Pak Usman melangkah agak menjauh dari mobil."Kau akan mati sekarang Pak Tua, arrgghh," kata orang tersebut dengan suara berat. Apa ia kesurupan yah ?Wossshhh wosshhhGerakan orang tersebut sangat cepat dan lebih kuat dari sebelumnya.Paamm paammmKali ini orang tersebut terlihat seperti bisa mengimbangi kecepatan Pak Usman, beberapa kali serangannya masih bisa dihindari oleh Pak Usman, namun sekali dua kali serangannya berhasil membuat Pak Usman harus berkelit untuk menangkisnya. Itu saja membuat Pak Usman seperti terhuyung kebelakang karena saking kuatnya pukulan tersebut. Tidak mau menanti serang orang itu masuk, Pak Usman kali ini mengambil inisiatif untuk menyerang duluan.Bughhh Bughhh BughhhBeberapa pukulan Pak Usman berhasil masuk dengan telak ke tubuh lawannya."Hanya segitu kekuatan pukulanmu Pak Tua ?" ucapnya meeremahkan. Ternyata ia tidak sekedar sesumbar dengan kemampuannya, ia juga kebal terhadap pukulan cepat Pak Usman.Pak Usman tidak menjawab ocehan orang tersebut,
POV Author."Kenapa Mas Awan ? Kok malah diam ? Bicarakan saja kalau ada yang mengganjal dihati," ucap Pak Usman tenang. Karena beberapa saat Awan duduk masih diam tanpa bersuara."Bapak tahu saja."Awan menghela nafas sejenak, lalu melanjutkan kata-katanya."Siapa Karta yang Bapak ucapkan sore tadi saat bertarung ?" tanya Awan.Pak Usman tidak langsung menjawab pertanyaan Awan, ia menyeruput kopinya. Lalu sambil menghisap rokok kreteknya."Dia adalah Seven Devil pertama," ucap Pak Usman dengan tatapan yang menerawan jauh."Serius Pak ? Terus kenapa sekarang ia bisa berseberangan dengan Klan Atmaja ? bukankah itu artinya ia mengkhianati ketua Klan ? Bukankah seharusnya ia jadi pelindung ketua ? Menyerang markas Klan Atmaja, sama halnya ia menantang perang ?" kata Awan dengan berbagai pertanyaan. Dengan kecerdasannya ia bisa dengan cepat merangkai semua kejadian beberapa belakangan waktu ini."Hmmm dasar anak muda! Selalu saja tidak sabaran. Pertanyaannya satu-satu dulu, bingung Bapak y
Awan diam sejenak seperti kembali menyatukan keping puzzle dan ia menanyakan sebuah pertanyaan yang membuat Pak Usman harus jujur menjawabnya."Dari tadi Pak Usman selalu menyebut 'Ketua', tanpa sekalipun menyebut namanya. Siapa nama 'Ketua' yang sesungguhnya ?" tanya Awan.Pak Usman terdiam sejenak."Adli Fikri." jawab Pak Usman singkat, yang membuat Awan jadi berpaling melihat Pak Usman. Karena nama tersebut mempunyai arti khusus dalam hierarki keluarga Awan."Kenapa ? Mas Awan tentunya gak asing dengan nama itu kan ?" tanya Pak Usman santai.Gantian Awan yang termenung dengan pikiran yang bertanya-tanya tentang sosok yang diucapkan oleh Pak Usman."Bapak tahu nama belakang beliau punya hubungan khusus dengan silsilah keluarga Mas Awan. Detailnya bisa Mas Awan tanyakan pada Bu Arini." tambah Pak Usman."Mang Ibu tahu, Pak ?" tanya Awan lagi makin penasaran."Justru Ibu tahu lebih banyak dari saya," jawab Pak Usman tersenyum."Sudah larut, Bapak ijin istirahat dulu ya Mas. Lain kali k
"Uhukk uhukkk." Bu Arini terbatuk cukup keras."Astaga, batuk Ibu berdarah ?" kata Awan terlihat panik begitu melihat ada darah yang keluar dari mulut ibunya.Bu Arini tampak bernafas dengan agak berat."Mana obat Ibu ? Sudah jangan dipaksakan ceritanya kalau Ibu gak kuat ?" kata Awan terlihat sangat khawatir dengan kondisi ibunya yang wajahnya terlihat pucat saat itu."Haahh haahh.. Ibu gak apa-apa, Nak. Tolong ambilkan Ibu minum itu ?" kata ibunya.Setelah diberi minum Awan, Bu Arini terlihat lebih tenang dan coba mengatur nafasnya."Sebenarnya Ibu sakit apa ?" tanya Awan dengan mata berkaca-kaca."Ibu gak apa-apa Nak. Kamu perlu mendengar cerita ini. Karena apa yang akan Ibu ceritakan ini ada kaitannya dengan penyakit yang Ibu derita" lanjut Bu Arini sambil menyandarkan punggungnya ke atas tempat tidur."Tapi, Ibu jangan memaksakan diri yah! Kalau Ibu gak kuat, Ibu harus istirahat," kata Awan khawatir. Ia memijit-mijit kaki Ibunya agar rileks kembali. Bu Arini menatap anaknya dalam,
"Ibu juga tahu, saat kamu kerasukan waktu bertarung di desa waktu itu. Dan waktu kamu bertarung menyelamatkan Ren, kamu juga kehilangan kendali bukan?" Kata-kata Ibunya membuat Awan takjub, bagaimana ia bisa tahu sedetail itu, pikir Awan heran."Coba buka bajumu, Nak!" perintah Bu Arini pada anaknya.Awan yang bingung dengan perintah ibunya, hanya patuh dan membuka kancing kemejanya.Bu Arini meletakkan ujung kelima jarinya di dada sebelah kanan Awan, lalu setelah Bu Arini mengangkat ujung jarinya membuat Awan terlonjak kaget. Ada sebuah bayang tato harimau muncul di dadanya, tidak hanya itu, tato tersebut seperti hidup dan membuat bulu tengkuknya jadi merinding."Ba-bagaimana bisa ada tato ini di dada Awan Bu ?" tanya Awan cemas. Bagaimana tidak cemas, karena setelah kemunculan tato harimau tersebut, dadanya terasa panas, sehingga membuat Awan jadi berkeringat.Bu Arini hanya tersenyum, lalu ia kembali meletakan ujung jarinya di atas tato harimau tersebut. Dada Awan seperti dialiri ha
Aku termenung menatap dua gunduk kuburan, tempat bersemayamnya dua orang Wanita yang sangat kucintai.Bibirku kelu, hadirku terasa Fana.Mungkin hanya sementara aku bisa melupakanmu, karena setelah itu aku bagai berjalan antara hidup dan mati, karena 'ada'mu lah yang membuatku hidup, tiadamu membuatku terasa mati.Setelah pertempuran besar dua tahun silam, aku kehilangan dua orang paling berharga dalam hidupku. andai waktu bisa diputar kembali, aku rela menukarkan nyawaku untuk mereka. tapi begitulah kejamnya waktu, anda tidak bisa memutar kembali waktu yang telah hilang. Dan kini aku hanya berdiri menatap hampa dua kuburan didepanku. Bahkan rintik hujan yang mulai membasahi tanah makam tempat aku bermenung tidak lagi kurasakan.Tiba-tiba kurasakan sebuah pelukan hangat dipunggungku, suara wanita terisak sedih memanggil namaku kelu."Awan, iklaskan mereka. Mereka akan bersedih jika melihatmu begini." Ujarnya dalam isak tangis kesedihannya."Buat apa aku hidup di Dunia ini, jika tujuan
"Iya, karena aku sangat sayang dengan gadis dalam pelukan ini,""Minggu depan Ren ulang tahun kan ? Ren mau hadiah apa dari Awan ?" tanyaku coba mengalihkan pembicaraan."Eh iya. Aku gak mau apa-apa. Tapi..." ucapnya dengan senyum nakal dibibirnya."Tapi apa ?" tanyaku bingung."Aku mau seharian, hanya berdua dengan Awan." jawab Ren dengan muka merona tersipu malu."Baiklah Nona, permintaan anda dikabulkan." Ucapku meniru gayanya Jin Lampu saat mengabulkan keinginan Aladin."Apaan sih, lebay deh, hihihi.""Oya, Ren! Aku kok gak pernah melihat Mika lagi ya ?" tanyaku sebelum berlalu keluar dari kamarnya Ren. Entah kenapa karena mimpi tadi aku jadi teringat dengan gadis itu.Raut muka Ren jadi berubah sedih."Sebenarnya sejak kejadian kemarin, Mika sudah tidak masuk sekolah lagi. Aku dan teman-teman sudah kerumahnya, Mika dan keluarganya ternyata sudah tidak tinggal dirumah itu lagi. Aku juga tidak tahu dimana Ia sekarang.""Hmnn sabar yah. Kita doakan saja yang terbaik buatnya." Ucapku
Tim olimpiade yang dibentuk oleh Bu Shinta, orangnya juga asik-asik. Kami terdiri dari sepuluh orang, 3 dari kelasku, 4 orang lainnya masih dari kelas 2. Dan 3 orang lagi dari kelas 1. Sementara untuk siswa kelas 3 sengaja tidak dilibatkan, karena mereka sedang konsentrasi untuk menghadapi ujian akhir nantinya. Saat pulang, malam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Maklum pulangnya via Gocar, jadi harus rada sabar dulu menunggunya. Kadang, Karin atau Irene malah menawarkan buat mengantarkanku pulang, tapi kasihan juga. Arah rumah mereka berlainan arah, jadi kalau harus mengantarku, terlebih dahulu mereka terpaksa harus bolak balik jadinya, kasihan kan ? "Lama banget sih pulangnya ?" baru saja masuk ke dalam rumah ternyata Ren sudah menunggu dengan muka bete nya. "Maaf, tadi kelamaan nunggu GoCarnya, hehehe." Ucapku coba bercanda. Aku maklum juga sih Ren sampai kesal begitu, karena biasanya dia selalu maksa buat nungguin Aku pulang. Akunya yang gak tega, Ren sampai harus menunggu sampai