombolan cewek-cewek kelas satu ketika aku lewat depan kelas mereka."Hai Awaann." Sapa beberapa anak kelas 2, yang tak kutahu kelas apa, ikutan menyapaku ketika jalan didekat mereka.Tak ayal, semua orang yang kulewati jadi menyapa sepanjang jalan menuju kelasku. Aku hanya menyapa sekedarnya. Njiirr, belum juga jadi pacarnya Ren, sudah begini tanggapan orang-orang padaku. Memang susah yah kalau dekat dengan orang se-populer Renata. Aku yang sudah terbiasa apa adanya dan paling tidak suka menonjolkan keberadaanku, tiba-tiba jadi seperti mendadak selebritis, jujur aku sedikit jengah dan merasa kurang nyaman dibuatnya. Jika seandainya ada pilihan antara menjadi orang yang terkenal atau pria yang biasa-biasa saja! Maka aku pasti akan lebih m
"Masih ada yah HP beginian kata Shiren? kirain dah masuk museum." Komentar Shiren sedikit menahan tawanya. "Asem kalian nih, yang penting kan fungsinya. Masih bisa dipake buat komunikasi." Jawabku santai. "Hahaha, bro brooo. Loe keren-keren begini masih ada sisi jadulnya juga, kerasukan apa tuh Kak Renata sampai mau sama loe." Kata Novi sedikit mengejekku. "Iya nih, mang kalian pacarannya cuma sms sama telponan aja gitu? Hahahaa." Siska sampai terkekeh ikutan mengejekku. "Ya gak lah, kalau mau bicara kan bisa langsung temuin orangnya. Tinggal buka pintu kamarnya aja." Ucapku spontan, lagian kan kami tinggal serumah, ngapain harus telponan, pikirku. "HAH! Kalian tinggal serumah yah ?" Teriak Lina kaget. "Eh serius loe bro?" kata Novi dan Radit kompak. "Eh.. g.. nggak gitu, maksudku kan bisa bicara langsung kalau disekolah, lagian kan pulangnya bisa bareng juga, jadi ngapain harus telponan segala." huffftt! Bisa ditanya macem-macem nih kalau mereka tahu aku aku tinggal serumah de
Aku mengikuti langkah Roy, tampak ia akan memasuki ruang Kepala Sekolah. Kukira ia akan masuk kedalam nya, ternyata ia masuk kedalam pintu yang ada disebelahnya. Aku sempat was-was juga, khawatir juga kalau Roy merencanakan sesuatu yang tidak terduga, aku harus tetap waspada, kalau-kalau Roy berniat untuk mencelakaiku, dan ketika ia membawaku melewati sebuah lorong kecil memanjang didalam ruangan tersebut.Masuk kedalam aja lantainya dilapisi karpet tebal dan lampu hias dinding disepanjang lorong yang kami lewati. Saat sampai di ujung lorong, Roy membuka sebuah pintu yang terbuat dari kayu jati berwarna hitam kecoklatan. dan saat sampai dalam ruangan, aku kembali terpana dibuatnya. Shit! Kok bisa ada ruangan semewah ini dalam gedung sekolah, apa ini ruang khusus untuk orang tertentu saja yah, terlihat dari interiornya yang serba lux dan elegant, tanyaku dalam hati. Dan rasa heranku terjawab sudah ketika kulihat dua Orang wanita sedang duduk diatas sofa mewah yang ada dalam ruangan ters
"Itu namanya spaghetti" ucapnya pelan, dan masih menyisakan sedikit senyum disudut bibirnya. "Iya kah? Terlihat seperti mie goreng bagiku". "yah terserah kamu lah, hahahaa", katanya sambil tertawa. Loh mang 'mie goreng' kan itu!, njiirr malunya ditertawakan sama Angel begitu. Ting ting Bunyi nada sms dari Hpku, reflek aku mengeluarkan HP bututku di depan Angel. Kulihat ada sebuah notifikasi sms masuk. Belum sempat kubaca, kulirik Angel agak mengernyitkan keningnya, memandangku heran. "Baca dulu aja, siapa tahu penting", kata Angel tersenyum padaku, kali ini senyumnya seolah-olah melihat diriku dengan aneh. "hmnn nanti saja", jawabku "Yakin ? jawab aja, aku gak papa kok", lanjut Angel. "Gak papa, bisa nanti saja" "So..." katanya menggantung. "hmnnn apanya", tanyaku heran. "Sudah jelas sekarang kamu bukan pacarnya Renata Wijaya", kata Angel tiba-tiba. "Kenapa kamu bisa menyimpulkan begitu ?" "Semua terlihat dengan jelas saat ini", katanya singkat. Ahh jawaban yang sangat
Kulihat jam di dinding ruang pustaka. Jam 15.30. Hmnnn masih 30 menit lagi jelang Ren pulang, pikirku. Disinilah aku saat ini, karena kelas 3 pulang lebih lambat 1 jam dari kelas 1 dan 2. Jadi, dari pada boring aku mengisi waktu dengan baca-baca buku diperpus, suatu hal yang jadi kebiasaanku dari dulu sejak sekolah dasar. Entah kenapa, membaca jadi salah satu hobi yang paling menyenangkan bagiku. Jika sudah berhadapan dengan yang namanya buku, aku bisa menghabiskan waktu hinga berjam-jam lamanya. Disampimg itu, aku juga merenungkan kejadian-kejadian yang kualami hari ini. Mulai dari 'pengeroyokan' yang dilakukan oleh Bowie CS. Sampai diundangnya oleh Angel melalui Roy sepupunya ke ruangan yang menurutku teramat sangat aneh. Bagaimana tidak aneh, kenal juga tidak, tiba-tiba saja diundang ke ruangan VIP sekolah ini, dari situ aku jadi tahu jika pemilik sekolah ini punya ruang khusus yang hanya diperuntukan bagi keluarga pemilik sekolah ini, sepertinya. Ketika sedang asik-asiknya memba