Share

Bab 3. Kejutan Felix

Kemarin setelah membawa Ara dan memperkenalkannya sebagai pacar di depan semua anak geng, Felix memutuskan untuk mengantar gadis itu pulang ke kosnya.

Ara menyewa salah satu kos-kosan yang terbilang sangat sederhana, penjaga kosnya juga galak dan Felix tak suka itu. Ia dilarang bertamu sampai larut malam di sana, padahal ia tak akan melakukan apa pun dengan Ara. Ia hanya masih ingin menggoda dengan membuat kesal gadis itu.

Tetapi tenang saja, setelah semalaman berpikir, Felix akhirnya punya solusi untuk masalah tersebut, yaitu dengan membelikan apartemen untuk Ara supaya ia bebas untuk mengunjunginya. Satu apartemen bukan masalah yang besar baginya.

Felix mulai mendial nomor Ara, kemarin mereka bertukar nomor ponsel, pada dering ketiga, telepon dari Felix diangkat.

"Halo," sapa Ara di seberang sana, suaranya terdengar serak seperti baru bangun tidur.

"Baru bangun?" tanya Felix heran, pasalnya ini sudah jam sepuluh pagi, kebo sekali gadis itu.

"Iya, tadi malam gadang." Jawaban dari seberang sana terdengar malas-malasan.

"15 belas menit lagi aku jemput, siap-siap," perintah Felix. Jarak rumahnya dari tempat Ara ngekos tak terlalu jauh.

"Hmmm." Hanya gumaman yang terdengar dari seberang sana sebagai balasan.

Felix tersenyum kecil dan segera mematikan teleponnya, Ia kemudian bersiap untuk segera pergi, kali ini ia harus tepat waktu kalau tak ingin dicakar betulan oleh kucing galak manis itu. Tentu saja kucing yang ia maksud di sini adalah seorang Adara Lansonia.

***

Felix sampai di depan Kos Ara, ia mulai turun dari motornya.

Sepi sekali di sini, seolah tak ada kehidupan. Cuaca memang sedang panas, mungkin saja orang-orang memilih untuk tetap di dalam rumah masing-masing.

Tok! Tok! Tok!

Felix mulai mengetuk pintu, mungkin Ara masih bersiap-siap di dalam. Tak ada jawaban apa pun, hanya hening, Felix mengetuk sekali lagi dan hasilnya masih sama; tak ada sahutan.

Apakah Ara membohongi Felix? Mungkin saja, kan, Ara sedang ada di tempat lain, tetapi tadi saat ditelepon suaranya seperti baru bangun tidur. Apa jangan-jangan gadis itu menginap di tempat lain, awas saja kalau memang seperti itu.

Felix mengetuk sekali lagi, kali ini lebih keras. Bodo amat kalau ada yang terganggu, kalau sampai tak ada jawaban lagi, maka ia akan pergi.

Benar saja tak ada jawaban lagi, Felix mengepalkan kedua tangannya. Berani sekali Ara membohonginya, ia berbalik dan mulai melangkah pergi meninggalkan kos tersebut. Baru sampai pada langkah ke tiga, terdengar suara pintu terbuka.

Felix berbalik dan terpaku. Di sana, Ara berdiri bersandar pada kusen pintu dengan celana pendek dan kaos oblong kebesaran, rambutnya berantakan dan raut wajahnya terlihat sayu. Gambaran perempuan baru bangun tidur yang sangat menggoda iman.

Felix cepat melangkah ke depan Ara dan menutupi gadis manis itu dengan tubuhnya sendiri. Ia takut kalau ada orang lewat yang melihat penampilan Ara yang seperti ini.

"Masuk dan ganti baju!" perintah Felix cepat.

Ara tak menjawab, ia malah menjatuhkan kepalanya ke bahu Felix. "Ngantuk," katanya.

Felix mengela napas, ia mulai mengusap kepala Ara dan berkata, "cuci muka dulu sana terus ganti baju. Aku mau ajak ke suatu tempat, nanti tidur lagi di sana."

Ara masih tak menjawab dan memilih menduselkan kepalanya lagi ke pundak Felix. Ia terlihat benar-benar mengantuk.

"Hei!" kata Felix sambil menepuk pipi gadis itu lembut. "Kamu enggak mau ada yang lihat kita kayak gini dan salah paham, kan?" tanya Felix, posisi mereka cukup intim kalau dilihat dari sudut tertentu. Seolah Felix sedang mendekap dan mencium gadis ini.

Ara berdecak malas. "Kamu datang kecepetan kali ini, harusnya motor Kamu mogok," katanya dengan raut wajah kesal.

Felix yang mendengar hal tersebut menyentil dahi Ara. Terlambat salah, tepat waktu juga salah. 'Dasar kitten,' batin Felix gemas.

Ara tambah merengut kemudian berbalik sambil mengentakkan kedua kakinya.

Felix tersenyum kecil melihat hal tersebut dan memilih menunggu di teras. Ia duduk lesehan di sana dan menyelonjorkan kedua kakinya. Sambil menunggu, Felix memainkan ponsel untuk membu-nuh waktu.

Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Ara keluar. Penampilannya biasa saja, hanya celana levis panjang dan kaos warna hitam, ia bahkan tak membawa tas dan menyodorkan ponselnya pada Felix.

Felix mengernyit heran. "Apa?" tanyanya memastikan.

"Bawain, males bawa tas," jawab Ara, ia menyodorkan lebih dekat lagi.

"Dasar pemalas," kata Felix, tetapi tetap mengambil ponsel tersebut dan menaruhnya di dalam kantong jaket bersama ponsel miliknya.

"Ayo!" perintah Felix sambil menggandeng tangan Ara.

Saat sudah sampai di motornya, Felix menuntun Ara naik ke joknya terlebih dahulu kemudian menyusul.

"Pegangan!" perintah Felix.

Ara menurut dan mulai melingkarkan tangannya di pinggang Felix, gadis itu bahkan mulai menjatuhkan kepalanya ke bahu pria di depannya.

Felix mengela napasnya perlahan. "Jangan tidur!" peringatnya.

Ara diam tak menjawab, tak menghiraukan peringatan Felix. Terpujilah Felix dengan stok kesabaran seluas Gurun Sahara hari ini, karena hari-hari biasanya ia mudah sekali marah dan meledak-ledak.

Selama perjalanan tak ada percakapan yang keluar dari mereka, hanya suara deru kendaraan yang saling bersahutan.

Motor Felix berhenti di depan bassement sebuah apartemen mewah. Ia menggerakkan bahunya perlahan, bermaksud membangunkan Ara yang sepertinya tidur lagi selama perjalanan.

"Ara," panggil Felix lembut.

Ara bergumam pelan, ia mulai mengangkat kepalanya dan melihat sekitar, ia terlihat bingung.

"Kita di mana?" tanya Ara memastikan.

"Ayo turun," kata Felix mengabaikan pertanyaan yang ditujukan padanya barusan.

Ara menurut, Felix kemudian turun dan segera menggandeng tangan Ara. Mereka menaiki lift menuju lantai tiga dalam keheningan.

Ara sebenarnya penasaran, ada beberapa pertanyaan di dalam benaknya, tetapi ia lebih memilih mengunci mulutnya dan bungkam, takut dikacangin lagi.

Lift terbuka dan mereka keluar dengan tangan yang masih terpaut. Mereka tiba di salah satu apartemen, Felix terlihat memasukkan beberapa digit angka yang diyakini Ara sebagai sandi apartemen ini.

Pintu terbuka dan mereka melangkah masuk.

"Wow," gumam Ara takjub, apartemen ini lumayan luas dan terkesan elegan. "Ini punya Kamu?" tanya Ara.

Felix menggeleng. "Bukan," jawabnya.

"Terus punya siapa?" tanya Ara lagi penasaran. Ia bertanya-tanya, mengapa Felix membawanya ke sini kalau apartemen ini bukan punyanya.

Felix tersenyum lebar dan menjawab. "Kamu."

"Eh?" Ara kelihatan bingung, raut wajahnya terkejut.

"Ini punya Kamu sekarang. Hadiah, ingat poin nomor dua," jelas Felix saat melihat Ara hanya bengong.

"Kita, kan, belum tanda tangan kontrak," ujar Ara mengingatkan. Memang benar, perubahan kontrak belum mereka tanda tangani.

"Tapi akan segera, kan?" tanya Felix tersenyum kecil.

Ara tak merasa harus menjawab pertanyaan tersebut, ia malah mengajukan sebuah pertanyaan.

"Felix, Kamu serius?" tanya Ara masih tak percaya. Ini pertama kalinya ia bertemu orang seloyal Felix.

"Iya."

Ara bersorak senang, akhirnya ia bisa pindah dari tempat kosnya yang sempit itu.

"Thanks," ucap Ara dan melompat ke arah Felix lalu memberikan sebuah kecupan di pipi pria itu.

Felix menahan berat badan gadis di depannya ini dan mulai menggendongnya ala koala, ia tersenyum senang hanya dengan satu kecupan saja. Biasanya ia selalu risih ketika bersentuhan dengan beberapa gadis yang sempat berpacaran dengannya, tetapi dengan Ara berbeda, ia malah suka.

"Di sebelah sini enggak dikasih?" tanya Felix menunjuk pipi kanannya. Ara menurut dan mengecupnya.

"Di sini?" tanya Felix lagi berniat untuk bercanda dan mengetuk bibirnya sendiri dengan satu tangan.

Ara terdiam beberapa saat, matanya balas menatap tatapan Felix.

"Oke, aku bercanda," kata Felix sambil terkekeh pelan.

Cup!

Satu kecupan mendarat di bibir Felix, membuatnya menghentikan kekehan. Ara menunduk dan menyembunyikan wajahnya di leher Felix.

Felix yang sempat melihat wajah memerah gadis itu gemas. Ia mengeratkan pelukannya dan melayangkan kecupan bertubi-tubi di kepala gadis itu.​

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status