Share

GARA-GARA "KONTRAK PACAR"
GARA-GARA "KONTRAK PACAR"
Penulis: Viaaf04

Bab 1. Felix Natajaya

Felix Natajaya, seorang putra pengusaha terkenal yang hidupnya cuma buat foya-foya saja. Mengencani banyak wanita dan sering terlibat masalah dengan beberapa geng anak nakal di ibu kota.

Setiap hari kegiatannya hanya berisi hal-hal tidak berfaedah semacam nongkrong di pinggir jalan bersama anak-anak tongkrongannya.

Felix sudah lulus SMA setahun yang lalu, tetapi ia lebih memilih tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut membuat Papanya geram.

Ferdinand--Papa Felix, sudah kehabisan akal untuk membimbing anaknya itu. Setiap cara yang ia coba selalu mental dan tidak mempan untuk mengancam Felix.

Ferdinand pernah mengancam Felix kalau ia akan menyita semua fasilitas yang ia berikan, mulai dari kartu kredit, mobil dan motor kesayangannya, tetapi hal itu tidak berpengaruh sama sekali. Felix bahkan mengancam balik Papanya, kalau Ferdinand sampai melakukan hal tersebut, Felix akan nekat merampok. Akhirnya Ferdinand pasrah, ia tak mungkin membiarkan anak satu-satunya itu merampok. Felix itu nekat, bisa dipastikan kalau itu bukan hanya ancaman semata seandainya Ferdinand tetap bersikeras.

Dulu Felix tidak seperti ini. Terakhir kali yang Ferdinand ingat, Felix adalah anak baik yang penurut sebelum kematian ibunya--Marissa.

"Sekarang apa lagi ini?" kata Ferdinand sambil menatap Felix geram. Ia menyodorkan tagihan kartu kredit yang nominalnya tidak sedikit.

Demi Tuhan, Ferdinand tidak mengerti, kenapa Felix bisa menghabiskan uang sebanyak itu dalam waktu sebulan. Sangat banyak dan tidak masuk akal kalau dihabiskan untuk keperluan biasa.

"Kamu enggak kecanduan obat-obatan terlarang, kan? Kalau sampai Kamu nyentuh barang haram itu, papa pasung Kamu, Felix," gerutu Ferdinand. Ia sebenarnya tidak terlalu perhitungan kalau masalah uang, tetapi setidaknya harus jelas ke mana dan untuk apa uang itu digunakan.

"Enggak lah, gini-gini Felix masih sayang nyawa dan tubuh. Masa iya ganteng gini malah kecanduan obat, kan enggak keren," jawab Felix santai, ia suka sekali dengan ekspresi geram Papanya.

"Bagus kalau Kamu paham, sekarang gimana Kamu jelasin ini?" kata Ferdinand sambil menunjuk sekali lagi kertas tagihan itu. "Kasih Papa penjelasan yang masuk akal," lanjutnya.

"Kenapa, sih, timbang segitu aja dipermasalahin. Felix kan, anak Papa, wajar dong kalau ngabisin duit Papa," kata Felix membela diri. "Lagian Papa enggak mungkin bangkrut karena uang segitu. Kerja aja lagi rajin-rajin," lanjut Felix dengan ekspresi wajah tak berdosanya.

Ferdinand yang mendengar jawaban anaknya itu mengela napas kasar. "Kamu pikir cari duit segitu, gampang? Itu seratus juta, loh, yang Kamu habisin dalam sebulan. Otak Kamu ada di mana?" ujar Felix geram.

"Di dalem sini, nih, masa Papa enggak tau. Ciri-ciri orang enggak pernah belajar biologi, nih," ujar Felix sambil menunjuk kepalanya.

"Iya di sana, tapi otak Kamu rada-rada longsor dan cuma dijadiin pajangan doang, makanya Kamu badung," ucap Ferdinand kemudian berbalik pergi. Ia sudah tak tahan berdebat dengan Felix. Ujung-ujungnya pasti anak itu yang menang. Ferdinand tak bisa marah pada putranya, karena hanya Felix keluarganya yang tersisa.

"Gen dari Papa, nih," jawab Felix saat mendengar Ferdinand mengatakan otaknya rada-rada longsor.

"Papa dulu enggak badung kayak Kamu. Papa itu ganteng, baik dan penurut. Kalau Kamu blangsak," teriak Ferdinand yang sudah berada di lantai dua rumahnya. Lebih baik ia tidur daripada meladeni Felix.

Felix yang mendengar hal tersebut tertawa, narsis sekali Papanya itu. Ngomong-ngomong tentang uang seratus juta itu, Felix sebenarnya meminjamkannya pada Etthan--teman karibnya. Entah akan digunakan untuk apa, Felix tak terlalu peduli. Toh, kalau ia bilang pada Papanya kalau Etthan yang meminjam pasti Ferdinand tak akan marah.

Bicara tentang Etthan, kebetulan sore ini Felix ada janji untuk bertemu dengannya dan beberapa teman yang lain.

Felix mengambil ponselnya dan mengirimi Etthan satu chat.

[Jadi enggak, nih?]

Satu pesan berhasil terkirim. Tak lama setelahnya, balasan diterima Felix.

[Jadi, dong, di tempat biasa, ya.]

Pesan balasan dari Etthan itu tak dibalas oleh Felix, ia lebih memilih bangkit dan berjalan ke kamarnya untuk bersiap-siap.

***

Felix sampai di tongkrongan tempat mereka janjian untuk bertemu. Tempat ini adalah warung kopi sederhana yang sering gengnya kunjungi.

"Oi, bos," sapa salah satu anggota geng yang melihatnya pertama kali turun dari motor dan berjalan ke arah warung.

Felix tak menjawab, ia hanya mengangkat sebelah tangannya sebagai tanda menyapa. Di sana ia melihat Etthan sedang duduk sambil mengisap rokok ditemani segelas kopi.

"Bagi rokok lo," kata Felix sambil menepuk pundak Etthan dan duduk di sebelahnya.

Etthan tak menjawab dan menyodorkan rokok untuk Felix, ia terlalu sibuk dengan rokoknya.

Felix menerimanya cepat dan mulai menyulut rokok yang disodorkan Etthan sebatang. Ia juga larut dengan rokok di tangannya.

"Gimana perkembangan hidup lo?" tanya Etthan setelah sekian lama diam.

Felix mengerutkan dahinya bingung. "Kenapa dah lo nanya kek gitu? Kayak Papa gue aja," katanya.

"Kali aja lo dah insaf," ujar Etthan.

"Pengalaman gue masih cetek, gue belum puas main-main," jawab Felix sambil terkekeh kecil. "Nanti ada saatnya gue bakal serius," lanjutnya.

"Belum puas mainin cewek-cewek maksud lo," tanya Etthan.

"Nah itu tau." Felix menjawab santai.

Keduanya asik mengobrol tanpa memedulikan keadaan sekitar, tak ada yang berani menegur mereka di sini karena segan.

"Tapi akhir-akhir ini gue lumayan bosen pacaran sama model-model centil itu, mereka posesif sama agresif banget," curhat Felix.

Memang benar, akhir-akhir ini Felix tidak lagi berminat dengan cewek-cewek kelas atas yang terlalu banyak menuntut dan bergaya hidup konsumtif.

"Lagian lo kenapa mau-mau aja sama mereka?" tanya Etthan. Ia bingung dengan Felix, kenapa mau-mau saja menjalin hubungan dengan model-model pencari sensasi yang ingin terkenal dengan cara instan itu.

"Mereka mulus, lumayan buat bikin iri ketua geng sebelah," jawab Felix. "Tapi sekarang gue bosen. Gue maunya sesuatu yang menantang." Felix berkata dengan menggebu.

"Serius? Gue sebenarnya ada saran, sih, tapi enggak yakin kalau lo mau," kata Etthan.

"Apaan?"

"Lo cari aja cewek dan jalin hubungan lewat aplikasi 'Kontrak Pacar', itu cukup menantang menurut gue," jawab Etthan. "Lo cuma harus cari yang cocok sesuai kriteria dan tanda tangan kontrak. Biayain semua kehidupan cewek itu selama kalian terikat kontrak," jelas Etthan.

"Gue enggak lagi nyari sugar baby. bisa gawat kalau Papa gue sampe tau, bisa dipasung beneran nanti gue," jawab Felix bergidik ngeri.

"Ini bukan hubungan kayak sugar daddy dan sugar baby kayak yang lo pikirin. Ini cuma pacaran kontrak. Lo bebas kayak orang pacaran pada umumnya, tapi di sini ada beberapa ketentuan yang enggak boleh dilanggar. Kalau ngelanggar bakal ada sanksi sesuai kesepakatan," jelas Etthan lagi.

"Buset, dah, hafal banget lo, Than. Tau dari siapa, sih?" tanya Felix. Ia penasaran, Etthan terlihat sangat tahu tentang aplikasi 'Kontrak Pacar' ini.

"Dari Om gue, biasalah dia duda dan nyari gebetan di sana. Dia sempat nawarin ke gue, tapi gue kaga tertarik. Kali aja lo yang tertarik," jawab Etthan.

"Gue pikir-pikir nanti, deh. Sekarang mau cabut dulu, ada urusan," kata Felix sambil bangkit dari duduknya.

Etthan cuma mengangguk saja, sedangkan anak lain yang melihat Felix hendak pergi bertanya. "Mau ke mana, bos?"

"Gue cabut duluan. Kalian aja yang keliling malam ini. Kalau ada yang ngelunjak, mampusin aja," kata Felix sambil berlalu pergi.

"Siap, bos," kata anak-anak geng semangat.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Harold
Bagus banget hihi, next cepet...
goodnovel comment avatar
Viaaf04
makasih kk...
goodnovel comment avatar
Titiny Boa
goood banget xeritanyaaaaa.. otw bacaaaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status