Home / Lainnya / GAYATRI / Penyesalan Sarah

Share

Penyesalan Sarah

last update Last Updated: 2021-10-27 18:49:56

Jarum jam bertengger di angka delapan. Langit pekat yang dihiasi bulan purnama tak menyurutkan niatku malam ini. Ya ... malam ini adalah waktu si kupu-kupu malam untuk terbang mencari nafkah.

Aku berdiri di depan cermin, melihat pantulan bayangan diri. Cantik, tetapi menjijikkan. Itulah kata yang biasa kusematkan untuk diri ini.

Aku memakai dress mini berwarna merah tanpa lengan dan panjang di atas lutut, kontras dengan warna kulitku yang putih bersih. Ditambah make up tipis dan rambut hitam panjang yang tergerai indah. Siapa pun yang melihat, tak bisa menolak untuk memuji.

Aku berjalan ke luar rumah bak seorang model. Berlenggak-lenggok dengan dada membusung disertai rambut panjang yang melambai ke kanan dan ke kiri. Di depan rumah, tampak sebuah mobil berwarna hitam sedang menungguku.

"Silakan Nona, Tuan Darwin sudah menunggu," ucap seorang pria paruh baya dengan ramah, yang merupakan sopir klienku malam ini.

Aku mengangguk, lantas masuk ke mobil. Tak ada percakapan yang terjadi di antara kami. Menurutku, orang ini adalah orang baik-baik karena ia tak pernah memandangku saat bertatap, sorot matanya menuju arah yang lain. Tapi … entahlah? Setiap orang punya cara untuk menyembunyikan sisi lain dirinya, ‘kan?

"Maaf Nona kalau saya lancang. Berapa usia Nona sekarang?" tanyanya tiba-tiba.

"Dua puluh dua, Pak ... "

"Panggil saya Pak Sugeng, Nona," ucapnya seraya tersenyum.

"Nona masih sangat muda dan cantik, mengapa harus menempuh jalan seperti ini untuk mencari rezeki? Apa Nona tidak ingin hidup normal, punya keluarga kecil bahagia? Saya tahu kalau Nona punya masa lalu yang menjadikan Nona lebih memilih jalan seperti ini. Namun, semua masih bisa diubah sebelum terlambat." Bapak itu menasihatiku, seolah-olah mengetahui apa yang tengah terjadi padaku.

Aku bergeming, hanya bulir bening keluar dari sudut mata yang akhirnya menjadi isak tangis. Siapa pun yang mendengar pasti akan merasa iba. Segera kuseka air mata yang membasahi pipi.

"Maafkan saya Nona. Saya tidak bermaksud membuat Nona menangis. Saya sendiri juga punya masa lalu yang buruk, membuat saya menyesal dan kini saya berharap penyesalan itu bisa saya tebus suatu saat nanti. Saya harus bisa, Nona," katanya dengan suara yang terdengar bergetar.

Aku hanya mengangguk. Tak sepatah kata pun yang terlontar dari bibir ini. Aku seperti terkunci. Entah mengapa, ada rasa nyaman dengan bapak ini. Seolah ada ikatan batin yang terasa.

"Kita sudah sampai di apartemen Tuan, Non. Nona siap-siap dulu dan sekali lagi saya minta maaf atas kelancangan saya yang membuat Nona tidak nyaman. Semoga Nona bisa membuat keputusan yang tepat," ucapnya seraya meninggalkanku sendiri di mobil dengan pikiran yang berkecamuk.

***

Aku berjalan masuk bak model iklan ke dalam apartemen. Semua mata kagum tertuju padaku. Kecantikan yang kumiliki ditambah dengan postur tubuh yang menggoda, tentu membuat siapa pun pasti menginginkanku.

Kupencet bel kamar Om Darwin dan tanpa menunggu lama, pintu pun terbuka. Muncul sesosok pria sekitar usia empat puluh tahunan dengan tubuh atletis dan wajah tampan. Ya, dialah Om Darwin. Orang yang akan membayarku dengan bayaran mahal.

Ia menggandeng tangan dan menarikku ke dalam pelukannya. Tanpa menunggu aba-aba, ia memeluk dan menciumi bibir serta leherku dengan ganas. Membuatku melenguh karena terasa ada magma di dalam dada yang mencoba meletus.

"Omm," desahku. Aku sedikit meronta. Antara akal dan hati yang saling bertolak belakang. Entah siapa yang harus kuturuti.

"Ssstt ... diamlah, Sayang! Aku telah lama menunggu dan sudah tak tahan saat melihatmu. Kau sungguh menggoda."

Dia terus menciumiku sembari tangannya melepaskan dress yang kukenakan sampai akhirnya tak ada sehelai kain pun yang menutupi auratku. Ya, tanpa rasa malu aku melayani Om Darwin.

Kami sudah melakukan hal terlarang itu berulang kali. Ini sudah ketiga kalinya, Om Darwin memintaku menuntaskan hasrat birahinya. Namun, tak terhitung berapa kali aku melakukannya dengan pria yang berbeda-beda dan tentunya dengan upah yang tidak sedikit.

Saat ini, aku adalah wanita malam yang mempunyai tarif cukup tinggi dan hanya orang-orang berduit tebal yang berani memintaku. Walaupun aku bergelimang harta, tetapi tak ada kebahagiaan sedikit pun yang aku dapatkan. Hanya sakit, hinaan, dan kesepian.

***

Alarm berdering menunjukkan sudah pukul 07.00. Saat aku terbangun seperti biasa, Om Darwin sudah tidak ada dan tergantikan oleh beberapa gepok uang merah di sampingku.

Aku terkekeh, tapi air mata pun ikut keluar. Ternyata, kehormatan seorang Gayatri hanya sebatas lembaran uang. Bukan dengan ijab kabul dan mahar seperangkat alat salat. Bukan dengan dinikahi melainkan dibeli. Bukan dengan satu pria, tetapi dengan banyak pria.

"Sungguh menggelikan sekali dirimu Gayatri," ucapku pada diri sendiri.

Sang Surya sudah berada di atas kepala. Terik matahari membuat kepalaku berdenyut. Perutku terasa melilit dan tenggorokan terasa gersang bagai tak tersiram dalam waktu yang lama.

Aku masuk ke rumah dan beristirahat dan tak kulihat Sarah sejauh ini. Tumben, biasanya ia selalu menggangguku tiap waktu.

Apa dia belum pulang dari semalam?

Walaupun Sarah yang mengenalkanku dengan dunia malam, tapi ialah yang selalu membantuku dan hanya ia satu-satunya teman dan keluarga yang kupunya. Tak ada alasan bagiku untuk membencinya. Bahkan, aku khawatir jika hal buruk menimpanya.

Aku melangkah menuju dapur dan melakukan aktivitas mengisi perut sendirian tanpa Sarah. Entah apa yang dilakukannya dengan Om Ganis hingga ia lupa jalan pulang.

Terdengar suara deru mobil berhenti di depan rumah. Aku mengintip dari celah kaca jendela dapur dan ternyata dia adalah Sarah. Namun, aneh seluruh tubuh dan wajahnya terlihat banyak luka lebam. Ada apa dengannya?

Pria yang berada dalam mobil pun turun dan mencoba meraih Sarah. Namun, Sarah dengan sigap menghindar dan menamparnya. Ya ... pria itu adalah Om Ganis. Pria yang semalam mem-booking Sarah untuk menemaninya.

Aku terus menyaksikan kejadian yang tengah terjadi antara Om Ganis dan Sarah. Om Ganis memberikan segepok uang, lantas kembali ke dalam mobil dan melaju dengan cepat meninggalkan rumah ini.

Sarah menangis tergugu sambil mencengkeram uang yang tadi diberikan Om Ganis. Rasa takut mulai menggelayutiku. Apa Om Ganis yang melakukan hal itu. Tapi mengapa?

Pelbagai pertanyaan muncul di kepalaku. Rasa lapar pun mulai sirna dengan kehadiran Sarah yang mengejutkan. Segera kutepis pikiran buruk yang terus melintas. Ah, rasanya aku ingin pergi ke pangkuan Ibu saat ini. Seperti dulu, saat sedang menangis karena suatu hal pasti tempat yang kutuju hanyalah pangkuan Ibu.

Pelukan Ibu adalah tempat paling nyaman dan aman bagiku. Setiap sentuhan tangannya adalah suatu kekuatan untukku, dan setiap ucapan dari bibirnya adalah nasihat yang menyentuh hatiku.

Sarah, kau berutang penjelasan padaku sebentar lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GAYATRI   Ikatan Halal

    Seorang gadis tengah berdiri dibelakang jendela sambil tersenyum bahagia. Kebaya putih dan jarik motif SidaMukti melekat di tubuhnya. Motif Sida Mukti merupakan motif yang seringdigunakan saat acara akad nikah. Arti kata Mukti sendiri adalah kehidupansejahtera dan makmur, sehingga diharapkan agar kedua mempelai mempunyai sifatmengerti dan pemurah terhadap sesama."Nduk, sudah siap?" Bu Tini tersenyum seraya menepuk pundakGayatri."Insyaallah," sahut Gayatri.Bu Tini terlihat menyeka sudutmatanya yang berlinang. Menyaksikan putri semata wayangnya memakai kebayaberbalut jilbab syari dan dihiasi roncean bunga melati. Hatinya seolah-olahmendayu melihat penampilan Gayatri. Sebentar lagi, kewajibannya sebagai seorangibu akan berpindah tempat ke tangan Ustaz Haikal."Doakan aku, ya, Bu. Semoga akubisa menjadi istri salihah untuk Ustaz Haikal," ujar Gayatri."Ibu selalu mendoakan yangterbaik untukmu, Nak." Bu Tini memeluk putrinya dengan penuh sayang."Nak, ayo, kita berangkatsekarang!" ajak

  • GAYATRI   Tunangan

    Kegembiraan tak dapat disembunyikanoleh Gayatri. Wajah semringahyang ia tampilkan membuat wajahnya semakin ayu. Binar-binar bahagia terpancarjelas di wajahnya."Assalamualaikum," salamHaji Yusuf yang baru datang."Waalaikumsalam," sahutsemua penghuni rumah serempak."Silakan duduk, Abah. Dudukdikursi saja biar nanti tidak susah berdiri," tutur Gayatri."Sudah, Nak. Di bawah saja biarsama seperti yang lain. Lagi pula,abah masih kuat," sahut Haji Yusuf."Monggo, Ji. Sambildinikmati," ujar Pak Sugeng seraya menunjuk ke arah hidangan."Iya. Terima kasih. Lebih baiksekarang acaranya kita mulai, ya. Kasihan Nak Haikal sudah tidak sabar,"celetuk Haji Yusuf yang membuat Ustaz Haikal merasa malu."Silakan, Nak Haikal. Sampaikanmaksud dan tujuanmu datang ke mari bersama keluargamu." Haji Yusuf mempersilakanUstaz Haikal berucap.Ustaz Haikal menarik napas panjangdan mengeluarkannya melalui mulut. "Bismillahirrahmanirrahim. Bapak Sugengsekeluarga yang diridhoi Allah. Saya, Muhammad Haikal Firmans

  • GAYATRI   Hari Yang Dinanti

    Sang buana disambut oleh hangatnyasinar mentari. Kabar tentang Gayatri yang akan menikah telah menyebar keseluruh desa. Pelbagai komentar positif dan negatif turut mengiringi beredarnyakabar itu.Biarlah bagaimana orang menilai. Lagipun Gayatri tidak ingin merusak suasana hati. Setiap penilaian orang itu benar.Tergantung dari sisi mana mereka menilai.Kini, di rumah Gayatri sedang banyakorang yang membantu ibudan bapaknya. Ada yang membuat kue, rawon, dan soto. Sudah menjadi tradisi didesa Gayatri untuk saling membantu saat akan ada acara sakral, seperti lamaranataupun mantu.Raut kebahagian terpancar dari wajahBu Tini. Begitu pula Pak Sugeng yang tak henti melepas pandangan dari istrinyaitu. Ah, semoga saja kelak Gayatri juga sepertimereka, batin Gayatri."Ustaz Haikal mungkin sudah adadi desa ini," gumam Gayatri sambil memainkan ponsel. Selama ini, Gayatridan Ustaz Haikal tak pernah bertukar kabar. Mungkin, karena rasa malu yangmelanda."Assalamualaikum." Suarasalam terdengar di am

  • GAYATRI   Kembali Hangat

    Kokok ayam saling bersahutan,diiringi mentari yang terbit dari ufuk timur. Gayatri masih betah di peraduan.Entah mengapa rasanya sulit untuk keluar dan menemui bapaknya.Asap mengepul membuat udara seantreorumah berbau sangit. Ternyata, di dapur Bu Tini sudah bergelut dengan api, air,dan makanan. Seulas senyum tersungging dari bibir Pak Sugeng saat melihatnya.Ingatan masa lalu saat masih bersama istrinya kembali melintas dalam kepalanya."Tini?" panggil Pak Sugeng.Bu Tini yang tengah sibuk memasakmenoleh kala melihat suaminya berdiri di pintu dapur. "Iya, ada apa?"tanya Bu Tini."Gayatri belum bangun, ya?"tanya Pak Sugeng."Biasanya dia sudah bangun.Mungkin masih betah di kamar," sahut Bu Tini menoleh sebentar, lantaskembali melanjutkan pekerjaannya.Pak Sugeng mengerti. Mungkin Gayatrimasih belum bisa menerima dirinya. Memang tak mudah memaafkan kesalahannya yangbegitu besar. Pak Sugeng pun memutuskan untuk menemui Gayatri di kamarnya.Tok! Tok! Tok!Gayatri menoleh ke arah pintu. T

  • GAYATRI   Penyesalan

    Suara melengking Gayatri membuatsemua penghuni rumah menoleh. Tuan Darwin tersenyum miring menyaksikan Gayatriyang berlari ke arahnya dengan wajah merah padam.Plak!Tamparan keras berhasil mendarat dipipi Tuan Darwin. Bu Tini terkejut saat menyaksikan reaksi Gayatri. SedangkanPak Sugeng bingung dengan apa yang tengah terjadi."Sebaiknya Anda pergi darisini!" usir Gayatri sambil menunjuk Tuan Darwin."Cih! Dasar pelacur!" decihTuan Darwin.Seketika wajah Pak Sugeng pucat pasi.Sebuah peristiwa pertemuan dengan Gayatri melintas di dalam otaknya. Sakingbanyaknya wanita yang pernah ia jemput untuk menemui Tuan Darwin sehingga lupabahwa ia juga pernah menjemput Gayatri dan mengantarkannya ke hotel.Ya ... Pak Sugeng ingat bahwa Gayatriadalah wanita yang sempat menangis di dalam mobil yang ia sopiri waktu itu.Mengingat itu, Pak Sugeng luruh ke lantai merutuki kebodohannya. Bagaimanamungkin ia lupa dengan anaknya sendiri? Bagaimana mungkin, ia tak mengenalianak kandungnya sendiri?Bu Tini ya

  • GAYATRI   Kecemasan Gayatri

    Senyum merekah tergambar jelas diwajah Pak Sugeng. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar kamar menemui Tuannya.Tuan Darwin berjanji bahwa ia akan mengantarkannya pulang ke rumah."Pak Sugeng!" panggil Tuan Darwin yang berada di ruang tengah.Gegas Pak Sugeng menemui tuannya. "Iya, Tuan?" sahutPak Sugeng."Ini untukmu. Terima kasih ataspengabdianmu bekerja padaku selama hampir sepuluh tahun ini." Tuan Darwinmengulurkan amplop cokelatbesar yang sangat tebal."Ta—tapi, ini terlalu banyak, Tuan."Pak Sugeng menerima amplop tersebut dengan bergetar. Selama ini, ia tak pernahmemegang secara langsung uang sebanyak ini."Sudahlah, itu masih tidaksebanding dengan pengorbananmu," timpal Tuan Sugeng."Kau bisa membangun rumahmu didesa dan hidup lebih baik," imbuh Tuan Darwin.Pak Sugeng tak mampu menahan airmata. Rasa haru menyeruak dalam hatinya. Dengan uang itu, Pak Sugeng akanmembangun rumah impian bersama keluarganya.Pak Sugeng masih ingat saat duluhidup bersama istrinya. Rumah yang ia tempa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status