Share

Apa? Menikah?

Gayatri berjalan menuju sawah seperti biasanya dengan menenteng rantang berisi nasi beserta sayur asem dan tempe goreng. Hari ini, Gayatri memasak sendiri. Hitung-hitung agar ia bisa luwes dalam urusan dapur.

Di perempatan jalan, Gayatri diadang oleh empat pria. Mereka mengelilinginya sembari tertawa. "Minggir!" seru Gayatri sembari memeluk rantang dengan tubuh yang sedikit bergetar.

"Mau abang anter, Neng?" tawar seorang pria yang terlihat lebih tua dari yang lainnya.

"Aku bisa pergi sendiri, minggir!" teriak Gayatri.

"Cantik-cantik, kok, galak amat?" Seorang pemuda yang terlihat seusia Gayatri.

"Mbak Gayatri, pacaran sama aku, yuk?" Kini pria berpawakan tinggi tegap menimpali.

"Udah, jangan digodain terus. Kasihan, tuh," ujar pria lainnya sambal tertawa lebar.

"Tolong, minggirlah! Ibuku pasti sedang menunggu." Gayatri memohon, berharap agar mereka mau menyingkir.

"Eh, ya udah, ayo, kita anterin," ucap mereka.

Salah satu dari mereka menyentuh dagu Gayatri membuatnya mundur seketika. Namun, salah satu dari mereka mencekal pergelangan tangan Gayatri. Ia mencoba mengibaskan cekalan pria itu agar terlepas, tapi bukannya terlepas, malah kini cekalan itu lebih kuat.

"Tolooong!" teriak Gayatri.

"Percuma, gak ada yang bakalan denger," ucap pemuda yang mencekal tangan Gayatri.

Bugh-bugh-bugh!

Gayatri menutup mulut dengan kedua tangan saat melihat tubuh keempat pemuda yang mengganggunya tersungkur ke tanah. Mereka meringis merasa kesakitan sambil memegangi tengkuk yang terkena hantaman kayu.

"Kamu gak papa, 'kan?"

"Galang?" Ia tersenyum.

"Pergi kalian! Jangan ganggu dia lagi!" bentak Galang kepada keempat pemuda tadi.

Keempat pemuda tadi pergi meninggaljan Galang dan Gayatri sambil mengusap-usap tengkuk mereka.

"Galang, terima kasih, ya," ucap Gayatri.

"Sudahlah, tidak perlu beterima kasih. Aku tidak suka meilhat seorang wanita diperlakukan seperti itu. Seorang wanita sepatutnya harus dijaga dan dihormati, tidak untuk dilecehkan," jelas Galang. Perkataannya mengena tepat di lubuk hati Gayatri.

"Gayatri? Bolehkah aku menjadi pelindungmu?" ucap Galang membuat Gayatri keheranan.

"Maksudnya?"

"Izinkan aku menjagamu dan melindungimu. Aku tidak bisa menerima perlakuan para preman tadi kepadamu. Aku takut jika hal ini terulang lagi," sahut Galang.

"Tap—."

"Aku sungguh-sungguh, Tri."

Tatapan Galang mengisaratkan keseriusan. Ada rasa harap yang begitu besar di sana. Gayatri tak sanggup berkata. Lidahnya terlalu kelu untuk berucap. Dalam hati, Gayatri sangat menginginkannya. Namun, akalnya menolak. Sungguh, Gayatri sangat bimbang kali ini.

"Aku, butuh waktu, Lang." Gayatri merasa ragu.

Galang tersenyum. "Aku mengerti, tenanglah. Aku akan menunggumu. Sekarang, izinkan aku mengantarmu ke tempat ibumu."

Gayatri mengangguk. Biarlah, Galang menjadi pelindung Gayatri untuk saat ini tetapi, sungguh saat ini Gayatri sangat berharap jika ini akan berlangsung hingga seterusnya.

Tidak ada aksara yang ke luar dari bibir Gayatri atau pun Galang. Suasananya berubah kaku, padahal ini bukan kali pertama Gayatri berjalan bersama Galang.

"Sudah sampai, Tri. Kamu hati-hati, aku pergi dulu. Assalamualaikum," pamit Galang.

"Waalaikumsalam."

***

"Gayatri, kamu melamun?" tanya Bu Tini sembari menepuk pundak putrinya.

Gayatri tersentak, entah mengapa ia memikirkan pria itu. Galang.  "Enggak, Bu. Gayatri cuma menikmati pemandangan saja," sanggah Gayatri. Bu Tini hanya menggelengkan kepala.

Di perjalanan pulang, Gayatri berjalan mengekori ibunya. Gayatri menoleh ke kanan dan kiri berharap bisa bertemu lagi dengan Galang. Galang, kenapa kamu gak muncul lagi, sih? Gayatri membatin.

"Tri!" tegur Bu Tini.

"Eh, iya, Bu?"

"Jujur, sama ibu. Kamu itu kenapa? Udah mulai suka sama cowok?" Pertanyaan Bu Tini sontak membuat Gayatri tersudut.

"Eng—enggak, Bu," balas Gayatri dengan gugup.

"Ibu sudah tahu semuanya. Siapa pria itu? Apa dia pria yang kau ceritakan waktu itu?" desak Bu Tini.

Gayatri bergeming. Ia sudah tertangkap basah. Bagaimanapun, Gayatri tak bisa menyangkal bahwa ia memang benar-benar menyukai Galang. Pikiran dan hatinya selalu tertuju pada pria itu.

"Kalau bertemu lagi dengannya, suruh dia ke rumah menemui ibu," tegas Bu Tini.

"Untuk apa, Bu?" tanya Gayatri heran.

"Ibu hanya ingin bertemu dengannya," sahut Bu Tini sambil terus berjalan tanpa menoleh pada Gayatri.

Rembulan bersinar menyinari gelapnya malam. Gayatri duduk di balik jendela memandangnya. Rasa rindu Gayatri kian membuncah saat melihat rembulan itu.

"Ya Tuhan, apa aku benar-benar telah dimabuk asmara?" gumam Gayatri.

Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Namun, mata Gayatri tak kunjung ingin terpejam. Ia meraup udara sebanyak mungkin, berharap agar bisa rileks.

"Galang, sungguh kau telah mencuri hatiku," ucap Gayatri sebelum matanya terpejam sepenuhnya.

***

Pagi buta, Bu Tini sudah berangkat ke sawah. Gayatri sendirian di rumah. ia memutuskan untuk berjalan-jalan ke luar. Semua orang sudah mengenal Gayatri, sehingga Gayatri sudah terbiasa berjalan sendirian.

Terlihat gazebo yang berada di sudut jalan. Gayatri melangkah ke sana. Saat hampir sampai, seseorang menepuk pundaknya.

"Galang!" tegur Gayatri. Gayatri merasa sedang berbunga-bunga melihat pria yang semalam ia rindukan

"Ngapain kamu di sini sendirian? Gak takut? Nanti kalau ada yang godain, gimana?" cecar Galang sambil menarik turunkan alisnya.

"Insyaallah, gak ada, Lang. Oh, ya … kok, kamu tiba-tiba ada di sini? Kamu ngikutin aku, ya?" goda Gayatri.

"Emang," jawab Galang tanpa rasa malu sembari duduk di gazebo mendahului Gayatri. Gayatri hanya tersenyum memandangnya, lantas duduk bersebelahan dengan Galang.

"Galang, rumah kamu sebelah mana, sih?" tanya Gayatri.

"Tuh, di sana," jawab Galang sembari telunjuknya asal ia arahkan.

Gayatri sedikit cemberut. Namun, Galang malah tertawa. "Memangnya kenapa, Tri? Kamu mau main ke rumahku?"

"Ya, gak gitu, tapi kamu itu selalu muncul tiba-tiba."

"Rumahku deket, kok. Nanti kamu pasti juga tahu," jawab Galang dengan sorot mata yang memerlihatkan keseriusan.

"Ehm, Lang?"

"Iya, Tri?" Galang kini menghadap ke arah Gayatri.

"Sebenarnya, ada yang mau aku omongin," terang Gayatri.

"Ya, ngomong aja, Tri. Santai aja, jangan tegang," balas Galang sembari cengengesan.

"Ibu pengen ketemu kamu, soalnya dia tahu kalau akhir-akhir ini kita sering ketemu," sahut Gayatri ragu.

"Oh, nanti aku ke rumahmu sekalian ngelamar kamu," goda Galang seketika membuat mata Gayatri melotot.

"Bercanda, Gayatri." Galang tertawa. Sungguh Gayatri kini merasa malu.

"Mungkin, ibumu takut jika aku ngapa-ngapain kamu," imbuh Galang.

"Maaf, ya," lirih Gayatri.

"Santai aja, Tri. Gak perlu minta maaf."

"Makasih, ya. Aku pulang duluan, bentar lagi ibu pulang," pamit Gayatri.

"Iya, hati-hati, Tri. Nanti, habis Magrib aku ke rumahmu." Gayatri tersenyum mendengarnya.

***

"Ibu, nanti habis Maghrib, Galang ke sini," ucap Gayatri pada Bu Tini yang tengah mengupas bawang merah.

"Oh, iya. Sekalian bantuin ibu masak, ya. Nanti, biar Galang makan di sini," sahut Bu Tini.

Gayatri mengangguk, kemudian membantu ibunya mengupas bawang dan rempah lainnya. Hatinya semakin merasa tak keruan. Sebenarnya, apa alasan ibunya mengundang Galang ke rumahnya?

Waktu berjalan cepat. Seusai salat Magrib, Gayatri mendengar seseorang mengucap salam di depan rumah. Gegas ia menghampiri ke luar dan terlihat Galang tengah berdiri di ambang pintu.

"Eh, silakan masuk, Nak," ajak Bu Tini ramah.

"Iya, Bu. Permisi." Galang masuk ke dalam rumah kemudian duduk di kursi kayu yang banyak lubang akibat dimakan rayap.

"Tri, buatin minum!" seru Bu Tini.

Gayatri mengaduk minuman teh sembari tersenyum sendiri. Apakah Ibu ingin menyuruh Galang untuk melamar? Gayatri tak bisa membayangkannya. Pasti jika itu terjadi ia akan sangat bahagia.

"Nak Galang, tolong jaga perilaku saat bersama Gayatri. Jika kamu menginginkannya, nikahilah Gayatri, tetapi jika tidak, tinggalkanlah. Ibu hanya tidak ingin hubungan kalian menjadi fitnah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status