Share

Ingkar

last update Last Updated: 2021-11-19 07:23:36

Suasana berubah tegang. Cepat sekali Bu Tini bertindak. Padahal, Gayatri hanya beberapa kali bertemu dan berjalan bersama Galang. Namun, respon ibunya sangat tidak terduga.

Gayatri berjalan sambil membawa teko berisi teh hangat dan tiga gelas yang tertata rapi di nampan. Ia melirik sekilas ke arah Galang yang terlihat terkejut dengan ucapan ibunya.

"Ibu, kenapa ibu mengatakan hal seperti itu? Gayatri dan Galang tidak ada hubungan apa pun." Gayatri menjelaskan kepada ibunya lantas mengambil posisi duduk di sebelah Bu Tini.

"Ibu hanya ingin menjaga dirimu dari fitnah, Nak. Lagi pula, tak pantas jika seorang wanita dan pria yang bukan mahram berjalan bersama. Ibu juga takut jika suatu saat kalian semakin dekat dan akhirnya terjerumus ke jurang zina," jelas Bu Tini.

Gayatri mendesah kasar. Jika dipikir, memang benar perkataan yang dilontarkan ibunya. Namun, ia sama sekali tak berpikir sampai ke sana. Bagi Gayatri, ia hanya menganggap Galang sebatas teman. Karena ia sadar, dari segi penampilan, Galang terlihat seperti orang berada. Berbeda dengannya yang berpenampilan sederhana.

"Saya dan Gayatri hanya berteman, Bu. Saya tidak akan berbuat macam-macam. Jika saya berjalan berdua dengan Gayatri, itu karena saya ingin melindunginya dari gangguan pria yang tak bertanggung jawab." Penjelasan Galang membuat Bu Tini terlihat berpikir. Sesekali Bu Tini mendesah pelan seraya memejamkan mata.

"Iya, Bu. Kemarin sempat ada empat pria yang mengadang Gayatri waktu ingin mengantar bekal buat Ibu. Mereka berani nyentuh-nyentuh Gayatri, Bu. Saat mereka menarikku untuk mengikuti mereka, syukur ada Galang yang nolongin," tutur Gayatri.

Bu Tini hanya manggut-manggut. "Ibu mengerti. Maaf, Nak Galang. Bukan maksud apa-apa jika ibu berbicara begitu. Ibu hanya melakukan tugas sebagaimana orang tua kepada anaknya."

"Iya, saya mengerti. Saya tahu, jika Gayatri adalah anak Ibu satu-satunya. Maka dari itu, saya juga ingin membantu untuk menjaga Gayatri," sahut Galang.

"Terima kasih, Nak. Jangan melupakan satu hal! Kalian bukan mahram. Jadi, haram berjalan berduaan seperti kemarin-kemarin." Bu Tini tetap bersikukuh dengan ucapannya.

"Saya akan menikahi Gayatri jika sudah waktunya, Bu."

Jawaban Galang seketika membuat Gayatri terkejut. Ada rasa senang yang menyusup ke celah hatinya.

"Apa yang kamu tunggu, Nak?" tanya Bu Tini.

"Saya masih harus menyelesaikan sekolah. Setelah itu, saya harus belajar mengelola perkebunan milik ayah. Barulah saya bisa menikahi Gayatri. Memang, dari awal saya sudah menyukainya."

Gayatri terkesima mendengarnya. Bagaikan ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di sekelilingnya. Namun, ada rasa minder dalam hati Gayatri jika bersanding dengan Galang.

"Kamu jangan bercanda, Lang. Sudah, lupakan saja. Fokus saja sama urusanmu," sahut Gayatri.

"Aku memang benar-benar menyukaimu sejak awal kita bertemu, Tri. Namun, aku malu jika harus mengungkapkannya," balas Galang dengan senyum lebar yang memerlihatkan deretan giginya yang putih.

Sebenarnya aku juga sama, Lang.

Sayang, perkataan itu tak mampu dilontarkan Gayatri. Ucapan itu tersendat di kerongkongan.

"Sudah, jangan saling bertatap muka terlalu lama."

Ucapan Bu Tini seketika membuat Gayatri dan Galang salah tingkah.

"Maaf, Bu," balas Gayatri dan Galang serempak.

"Ehm, saya pamit pulang dulu, Bu, Tri. Saya ada janji sama ayah," pamit Galang.

“Makanlah dulu. Ibu sudah masak buat kamu,” perintah Bu Tini kepada Galang.

“Terima kasih, tapi saya sudah makan sebelum ke sini,” balas Galang.

“Baiklah kalau begitu,” ucap Bu Tini.

"Iya sudah. Hati-hati, Lang," timpal Gayatri.

Galang mengulurkan tangan ke arah Bu Tini. Namun, Bu Tini menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Galang tersenyum kikuk. Mungkin, ia lupa dengan kejadian waktu bersama Gayatri. Gayatri pun tersenyum geli melihatnya.

Sepeninggal Galang dari rumah, Bu Tini hanya bergeming. Seperti tak ada niat untuk mengajak Gayatri berbicara.

"Bu, kenapa Ibu mengatakan hal aneh pada Galang?" Gayatri akhirnya memulai pembicaraan.

"Ibu hanya ingin tahu, apa dia serius padamu atau tidak."

"Galang sama Gayatri itu hanya sebatas teman, Bu."

"Teman jika terus berdua akan menjadi pacar. Setelah menjadi pacar maka tak akan segan untuk saling menyentuh. Lalu, apa lagi? Pasti akan masuk ke lubang zina," jelas Bu Tini.

"Ibu hanya terlalu khawatir," sahut Gayatri.

"Gayatri!" panggil Bu Tini.

Bu Tini yang tengah duduk di ruang tamu dengan tatapan tajam membuat Gayatri mau tak mau harus duduk di hadapannya. Kalau istilah Jawa 'menehi pitutur'. Namun, saat Gayatri memandang wajah ibunya, ia seakan-akan terhipnotis. Gurat-gurat keriput yang terus bertambah membuat rasa sesal menyusup ke dalam hati Gayatri.

"Maafkan Gayatri, Bu," sesal Gayatri pada akhirnya.

"Kamu harus tahu, Nduk. Ibu mekakukan ini karena ibu takut kamu akan terjerumus ke dalam godaan setan," tutur Bu Tini.

"Setan akan memperdaya manusia dengan cara apa pun karena sebelum diusir dari surga, mereka telah bernjanji akan menggoyahkan iman manusia agar lupa kepada Tuhannya," imbuh Bu Tini.

"Ibu minta maaf jika ibu keterlaluan, ya." Bu Tini meraih tangan Gayatri, lantas mengusap-usapnya perlahan.

Gayatri merasa beruntung memiliki ibu seperti Bu Tini. Tak pernah lelah mengingatkan dan tak henti-hentinya memberi nasihat kepada Gayatri.

***

Malam begitu sunyi. Gayatri tak bisa memejamkan mata, padahal jarum jam telah menunjukkan pukul dua belas malam.

Gayatri hanya bolak-balik ke kanan dan ke kiri mencari posisi tidur yang enak. Namun, tetap saja tak berhasil.

Tok-tok-tok!

Mata Gayatri kembali terbuka saat mendengar suara ketukan di jendela. Siapakah tengah malam seperti ini datang ke rumah Gayatri?

Jangan-jangan itu maling, pikir Gayatri.

"Gayatri? Ini, aku."

Gayatri menajamkan indra. Suara itu seperti suara Galang. Ia kemudian merubah posisi, kini berdiri di belakang jendela.

"Gayatri, buka! Aku mau ngomong sesuatu," kata Galang. Gayatri membuka jendela dan terlihat wajah tampan Galang yang tengah tersenyum.

"Galang, ngapain kamu malam-malam ke sini?" tanya Gayatri heran. Untungnya rumah Gayatri berada di pojok dan bersebelahan dengan tanah kosong. Sedangkan kamar Gayatri berada di belakang. Jadi, tak akan ada orang yang bisa melihat.

"Aku gak bisa tidur, Tri."

"Lah, terus kenapa kamu ke sini?"

Padahal, Gayatri juga tak dapat tidur karena memikirkan Galang.

"Karena kamu yang buat aku gak bisa tidur," balas Galang seketika membuat wajah Gayatri panas.

"Pikiranku terus tertuju padamu, Tri. Ehm, Sebentar lagi aku harus kembali ke kota untuk melanjutkan sekolah," ungkap Galang.

Ada rasa tak rela menyusup ke dalam hati Gayatri saat mendengar Galang akan pergi. Itu artinya, Gayatri tak akan bertemu dengan Galang lagi.

"Gayatri, jika kamu mencegahku untuk pergi. Maka, aku tak akan pergi." Kini, Galang berani menggenggam tangan Gayatri. Gayatri serasa terpaku. Jika biasanya ia menolak untuk disentuh, kini ia membiarkannya tangannya disentuh dan anehnya, Gayatri pun membalas sentuhan Galang.

"Apa kau benar-benar harus pergi?" Bulir bening akhirnya luruh membasahi pipi Gayatri.

"Ayah menyuruhku untuk melanjutkan pendidikan, Tri."

"Pergilah, gapai cita-citamu, Lang," ucap Gayatri akhirnya.

"Kau benar-benar ingin aku pergi?" tanya Galang sekali lagi.

"Galang, maafkan aku. Sebenarnya, aku menyukaimu. Namun, apa yang bisa kulakukan selain membiarkanmu pergi?" Akhirnya Gayatri mengakui perasaannya pada Galang.

"Akhirnya, kamu mau jujur padaku, Tri." Senyum mengembang dari bibir Galang. Ia mendekat pada Gayatri. Diusapnya pipi Gayatri yang basah karena air mata.

Kini, Galang semakin berani mendekat pada Gayatri. Gayatri merasakan sesuatu yang hangat menyentuh bibirnya. Ada rasa nyaman dan hangat menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Gayatri, tidurlah. Aku akan menemuimu lagi lain kali. Semoga mimpi indah," ucap Galang sembari mengecup kembali bibir Gayatri. Kemudian, ia melangkah pergi meninggalkan Gayatri sendiri di balik jendela.

Ciuman pertama yang tak disangka Gayatri akan tetap bisa terjaga sampai menikah. Ternyata, kini telah direnggut lebih dulu oleh orang pertama yang ia cintai.

"Ibu, maafkan aku. Aku tak bisa menjaga amanahmu. Aku terlaku mencintai Galang."

"Galang, aku akan menunggumu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GAYATRI   Ikatan Halal

    Seorang gadis tengah berdiri dibelakang jendela sambil tersenyum bahagia. Kebaya putih dan jarik motif SidaMukti melekat di tubuhnya. Motif Sida Mukti merupakan motif yang seringdigunakan saat acara akad nikah. Arti kata Mukti sendiri adalah kehidupansejahtera dan makmur, sehingga diharapkan agar kedua mempelai mempunyai sifatmengerti dan pemurah terhadap sesama."Nduk, sudah siap?" Bu Tini tersenyum seraya menepuk pundakGayatri."Insyaallah," sahut Gayatri.Bu Tini terlihat menyeka sudutmatanya yang berlinang. Menyaksikan putri semata wayangnya memakai kebayaberbalut jilbab syari dan dihiasi roncean bunga melati. Hatinya seolah-olahmendayu melihat penampilan Gayatri. Sebentar lagi, kewajibannya sebagai seorangibu akan berpindah tempat ke tangan Ustaz Haikal."Doakan aku, ya, Bu. Semoga akubisa menjadi istri salihah untuk Ustaz Haikal," ujar Gayatri."Ibu selalu mendoakan yangterbaik untukmu, Nak." Bu Tini memeluk putrinya dengan penuh sayang."Nak, ayo, kita berangkatsekarang!" ajak

  • GAYATRI   Tunangan

    Kegembiraan tak dapat disembunyikanoleh Gayatri. Wajah semringahyang ia tampilkan membuat wajahnya semakin ayu. Binar-binar bahagia terpancarjelas di wajahnya."Assalamualaikum," salamHaji Yusuf yang baru datang."Waalaikumsalam," sahutsemua penghuni rumah serempak."Silakan duduk, Abah. Dudukdikursi saja biar nanti tidak susah berdiri," tutur Gayatri."Sudah, Nak. Di bawah saja biarsama seperti yang lain. Lagi pula,abah masih kuat," sahut Haji Yusuf."Monggo, Ji. Sambildinikmati," ujar Pak Sugeng seraya menunjuk ke arah hidangan."Iya. Terima kasih. Lebih baiksekarang acaranya kita mulai, ya. Kasihan Nak Haikal sudah tidak sabar,"celetuk Haji Yusuf yang membuat Ustaz Haikal merasa malu."Silakan, Nak Haikal. Sampaikanmaksud dan tujuanmu datang ke mari bersama keluargamu." Haji Yusuf mempersilakanUstaz Haikal berucap.Ustaz Haikal menarik napas panjangdan mengeluarkannya melalui mulut. "Bismillahirrahmanirrahim. Bapak Sugengsekeluarga yang diridhoi Allah. Saya, Muhammad Haikal Firmans

  • GAYATRI   Hari Yang Dinanti

    Sang buana disambut oleh hangatnyasinar mentari. Kabar tentang Gayatri yang akan menikah telah menyebar keseluruh desa. Pelbagai komentar positif dan negatif turut mengiringi beredarnyakabar itu.Biarlah bagaimana orang menilai. Lagipun Gayatri tidak ingin merusak suasana hati. Setiap penilaian orang itu benar.Tergantung dari sisi mana mereka menilai.Kini, di rumah Gayatri sedang banyakorang yang membantu ibudan bapaknya. Ada yang membuat kue, rawon, dan soto. Sudah menjadi tradisi didesa Gayatri untuk saling membantu saat akan ada acara sakral, seperti lamaranataupun mantu.Raut kebahagian terpancar dari wajahBu Tini. Begitu pula Pak Sugeng yang tak henti melepas pandangan dari istrinyaitu. Ah, semoga saja kelak Gayatri juga sepertimereka, batin Gayatri."Ustaz Haikal mungkin sudah adadi desa ini," gumam Gayatri sambil memainkan ponsel. Selama ini, Gayatridan Ustaz Haikal tak pernah bertukar kabar. Mungkin, karena rasa malu yangmelanda."Assalamualaikum." Suarasalam terdengar di am

  • GAYATRI   Kembali Hangat

    Kokok ayam saling bersahutan,diiringi mentari yang terbit dari ufuk timur. Gayatri masih betah di peraduan.Entah mengapa rasanya sulit untuk keluar dan menemui bapaknya.Asap mengepul membuat udara seantreorumah berbau sangit. Ternyata, di dapur Bu Tini sudah bergelut dengan api, air,dan makanan. Seulas senyum tersungging dari bibir Pak Sugeng saat melihatnya.Ingatan masa lalu saat masih bersama istrinya kembali melintas dalam kepalanya."Tini?" panggil Pak Sugeng.Bu Tini yang tengah sibuk memasakmenoleh kala melihat suaminya berdiri di pintu dapur. "Iya, ada apa?"tanya Bu Tini."Gayatri belum bangun, ya?"tanya Pak Sugeng."Biasanya dia sudah bangun.Mungkin masih betah di kamar," sahut Bu Tini menoleh sebentar, lantaskembali melanjutkan pekerjaannya.Pak Sugeng mengerti. Mungkin Gayatrimasih belum bisa menerima dirinya. Memang tak mudah memaafkan kesalahannya yangbegitu besar. Pak Sugeng pun memutuskan untuk menemui Gayatri di kamarnya.Tok! Tok! Tok!Gayatri menoleh ke arah pintu. T

  • GAYATRI   Penyesalan

    Suara melengking Gayatri membuatsemua penghuni rumah menoleh. Tuan Darwin tersenyum miring menyaksikan Gayatriyang berlari ke arahnya dengan wajah merah padam.Plak!Tamparan keras berhasil mendarat dipipi Tuan Darwin. Bu Tini terkejut saat menyaksikan reaksi Gayatri. SedangkanPak Sugeng bingung dengan apa yang tengah terjadi."Sebaiknya Anda pergi darisini!" usir Gayatri sambil menunjuk Tuan Darwin."Cih! Dasar pelacur!" decihTuan Darwin.Seketika wajah Pak Sugeng pucat pasi.Sebuah peristiwa pertemuan dengan Gayatri melintas di dalam otaknya. Sakingbanyaknya wanita yang pernah ia jemput untuk menemui Tuan Darwin sehingga lupabahwa ia juga pernah menjemput Gayatri dan mengantarkannya ke hotel.Ya ... Pak Sugeng ingat bahwa Gayatriadalah wanita yang sempat menangis di dalam mobil yang ia sopiri waktu itu.Mengingat itu, Pak Sugeng luruh ke lantai merutuki kebodohannya. Bagaimanamungkin ia lupa dengan anaknya sendiri? Bagaimana mungkin, ia tak mengenalianak kandungnya sendiri?Bu Tini ya

  • GAYATRI   Kecemasan Gayatri

    Senyum merekah tergambar jelas diwajah Pak Sugeng. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar kamar menemui Tuannya.Tuan Darwin berjanji bahwa ia akan mengantarkannya pulang ke rumah."Pak Sugeng!" panggil Tuan Darwin yang berada di ruang tengah.Gegas Pak Sugeng menemui tuannya. "Iya, Tuan?" sahutPak Sugeng."Ini untukmu. Terima kasih ataspengabdianmu bekerja padaku selama hampir sepuluh tahun ini." Tuan Darwinmengulurkan amplop cokelatbesar yang sangat tebal."Ta—tapi, ini terlalu banyak, Tuan."Pak Sugeng menerima amplop tersebut dengan bergetar. Selama ini, ia tak pernahmemegang secara langsung uang sebanyak ini."Sudahlah, itu masih tidaksebanding dengan pengorbananmu," timpal Tuan Sugeng."Kau bisa membangun rumahmu didesa dan hidup lebih baik," imbuh Tuan Darwin.Pak Sugeng tak mampu menahan airmata. Rasa haru menyeruak dalam hatinya. Dengan uang itu, Pak Sugeng akanmembangun rumah impian bersama keluarganya.Pak Sugeng masih ingat saat duluhidup bersama istrinya. Rumah yang ia tempa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status