Setelah kematian suaminya, Maudy berulangkali berusaha untuk mengakhiri hidup. Namun, usahanya selalu gagal karena ayah mertuanya selalu datang di saat yang tepat untuk menyelamatkan. Tak tahan melihat keadaan sang menantu, pria tua itu pun memanggil Mahen, seorang dokter yang merupakan abang ipar Maudy. Wajahnya yang sangat mirip dengan mendiang suami Maudy membuat Maudy merasa bahwa suaminya masih ada walau sikap mereka sangat berbeda. Lantas, bagaimana nasib Maudy? Belum lagi, sahabat mendiang suami Maudy mendadak datang dan mengaku diamanahkan untuk menikahi Maudy sebelum suaminya meninggal.....
Voir plusBerangkat karena tugas, pulang tinggal nama. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk mendeskripsikan mengenai apa yang telah terjadi pada Liam. Seorang prajurit angkatan laut yang telah gugur dalam pertempuran di laut perbatasan.
Area makam begitu ramai dihadiri oleh para rekan dan keluarga. Pemakaman dilakukan dengan cara militer, diberi penghormatan untuk yang terakhir. Maudy hanya bisa menangis tanpa suara. Sakit karena luka bekas melahirkan belum kering. Lalu kini kembali diberi sayatan luka di hati yang mungkin tidak akan pernah terobati. Ia dan Liam jarang sekali menghabiskan waktu bersama, sebab selalu ditinggal tugas ke luar kota. Hari ini tepat satu tahun pernikahan mereka, bukan kado terindah yang ia dapatkan sebagai hadiah, tapi kenyataan pahit yang harus ia telan karena kehilangan suami tercinta. “Mbak!” Hampir saja Maudy tumbang andai sang asisten rumah tangga tidak cepat tanggap dalam menangkapnya. “Kamu bohong, Mas! Kamu bilang kamu bakalan pulang tanpa luka! Kamu bilang kamu bakalan pulang bawa hadiah buat anak kita! Kamu bohong! Kamu pembohong! Kenapa kamu harus ninggalin aku sama Sean! Siapa yang bakalan jagain kami kalau kamu gak ada!” Tangis itu akhirnya pecah juga setelah sang suami terkubur di bawah gundukan tanah. Tangisnya terdengar begitu menyayat hati. Membuat suasana pemakaman menjadi begitu menyedihkan. “Maudy, ikhlas, Nak. Dia gugur sebagai pahlawan, dia tidak mati sia-sia.” Tama berusaha menenangkan sang menantu. Apalagi Maudy baru melahirkan kemarin, bekas luka itu akan menyakitkan jika ia bergerak terlalu kasar. Ia bahkan baru keluar dari rumah sakit siang ini, saat mendapat kabar sang suami telah pulang tanpa nyawa. “Maudy gak butuh pahlawan, Pa. Maudy cuma butuh Mas Liam.” Wanita itu terus saja menangis. Ia memberontak saat sang ART berusaha menenangkan. “Bawa dia pulang!” Lelaki paruh baya itu memberi perintah pada gadis yang tengah berusaha menenangkan Maudy sejak tadi. “Baik, Tuan.” “Aku gak mau pulang!” Maudy memberontak saat Hanum berusaha memandunya keluar dari area pemakaman. “Mbak, kondisi Mbak belum pulih total. Jangan banyak gerak dulu.” Hanum berusaha memberi pengertian. Harusnya Maudy tahu apa yang baik dan apa yang buruk untuknya. Peranakannya bisa turun jika ia terus saja memberontak seperti itu. “Aku gak mau ninggalin Mas Liam!” Maudy terus saja memberontak. Ia lekas berlari saat mendapat celah, lalu menjatuhkan diri memeluk gundukan tanah yang masih basah itu. “Maudy!” Kali ini Tama memanggil dengan nada tinggi. “Jangan membuat suamimu gelisah meninggalkanmu dan anakmu. Biarkan dia beristirahat dengan tenang!” Lelaki itu berucap dengan tegas. Ia sudah menahan tangis sejak tadi. Bukan karena ia tidak sakit dan merasa kehilangan atas kematian putranya. Ia bersikap seperti itu agar Maudy tidak terlalu larut dalam kesedihan. Jika ia ikut menangis, mungkin saja tangis Maudy akan menjadi lebih histeris. Maudy terdiam dengan wajah yang basah dan memerah karena tangis yang parah. Ia sesenggukan menahan tangisan. Diusapnya kedua pipi dengan telapak tangannya yang kotor karena tanah kuburan. “Pulanglah dan istirahat. Sean pasti butuh kamu, jangan tinggalkan dia lama-lama.” Maudy menggeleng. “Enggak, Pa. Maudy gak akan pulang.” “Papa tau bagaimana perasaanmu. Tapi sekarang bukan waktunya untuk larut dalam kesedihan, ada Sean yang butuh kamu. Biarkan mereka menyelesaikan tugas mereka untuk memberi penghormatan terakhir bagi Liam. Kamu bisa datang kembali ke sini kapan pun kamu mau, dengan satu syarat yaitu setelah kamu sehat.” Tama berucap dengan tegas. Lagi, Maudy tetap saja menggeleng tidak setuju. “Pulang atau papa tidak akan pernah mengizinkanmu untuk mendatangi makam Liam setelah ini.” Tama bersikap sangat keras karena ingin memberikan yang terbaik untuk menantunya. Ia tidak ingin kondisi Maudy semakin memburuk. Maudy terdiam. Ia menghela napas dengan dalam, lalu bangkit berdiri dengan pundak yang terasa begitu berat. Kakinya seolah tertancap pada tanah yang sedang ia pijak. Hanum datang untuk membantu Maudy beranjak. ‘Maaf karena papa sudah membentakmu. Papa terpaksa bersikap keras, jika tidak begini kamu tidak akan mau pulang.’ Tama berucap dalam hati saat Maudy dan Hanum melewatinya. Satu tetes air mata jatuh dari pelupuk mata lelaki itu. Segera ia hapus air matanya sebelum tetes yang lain ikut berjatuhan. *** Maudy tidak ingin keluar kamar sama sekali. Ia terus saja menangis di sana. Belum bisa ia menerima kematian sang suami tercinta. Terdengar lantunan ayat suci yang berasal dari lantai bawah, acara tahlilan berlangsung dengan begitu khikmat. “Mbak!” Hanum mengetuk pintu dengan lembut. Berharap Maudy akan membukakan pintu untuknya. Ini kali ketiga ia datang membawakan makanan, tapi tetap saja tidak ada jawaban dari dalam. “Mbak belum makan dari siang. Mas Liam pasti bakalan sedih kalau tau Mbak kayak gini.” Gadis itu terus saja berusaha membujuk, ia terus mengetuk. Namun, tetap saja Maudy tidak memberi respons apa pun. Hanum hanya bisa menghela napas dengan kasar, lalu kembali ke dapur dengan membawa makanan yang tidak disentuh sama sekali oleh Maudy. Rumah mulai beranjak sepi setelah acara tahlilan selesai. Tama menatap sekitar, mencari keberadaan Hanum yang ia minta untuk menemani Maudy. “Mbak Maudy tidak mau membuka pintunya, Tuan.” Hanum berucap setelah Tama bertanya padanya. Tama menarik napas dengan kasar. Tangis mulai terdengar saat lelaki paruh baya itu menaiki anak-anak tangga menuju lantai atas. Bukan tangis Maudy, tapi tangis Sean yang sudah haus akan ASI ibunya. Tidak terdengar sama sekali usaha Maudy untuk mendiamkan putranya. “Maudy ….” Tama memanggil dengan sangat lembut. Namun, tidak ada jawaban sama sekali. “Kamu tidur? Sean menangis, mungkin haus atau popoknya basah.” Tetap saja Maudy tidak memberi tanggapan sama sekali. “Maudy!” Suara Tama meninggi, berpikir Maudy tidak mendengar karena suaranya terlalu lembut. Brak! Terdengar suara benturan yang cukup keras dari dalam kamar. Tama mulai panik, ia tidak bisa tenang setelah mendengar suara gubrakan itu. Pikirannya mulai mengarah ke mana-mana, apalagi kondisi jiwa dan pikiran Maudy sedang tidak baik-baik saja. “Maudy! Kamu baik-baik saja?” Tama mulai mendobrak pintu, tapi pintu itu terlalu keras untuk ia buka secara paksa. Butuh beberapa kali hantaman hingga pintu terbuka juga pada akhirnya. Hanya ada Sean yang menangis di atas ranjang. Sementara Maudy tidak ada di sana sama sekali. “Maudy!” Tama dibuat semakin panik. “Hanum!” Lelaki itu memanggil dengan kepanikan yang begitu tinggi. “Ya, Tuan.” Hanum datang terburu-buru memenuhi panggilan majikannya. “Kamu buatkan saja susu formula untuk Sean. Malam ini biar Sean tidur denganmu dulu.” Lelaki itu berucap dengan panik. Ujung matanya masih mencari keberadaan Maudy. Hingga lirikannya mengarah pada kamar mandi. Lekas Tama berlari menuju kamar mandi. Betapa terkejutnya ia saat mendapati sang menantu telah tergeletak lemah dengan mulut yang dipenuhi busa. Di sisi kanannya tergeletak pembersih lantai dengan tutup terbuka. Tampaknya Maudy baru saja melakukan percobaan bunuh diri. Segera Tama membawa wanita itu ke dalam gendongan. Lekas ia berlari keluar kamar. Berteriak dari atas sana agar mobil segera disiapkan. Ia akan membawa Maudy ke rumah sakit sebelum terlambat.Mahen menatap botol air mineral yang ada di dalam genggamannya. Besok Tama akan pulang. Jika bukan sekarang, ia tidak akan pernah memiliki waktu untuk melakukan itu. Sebab, Tama akan sangat over protektif terhadap menantunya. Tidak akan ada celah bagi Mahen untuk menyentuh wanita itu.Lelaki berhidung mancung itu meracik sesuatu. Ia memasukkan obat bius yang tidak berbau dan tidak berwarna ke dalam minuman yang akan ia berikan pada Maudy. Sebagai seorang dokter, ia tahu sebanyak apa takaran yang akan ia berikan.Setelah menghela napas dengan dalam, Mahen meraih butiran obat yang sudah ia siapkan. Lelaki itu bangkit berdiri menuju keluar kamar. Manik matanya yang tajam mencari keberadaan Hanum.“Serahkan ini pada Maudy.” Mahen memberikan botol mineral dan juga butiran obat itu pada Hanum. Karena sudah terbiasa disiapkan seperti itu, tidak ada kecurigaan sama sekali di pikiran gadis itu.Maudy pernah menghilangkan obat yang wajib ia konsumsi. Entah sengaja dihilangkan karena tidak ingin
Sebuah foto masuk di aplikasi hijau yang tengah Mahen buka. Ada banyak wanita yang menawarkan tubuhnya. Tidak semuanya menarik dan cantik. Beberapa dari mereka hanya mengandalkan selangkangan. Asal ada lubang yang bisa dimasuki, akan ada lelaki yang ingin memasuki.Beberapa kali Mahen mengabaikan pesan yang masuk. Ia selalu memilih wanita paling cantik untuk ia bawa ke kamarnya setiap malam. Namun, kali ini ia ingin menahan diri. Pelan-pelan ia ingin berhenti dari kebiasaan buruk itu. Ia teringat dengan pesan wanita kemarin malam.“Kurasa kau tidak benar-benar mencintai mantan tunanganmu. Kau marah padanya bukan karena dia selingkuh, tapi karena kau merasa harga dirimu sebagai lelaki telah diinjak habis-habisan olehnya. Jika kau benar-benar mencintainya, kau tidak akan bisa dengan mudah meniduri banyak wanita sebagai pelampiasan amarah. Kau hanya ingin menunjukkan padanya jika kau bisa melakukan hal yang lebih hebat dari yang pernah dia lakukan untukmu.” Begitu wanita itu berkomentar
Maudy tampak sangat kelelahan. Wanita itu bahkan sampai tertidur di sofa dengan posisi duduk memeluk bayinya. Setelah seharian penuh terdengar tangis dari Sean, akhirnya bayi itu terlelap menjelang petang.Mahen menghela napas dengan kasar. Lelaki itu berjalan mendekat, duduk di sofa berseberangan agar bisa menatap Maudy lebih lekat.Napas wanita itu terdengar sangat teratur. Bahkan dalam kondisi lelah dan terlelap seperti itu pun, Mahen bisa menikmati wajah cantik adik iparnya. Garis wajah yang nyaris sempurna, tanpa cela. Mahen menatap untuk waktu yang lama. Nafsu yang tersembunyi dalam jiwanya kembali bergejolak saat ia menatap wanita yang ada di hadapannya. Napasnya memburu, wajahnya memanas.Wajah Maudy yang tengah tersenyum mulai menari-nari di dalam pikirannya. Ia tidak pernah mendapatkan senyum itu secara langsung, tapi setiap kali ia mengingatnya mampu membuat seluruh jiwa dan tubuhnya bergetar dengan hebat. Mengapa ada wanita yang memiliki senyum seindah itu?Mahen bangkit b
Mahen keluar dari kamar mandi dengan tubuh sedikit basah. Ia hanya melilitkan handuk kecil di pinggangnya.Terdengar ketukan di pintu kamar di saat Mahen hendak mengambil pakaian dari lemari.Mahen menghela napas dengan kasar. Ia berbalik dan beranjak untuk membukakan. Sosok Hanum muncul di balik pintu saat daun pintu terbuka.Seketika wajah gadis itu memerah saat mendapati tuannya hanya mengenakan handuk saja. Tubuhnya yang basah dan aroma sabun yang menguar membuat jantung Hanum seakan berhenti berdetak. Matanya terbelalak. Semakin besar rasa penasarannya ingin merasakan kenikmatan seperti yang ia dengar hampir setiap malam.“Ada apa?” Suara berat milik Mahen mengejutkan Hanum dari lamunan.“Mbak Maudy mau diantar ke rumah sakit, Tuan.” Hanum berucap dengan gugup. Ujung matanya bisa menangkap ada sosok wanita yang tengah terlelap di ranjang sana.“Kenapa lagi dia?” Tampaknya Maudy tidak akan bisa lepas dari obat dalam waktu dekat.“Demam Sean semakin tinggi. Tubuhnya sangat panas.”
Maudy menuruni anak-anak tangga. Ia ingin mengecek kondisi Sean terlebih dahulu sebelum ia beranjak untuk tidur. Ia tidak bisa terlelap sebelum memastikan bahwa putranya nyaman tidur bersama Hanum. Di ujung anak tangga terakhir, Maudy berpapasan dengan Mahen yang tengah merangkul seorang wanita.Untuk beberapa detik, mereka saling tatap dalam diam.Segera Mahen melepas rangkulannya di pinggang wanita itu. Ia tampak salah tingkah karena kepergok oleh Maudy. Sementara Maudy tampak biasa saja, ia beranjak pergi seolah tidak melihat apa-apa. Mengabaikan Mahen dengan kebiasaan buruknya itu.Mahen menghela napas dengan dalam. Ia menoleh menatap Maudy yang tengah melangkah menuju kamar Hanum di belakang sana. Seketika perasaan bersalah datang menyerang. Entah perasaan itu datang dari mana.“Are you okay?” Wanita penggoda itu bertanya memastikan. Sebab, sikap Mahen tiba-tiba berubah seperti itu.“Ya.” Mahen menjawab seraya kembali merangkul wanita itu menuju kamarnya.Di dalam hati dan pikira
Sean cukup rewel sehabis imunisasi. Bayi itu tidak kunjung diam sepanjang perjalanan menuju pulang. Maudy sudah berusaha menenangkan semaksimal mungkin. Namun, putranya tetap tidak ingin tenang. Sebagai seorang ibu, Maudy jadi ikut menangis karena Sean terus saja menangis. Ia merasa frustrasi, bahkan bayi itu menolak saat diberi ASI.“Habis imunisasi biasanya memang seperti itu. Nanti bakalan demam, dikompres saja pakai air hangat di bekas suntikannya.” Mahen berusaha menenangkan. Ia jadi tidak bisa fokus dalam menyetir, sebab fokusnya teralihkan oleh Maudy dan Sean.“Sudah, Sayang. Berhenti dong nangisnya. Mama juga jadi ikutan nangis dibuatnya.” Maudy terus menimang putranya.Mahen menghela napas dengan kasar.Mobil berhenti ketika mereka tiba di rumah. Mahen turun lebih dulu, ia berlari kecil menuju sisi mobil yang lain. Membukakan pintu untuk Maudy.Maudy turun seraya menggendong putranya. Barang-barangnya ia tinggalkan di dalam mobil karena fokusnya telah habis untuk Sean. Ia bin
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires