Home / Lainnya / GAYATRI / Kebenaran

Share

Kebenaran

last update Last Updated: 2021-10-27 18:50:54

Kebahagiaan dunia yang didapat dengan cara yang salah, suatu saat akan berbalik menjadi keburukan. Gunakanlah waktu mudamu sebaik mungkin. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

***

"Sarah," lirihku ketika mendapati luka lebam hampir di sekujur tubuhnya.

"Gayatri, gue—."

"Sudah, jangan bicara dulu. Ayo, masuk!" ajakku seraya memapahnya. Hatiku serasa ikut merasakan sakit yang tengah ia rasakan.

"Sarah, gue obatin dulu, ya, luka lo. Lo jangan ke mana-mana!" titahku kepada Sarah yang kini duduk di pinggir ranjangnya.

Aku melangkah menuju dapur. Merebus air dan mencampurnya dengan air dingin agar menjadi hangat untuk kugunakan mengompres lukanya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Sarah? Siapa yang melakukannya? Apakah Ganis? Tapi mengapa ia melakukan itu pada Sarah?

Pelbagai pertanyaan berputar di kepala. Rasa takut mulai menggelayutiku. Bagaimana jika nanti aku akan mengalami hal yang sama seperti Sarah? Pasti aku tak akan kuat. Aku ingin pulang, tetapi bagaimana jika Ibu tak menerima?

Bulir bening menetes dari kedua pelupuk mata. Rasa sesak memenuhi rongga dada ketika mengingat Ibu. Aku adalah anak satu-satunya yang pastinya ia harapkan mampu membuatnya bahagia. Namun, kenyataannya tak seperti itu. Justru aku adalah pusat kesedihan untuk Ibu.

Segera kuseka air mata dan pergi menuju kamar Sarah. Ketika masuk, ia seperti tak tahu jika aku sedang menuju ke arahnya. Tatapannya kosong, hanya menatap satu arah sembari kepalanya teleng ke arah kiri.

"Sarah?" Kuusap lembut pundaknya, membuat pemiliknya terkejut.

"Ga—Gayatri?"

"Apa? Ngelamun, ya? Sini! Aku kompresin luka lo, biar nanti gak bengkak," ucapku sambil memeras kain yang kugunakan untuk mengompres.

Aku mengompres seluruh tubuh Sarah yang penuh luka mulai dari tangan, tubuh, dan kaki.. Kutahan tangis agar tak tumpah di hadapannya. Banyak sekali luka bekas hantaman benda tumpul dan selebihnya luka tersebut membentuk garis panjang seperti ikat pinggang. Aku kini, beralih mengompres luka di bagian kakinya, yang membuatku harus berjongkok.

"Gayatri, aku .... " Ucapan Sarah seolah-olah tersendat. Mungkin, ia ragu untuk berucap.

"Apa, Sar? Tumben gak pakek gue-guean." Aku bercanda agar Sarah bisa sedikit tersenyum.

"Aku minta maaf, Gayatri," paparnya. Disusul dengan bulir-bulir bening yang jatuh hingga mengenai tanganku.

"Aku gak maafin kamu, Sar. Orang kamunya gak punya salah sama aku," jawabku. Entah mengapa, ada rasa nyeri di dalam hati mendengar pernyataan maafnya. Seakan-akan aku mencium celah perpisahan di antara kami.

"Aku mau kamu tinggalin dunia prostitusi ini." Sarah berucap langsung ke permasalahan.

Aku mendongak, menatap wajahnya yang di banjiri air mata. Aku mengubah posisi, sehingga kini aku duduk di sampingnya. Kurengkuh tubuh Sarah yang betgetar. Tangisnya semakin kentara membuat tubuhnya bergerak naik turun.

"Sudah, kamu istirahatlah! Jangan terlalu banyak pikiran!" ucapku sambal mengusap-usap bahunya untuk menenangkan.

"Kamu harus janji sama aku, tinggalin pekerjaanmu ini dan pulanglah ke kampung. Minta maaflah sama ibumu, Tri!" tuturnya dengan melepaskan pelukanku, lantas ia menatapku dengan nanar.

"Aku gak mau kamu mengalami hal yang sama sepertiku. Akulah yang mengenalkanmu pada dunia yang kelam ini. Aku ingin kamu kembali pada jalan yang benar. Sekarang, aku mendukung keinginanmu kemarin jika kau ingin berhenti menjadi seorang pelacur."

Sarah. Wanita yang terlihat terluka bukan hanya raganya, tetapi batinnya pun juga terluka. Aku bisa merasakannya. Selama ini ia selalu terlihat ceria dan tegar. Namun, siapa sangka jika semua itu hanyalah tebeng.

"Sarah? Aku ingin kamu menceritakan semua yang terjadi semalam!" perintahku serius menatap tajam ke arah Sarah.

Sarah menunduk. Sesaat, aku mendengar helaan napas panjang dari mulutnya. Mungkin, ia sedang menetralkan rasa sakit di hatinya agar dapat mengatakan hal yang membuatnya takut.

"Sebenarnya, Om Ganis itu psikopat, Tri," ungkapnya hingga membuatku membelalakkan mata.

"Psikopat?!" teriakku, reflek menutup mulut dengan kedua tangan.

"Iya, Tri. Kau tahu? Aku disiksa, dibanting, dipukuli, dan dicambuki dengan ikat pinggang. Om Ganis begitu bernafsu setelah melihatku tak berdaya," ucapnya sendu. Matanya kembali menerawang kejadian memilukan semalam.

"Rintih kesakitan yang kurasakan tak membuatnya iba malah semakin membuat birahinya naik," imbuhnya.

"Sarah, sudah hentikan!" ucapku seraya memeluknya. Aku tak kuat mendengarnya. Rasa ngilu menggelayutiku, seakan-akan aku turut merasakan penderitaannya.

"Kamu harus mendengar semuanya, Tri." Sarah tetap ingin meneruskan ceritanya.

"Aku tidak kuat, Sar," lirihku.

"Om Ganis menginginkanmu."

"Apa!" teriakku.

Bagaikan tersambar petir di siang bolong. Aku begitu terkejut mendengar penuturan Sarah. Jika pria brengsek itu menginginkanku, pasti hal buruk juga akan menimpaku.

"Maka dari itu, Tri. Pulanglah ke rumahmu. Aku yakin, ibumu pasti akan menerimamu. Semarah apa pun seorang ibu, ia tak akan tega membiarkan hal buruk terjadi kepada anaknya. Apalagi, kau adalah anak semata wayang. Kasihan ibumu, dia pasti kesepian saat ini."

Aku termenung saat mendengar penjelasan Sarah. Sungguh, aku tak menyangka jika ia juga bisa menjadi orang bijak. Semua yang ia katakan memang benar. Ibu pasti kesepian saat ini.

Semenjak kejadian semalam, aku merasa Sarah lebih banyak berubah. Jika kemarin-kemarin ia ceplas-ceplos, sekarang, tutur katanya begitu lembut, membuat hati ini terenyuh. Namun, aku malah menjadi waswas jika ia melakukan hal yang nekat.

"Please ... pulanglah, Tri!" pinta Sarah dengan kedua mata yang berlinang.

"Kalau aku pergi, kamu di sini bagaimana, Sar?"

"Aku akan pindah dari sini." Sarah berucap seolah-olah ada tempat yang akan menaunginya.

"Bagaimana kalau kamu ikut aja sama aku, Sar. Ke kampung halamanku," tawarku.

"Aku gak bisa, kamu tahu gak, sih? Kamu dalam bahaya jika gak pergi. Jadi tolong, pergilah!" ucapnya dengan nada mulai meninggi. Setelahnya hanya isak tangis yang keluar dari bibir Sarah.

"Kamu harus istirahat, Sar. Aku pergi dulu," sahutku tak menghiraukan ucapannya.

Aku meninggalkan Sarah sendiri. Pikiranku bertanya-tanya, apa maksudnya aku dalam bahaya jika tak pergi? Memang, aku ingin pulang kampung dan berhenti menjadi pelacur. Namun, aku tak sampai hati jika meninggalkannya sendiri dengan kondisi seperti itu. Apa karena Om Ganis?

Kepalaku terasa berat memikirkan hal ini. Kuputuskan untuk membersihkan diri, kemudian beristirahat.

Dalam pembaringan, ingatanku kembali pada masa di mana aku dan ibu selalu bersama. Hidup berdua dengan sederhana hingga kejadian di mana aku di usir dan menjadi wanita penghibur.

"Ibu, aku merindukanmu. Apa Ibu di sana juga merasakan hal yang sama?"

Kupandangi foto Ibu satu-satunya yang kuambil diam-diam saat berkemas dulu. Walaupun aku tak bisa bersua dengannya, tapi setidaknya aku bisa memandang wajahnya lewat selembar foto.

"Galang, terima kasih atas semua yang telah kau berikan padaku.”

Dadaku kembali sesak saat mengingat pria itu. Pria itu ternyata hanya memberikan janji palsu untukku. Aku memang bodoh, karena percaya kepada dia.

***

Di ruang lain ...

"Gayatri, maafin aku. Om Ganis begitu menginginkanmu hingga ia rela melukaiku demi mendapatkanmu."

Tangis Sarah kembali pecah, ia tahu jika Gayatri hanyalah wanita biasa yang tak sengaja terjerumus dalam kemaksiatan. Bukannya membantu, ia malah mendukung Gayatri untuk jatuh lebih dalam lagi.

"Gayatri, maafin aku ...."

Sarah melangkah menuju balkon kamarnya. Ia mendongak menatap hamparan langit yang membentang indah. Ingin sekali ia terbang bersama burung. Namun, ia masih mempunyai akal sehat untuk tak terjun dan terbang dari atap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GAYATRI   Ikatan Halal

    Seorang gadis tengah berdiri dibelakang jendela sambil tersenyum bahagia. Kebaya putih dan jarik motif SidaMukti melekat di tubuhnya. Motif Sida Mukti merupakan motif yang seringdigunakan saat acara akad nikah. Arti kata Mukti sendiri adalah kehidupansejahtera dan makmur, sehingga diharapkan agar kedua mempelai mempunyai sifatmengerti dan pemurah terhadap sesama."Nduk, sudah siap?" Bu Tini tersenyum seraya menepuk pundakGayatri."Insyaallah," sahut Gayatri.Bu Tini terlihat menyeka sudutmatanya yang berlinang. Menyaksikan putri semata wayangnya memakai kebayaberbalut jilbab syari dan dihiasi roncean bunga melati. Hatinya seolah-olahmendayu melihat penampilan Gayatri. Sebentar lagi, kewajibannya sebagai seorangibu akan berpindah tempat ke tangan Ustaz Haikal."Doakan aku, ya, Bu. Semoga akubisa menjadi istri salihah untuk Ustaz Haikal," ujar Gayatri."Ibu selalu mendoakan yangterbaik untukmu, Nak." Bu Tini memeluk putrinya dengan penuh sayang."Nak, ayo, kita berangkatsekarang!" ajak

  • GAYATRI   Tunangan

    Kegembiraan tak dapat disembunyikanoleh Gayatri. Wajah semringahyang ia tampilkan membuat wajahnya semakin ayu. Binar-binar bahagia terpancarjelas di wajahnya."Assalamualaikum," salamHaji Yusuf yang baru datang."Waalaikumsalam," sahutsemua penghuni rumah serempak."Silakan duduk, Abah. Dudukdikursi saja biar nanti tidak susah berdiri," tutur Gayatri."Sudah, Nak. Di bawah saja biarsama seperti yang lain. Lagi pula,abah masih kuat," sahut Haji Yusuf."Monggo, Ji. Sambildinikmati," ujar Pak Sugeng seraya menunjuk ke arah hidangan."Iya. Terima kasih. Lebih baiksekarang acaranya kita mulai, ya. Kasihan Nak Haikal sudah tidak sabar,"celetuk Haji Yusuf yang membuat Ustaz Haikal merasa malu."Silakan, Nak Haikal. Sampaikanmaksud dan tujuanmu datang ke mari bersama keluargamu." Haji Yusuf mempersilakanUstaz Haikal berucap.Ustaz Haikal menarik napas panjangdan mengeluarkannya melalui mulut. "Bismillahirrahmanirrahim. Bapak Sugengsekeluarga yang diridhoi Allah. Saya, Muhammad Haikal Firmans

  • GAYATRI   Hari Yang Dinanti

    Sang buana disambut oleh hangatnyasinar mentari. Kabar tentang Gayatri yang akan menikah telah menyebar keseluruh desa. Pelbagai komentar positif dan negatif turut mengiringi beredarnyakabar itu.Biarlah bagaimana orang menilai. Lagipun Gayatri tidak ingin merusak suasana hati. Setiap penilaian orang itu benar.Tergantung dari sisi mana mereka menilai.Kini, di rumah Gayatri sedang banyakorang yang membantu ibudan bapaknya. Ada yang membuat kue, rawon, dan soto. Sudah menjadi tradisi didesa Gayatri untuk saling membantu saat akan ada acara sakral, seperti lamaranataupun mantu.Raut kebahagian terpancar dari wajahBu Tini. Begitu pula Pak Sugeng yang tak henti melepas pandangan dari istrinyaitu. Ah, semoga saja kelak Gayatri juga sepertimereka, batin Gayatri."Ustaz Haikal mungkin sudah adadi desa ini," gumam Gayatri sambil memainkan ponsel. Selama ini, Gayatridan Ustaz Haikal tak pernah bertukar kabar. Mungkin, karena rasa malu yangmelanda."Assalamualaikum." Suarasalam terdengar di am

  • GAYATRI   Kembali Hangat

    Kokok ayam saling bersahutan,diiringi mentari yang terbit dari ufuk timur. Gayatri masih betah di peraduan.Entah mengapa rasanya sulit untuk keluar dan menemui bapaknya.Asap mengepul membuat udara seantreorumah berbau sangit. Ternyata, di dapur Bu Tini sudah bergelut dengan api, air,dan makanan. Seulas senyum tersungging dari bibir Pak Sugeng saat melihatnya.Ingatan masa lalu saat masih bersama istrinya kembali melintas dalam kepalanya."Tini?" panggil Pak Sugeng.Bu Tini yang tengah sibuk memasakmenoleh kala melihat suaminya berdiri di pintu dapur. "Iya, ada apa?"tanya Bu Tini."Gayatri belum bangun, ya?"tanya Pak Sugeng."Biasanya dia sudah bangun.Mungkin masih betah di kamar," sahut Bu Tini menoleh sebentar, lantaskembali melanjutkan pekerjaannya.Pak Sugeng mengerti. Mungkin Gayatrimasih belum bisa menerima dirinya. Memang tak mudah memaafkan kesalahannya yangbegitu besar. Pak Sugeng pun memutuskan untuk menemui Gayatri di kamarnya.Tok! Tok! Tok!Gayatri menoleh ke arah pintu. T

  • GAYATRI   Penyesalan

    Suara melengking Gayatri membuatsemua penghuni rumah menoleh. Tuan Darwin tersenyum miring menyaksikan Gayatriyang berlari ke arahnya dengan wajah merah padam.Plak!Tamparan keras berhasil mendarat dipipi Tuan Darwin. Bu Tini terkejut saat menyaksikan reaksi Gayatri. SedangkanPak Sugeng bingung dengan apa yang tengah terjadi."Sebaiknya Anda pergi darisini!" usir Gayatri sambil menunjuk Tuan Darwin."Cih! Dasar pelacur!" decihTuan Darwin.Seketika wajah Pak Sugeng pucat pasi.Sebuah peristiwa pertemuan dengan Gayatri melintas di dalam otaknya. Sakingbanyaknya wanita yang pernah ia jemput untuk menemui Tuan Darwin sehingga lupabahwa ia juga pernah menjemput Gayatri dan mengantarkannya ke hotel.Ya ... Pak Sugeng ingat bahwa Gayatriadalah wanita yang sempat menangis di dalam mobil yang ia sopiri waktu itu.Mengingat itu, Pak Sugeng luruh ke lantai merutuki kebodohannya. Bagaimanamungkin ia lupa dengan anaknya sendiri? Bagaimana mungkin, ia tak mengenalianak kandungnya sendiri?Bu Tini ya

  • GAYATRI   Kecemasan Gayatri

    Senyum merekah tergambar jelas diwajah Pak Sugeng. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar kamar menemui Tuannya.Tuan Darwin berjanji bahwa ia akan mengantarkannya pulang ke rumah."Pak Sugeng!" panggil Tuan Darwin yang berada di ruang tengah.Gegas Pak Sugeng menemui tuannya. "Iya, Tuan?" sahutPak Sugeng."Ini untukmu. Terima kasih ataspengabdianmu bekerja padaku selama hampir sepuluh tahun ini." Tuan Darwinmengulurkan amplop cokelatbesar yang sangat tebal."Ta—tapi, ini terlalu banyak, Tuan."Pak Sugeng menerima amplop tersebut dengan bergetar. Selama ini, ia tak pernahmemegang secara langsung uang sebanyak ini."Sudahlah, itu masih tidaksebanding dengan pengorbananmu," timpal Tuan Sugeng."Kau bisa membangun rumahmu didesa dan hidup lebih baik," imbuh Tuan Darwin.Pak Sugeng tak mampu menahan airmata. Rasa haru menyeruak dalam hatinya. Dengan uang itu, Pak Sugeng akanmembangun rumah impian bersama keluarganya.Pak Sugeng masih ingat saat duluhidup bersama istrinya. Rumah yang ia tempa

  • GAYATRI   Kabar Bapak

    "Tuan, saya ingin berhenti bekerja," ucap seorang pria sekitar usia enam puluhan. Ia memberanikandiri mengatakan hal tersebut kepada tuannya.Seseorang yang dipanggil Tuan ituberhenti dari aktivitasnya membaca koran. Ia mendongak menatap sopir yangselama hampir sepuluh tahun itu menemaninya."Kenapa, Pak Geng?" Alissang tuanbertautan."Saya rindu sama keluarga, Tuan.Saya ingin membahagiakan mereka di sisa hidup ini," sahut Pak Sugeng—sopir Tuan Darwin."Memang di mana rumahmu?"tanya Tuan Darwin dengan suaranya yang khas."Rumah saya di desa Sumberejo,Tuan. Jauh dari sini," sahut Pak Sugeng."Saya ingin menebus segalakesalahan saya sama mereka, Tuan," imbuh Pak Sugeng."Kesalahan?" tekan TuanDarwin.Pak Sugeng mengangguk, ia meraupudara sebanyak mungkin lantas mengembuskannya pelan. "Dulu sayameninggalkan mereka demi mencari kepuasan batin saya," terang Pak Sugengdengan mata berkaca-kaca.Tuan Darwin tersenyum simpulmendengar penuturan sopirnya itu. Bukankah memang wajar jika manusia h

  • GAYATRI   Pak, Ingatkah Padaku?

    Hati Gayatri berbunga-bunga, bagaikanbunga yang merekah di musim semi. Degup jantungnya tak keruan bagaikan tembangasmaradana yang berdetak kencang. Ia tak menyangka bahwa Ustaz Haikal akanmelamarnya."Saya akan kembali secepatnyadengan keluarga besar saya satu minggu lagi untuk melamar Gayatri secararesmi," tegas Ustaz Haikal."Iya, Mbak. Saya akan mengabarikeluarga dari ayah Haikal juga," timpal Bu Nurma."Baik, Mbak. Saya juga akanmengabari semua keluarga. Semoga saja bapaknya Gayatri pulang," sahut BuTini dengan wajah berubah sendu."Mas Sugeng tidak pernah pulang,Mbak?" Bu Nurma bertanya sebab menangkap raut kesedihan dari wajah BuTini."Semenjak Gayatri berumur empattahun, Mas Sugeng pergi dan tidak pernah kembali, Mbak. Setiap saya bertanyakepada semua keluarga Mas Sugeng, mereka tidak pernah mau menjawab. Malah sayadiperlakukan secara kasar," terang Bu Tini dengan matanya berkaca-kacaseakan-akan menerawang kejadian masa lalunya."Mereka tidak ingin menjalinkekerabatan lagi den

  • GAYATRI   Menikahlah denganku

    "Ya Allah, ampunilah hamba-Muini karena telah berani memikirkan orang yang belum halal untukku." UstazHaikal berdoa selesai salatnya.Entah mengapa, kala melihat Gayatri,ia selalu merasakan perasaan yang aneh. Sorot mata Gayatri yang memperlihatkanketeduhan membuat Ustaz Haikal sampai memikirkannya. Bahkan, sampai masuk kedalam mimpinya.Ya ... selama dua hariberturut-turut, Ustaz Haikal didatangi Gayatri lewat mimpi. Dalam mimpinya,Gayatri terlihat sangat anggun dan memesona. Wajahnya bercahaya dan keibuan."Ya Allah, jika memang kamiberjodoh, izinkanlah kami bersatu. Jika tidak, maka tolong hilangkan segalabayangannya yang selalu terlintas dalam benakku." Ustaz Haikal terusmemohon pada Sang Pencipta.Malam ini, sebelum Ustaz Haikalkembali pulang ke kota. Ia menyempatkan melaksanakan salat istikharah. Iamembutuhkan petunjuk agar Allah memberikan jawaban atas kegelisahannya.Dulu, pernah ada seorang kiai ternama bernama Kiai Bishri yang ingin menjadikan UstazHaikal sebagai menantu. Na

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status