Bab 18
POV Pak Anggara
Ketika aku ingin bercerita pada Gita dan Irfan, tiba-tiba Anggi menghubunginya.
"Pah, Anggi telepon, tunggu sebentar," ucap Irfan.
"Iya, silakan," jawabku. Kemudian, aku pun menunggu Irfan menerima telepon sambil mengatur kata-kata untuk mengawali cerita. Semoga saja Gita tidak kecewa dengan perbuatanku.
Usai menerima telepon, Irfan pun kembali dan pamit ke rumah sakit. Itu artinya, ia takkan mendengarkan cerita itu sekarang.
"Pah, Anggi minta ditemani, ibu dan ayahnya ingin bicara dengan papa, jadi mereka mau pulang ke sini dulu," ucap Irfan. Aku pun mengangguk seraya menyetujui apa yang ia lakukan. Mungkin kedua orang tuanya juga berharap diceritakan sekarang juga.
Aku menghela napas panjang, sedangkan Gita sudah bersiap mendengark
Bab 19POV Pak AnggaraAku sangat mencemaskan Gita, ini resikonya jika jujur padanya. Namun, ini semua juga salahku, seharusnya aku tidak merahasiakan ini pada Gita.Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 17:05 WIB. Setibanya di rumah sakit, aku membawa Gita ke UGD. Aku membawanya ke rumah sakit tempat Anggi dirawat."Suster, tolong istri saya," ucapku pada team medis. Kemudian, ia dibawa ke dalam. Aku menunggunya sembari menghubungi Seno dan istrinya.Hanya butuh beberapa detik, Seno pun mengangkat telepon dariku."Halo, Seno. Gita dibawa ke UGD. Kamu masih di RS sini, nggak?" tanyaku sambil menyandarkan tubuh ini. Aku berharap Gita dapat menerima kenyataan ini, dan tak lagi menyalahkan dirinya. Ia pasti pingsan karena merasa bersalah atas sikapnya selama ini pada Anggi.
Bab 20POV Anggi"Sayang, maafin Mama, ya," ucap mama mertuaku masih terisak. Aku pun keheranan mendengarnya. Sebab, tidak seperti biasanya ia seperti itu. Kemudian, mama menciumi pipi kanan kiriku dengan penuh kasih sayang."Mah, ini ada apa?" tanyaku heran. Alisku mengernyit ketika menatap mama yang aneh.Aku menghela napas, lalu menatap wajah Mas Irfan yang juga heran dengan tingkah mamanya."Inikah rahasia yang Papa sembunyikan?" tanya Mas Irfan dengan tatapan sinis. Kemudian, ia menatap wajah Papa Angga dengan pandangan tajam.Aku semakin bertanya-tanya melihat perilaku semuanya yang aneh."Ini ada apa sih? Kenapa semuanya aneh?" tanyaku semakin penasaran.Kemudian, langkah papa mertuaku semakin mendekat, begitu juga dengan ayah d
Bab 21"Maksudnya cucu, Eyang ...." tanyaku terputus. Kedua alisku ditautkan ketika eyang ucap seperti itu. Kemudian, ia mendekatiku, lalu duduk di sebelah dan merangkul layaknya teman."Iya, Eyang sudah tahu semua, kamu itu cucu saya yang asli, iya kan?" tanyanya balik. Kutengok ke arah Mas Irfan yang terlihat sedih, ia mundur perlahan dari kami.Aku juga tidak habis pikir, perbuatan papa sebenarnya sangat menyakitkan. Mas Irfan pasti sangat minder ketika ia tahu bahwa Mas Irfan hanya orang asing."Eyang, Eyang tahu dari mana?" tanyaku menyelidik. Papa pun turut mendekati, sepertinya ia ingin tahu juga.Kemudian, eyang memanggil seseorang dengan teriakan. "Dody!" teriaknya.Tidak lama kemudian muncul seorang lelaki memakai jaket biru celana jeans dan menggunakan topi."Loh, ini kan yang semalam ada di dekat UGD, ia ponselnya jatuh, lalu pergi dengan tergesa-gesa," terang Papa Angga. Eyang pun
Bab 22POV IrfanHatiku hancur ketika tahu bahwa aku bukan darah daging Papa Angga. Rasanya harapan menjadi penerus keluarga Pratama sirna dan hancur.Kini aku bukan siapa-siapa keluarga Pratama, pasti setelah ini mereka akan menendangku jauh-jauh, apalagi Anggi yang telah disakiti ternyata ia adalah anak Papa Angga. Pantas saja selama aku menikah dengannya, tidak pernah sekalipun Papa memarahinya, ternyata ini alasan yang selama ini ditutup-tutupi.Setelah ini, Anggi akan bertepuk tangan, lalu mengusirku dengan penuh kebahagiaan. Ia pasti tertawa dengan apa yang pernah kulakukan padanya. 'Ya Tuhan, hamba sangat menyesal telah mengkhianatinya, adakah kesempatan satu kali lagi untuk mengobati hatinya yang luka?' gumamku dalam hati.Setelah Papa menceritakan sedikit intinya, kami malah diusir oleh Anggi. Ia begitu shock mendengar penuturan Papa Angga. Aku pikir ia akan bahagia setelah tahu bahwa ia adalah anak penerus keluar
Bab 23POV IrfanSetibanya di kantor, aku, Papa Angga, dan Eyang Irgi langsung ke ruangan. Ruangan kerja yang dikhususkan untuk Papa Angga."Pah, apa Papa yakin Alex akan datang?" tanya Papa Angga."Ya, yakin sekali, Papa penasaran dengannya, kenapa ingin menghancurkan perusahaan ini, perusahaan yang telah Papa bangun lama." Eyang sangat penasaran motif dari Pak Alex.Kemudian, selang setengah jam, Pak Alex pun datang. Ia bicara dan berperilaku layaknya seorang sahabat yang benar-benar prihatin akan terpuruknya teman karibnya. Padahal di hatinya mungkin sedang tertawa, menertawakan keberhasilannya."Hei, ada apa ini kawan?" tanyanya ketika baru saja datang, ia mengulurkan tangannya dan mengecup punggung tangan eyang yang sedang duduk di samping Papa Angga."Duduk Alex!" suruh papa dengan nada datar. Kusorot mata eyang, ia tampak mengingat-ingat wajah Pak Alex yang kini sudah berada di hadapannya.
Bab 24POV KarinKali ini aku dipaksa ke rumah sakit. Pak Alex terus menerus mengancam ketenangan keluargaku. Sebenarnya lelah menjalankan tugas seperti ini. Rasanya ingin kusudahi semuanya."Kamu harus mengalihkan mereka di rumah sakit, aku ingin acak-acak kantornya," suruh Pak Alex. Aku menghela napas berat. Sebenarnya ia sudah terlalu banyak membuatku ikut masuk pada dendam yang ia pendam."Baik, Pak, setelah ini, saya mohon, izinkan saya pergi dan tidak ikut campur lagi dengan urusan Pak Alex. Kasihan keluarga saya," lirihku.Seandainya Pak Alex melepaskan aku, rasanya lelah melakukan tugas yang tidak sesuai dengan hatiku. Ya, aku benar-benar sudah mencintai Mas Irfan."Selesaikan tugasmu, uang yang saya berikan sudah terlalu banyak, masih belum cukupkah?" tanya Pak Alex. Kalau disuruh mengemba
Bab 25POV Anggi"Pah, jangan gitu ah, memangnya Pak Alex tak punya hati nurani sampai nekat menghilangkan nyawa Karin beserta bayi yang di kandungnya?" Aku berusaha menghilangkan perasaan menduga-duga yang tidak jelas pada Papa Angga."Ya, memang terlalu jahat sih kalau itu memang benar, tapi tidak ada salahnya kita berhati-hati terhadap Alex," jawab Papa Angga.Kami semua duduk, tidak langsung ke rumah sakit yang disebutkan pihak kepolisian. Kulihat Mas Irfan mengecup jarinya seraya cemas. Lalu mata ini pindah menatap wajah Mama Gita yang sama seperti Mas Irfan."Kalian khawatir dengan bayi di kandungannya Karin?" tanyaku menyoroti keduanya.Kemudian, Mas Irfan membuang jarinya dari mulutnya lalu menghampiriku."Tidak seperti itu, aku memikirkan apa kecelakaan i
Bab 26POV Eyang IrgiFlashback ketika di rumah sakit.Sosok Karin mengejutkanku. Ia memberikan kabar bahwa dirinya tengah hamil anaknya Irfan. Namun, aku harus bertindak, aku suruh orang-orangku mencari tahu informasi mengenai Karin.[Kamu cari tahu wanita ini, tentang keluarganya juga, setelah mendapat informasinya, segera balas chat ini. Jangan telepon! Setengah jam harus sudah dapat. Sebar ke beberapa anak buahmu di daerah.] Aku kirim chat ini pada salah satu orang kepercayaanku dengan melampirkan foto Karin.Hanya selang lima belas menit, informasi itu sudah kudapatkan.[Pak Santoso, selaku kepala daerah, akan segera terjun ke rumahnya. Kebetulan, ia dekat dengan rumah ibunya Karin.] Balasan chat dari Jordi sampai.[Informasikan ke Santoso, bawa keluarganya ke tempat aman, perlakukan dengan baik.][Baik, Pak.]Sepuluh menit kemudian, Santoso gantian menghubungiku.