Share

05 | Wedding

Perempuan dalam balutan gaun berwarna merah maroon itu mengerjap tak kalah bingung. Serena memutar cepat otaknya untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia memang selalu berharap untuk bisa bertemu dengan Daffin namun bukan berarti harus bertemu di tempat seperti ini juga. Rambut gadis itu yang biasanya berwarna-warni kini sudah berganti warna menjadi cokelat tua.

"Gue tahu lo terkejut karena sama gue juga. Tapi apa lo harus seterkejut itu?"

"Melihat lo di sini itu lebih nggak mungkin daripada melihat alien di luar angkasa." Desis Daffin.

Serena mendelik. "Dan lo sendiri ngapain di sini?"

"She is my cousin."

“Siapa?” Kernyit Serena menoleh ke kanan dan kiri masih tidak bisa paham.

The bride, of course.”

Mata Serena membulat, tangannya refleks menutup mulutnya yang terbuka. Ini fakta paling mengejutkan yang pernah ia dengar selama hidup. Daffin dan Cath adalah saudara sepupu? Apa semesta sedang bercanda?

"So, what you doing here?" Tanya Daffin balik sambil mempersiapkan diri, kira-kira seberapa mengejutkan jawaban yang akan ia dengar.

"Em, numpang makan?" Kekeh Serena sambil menunjuk meja yang penuh makanan.

Belum sempat Daffin membuka mulut, ada tangan lain yang menepuk pundaknya. Serena hanya bisa menipiskan bibir melihat siapa orang itu.

"Hey, I can not find you anywhere!" Suara Brian excited.

Serena teringat akan Daffin yang pernah bilang jika ia punya hubungan baik dengan Brian. Tapi ia tidak menyangka jika hubungan baik yang dimaksud adalah hubungan yang sebaik ini. Brian, laki-laki yang memiliki wajah khas Eropa itu adalah senior mereka yang sudah menjadi alumni tahun lalu sekaligus kakak sepupu Serena.

"Oh, wow. Siapa ini? Long time no see!" Katanya tak kalah heboh ketika menyadari kehadiran Serena di sana.

Serena hanya menjukan cengiran dan membuka tangan menyambut ketika Brian maju untuk memeluknya. Kerutan pada dahi Daffin makin terlihat banyak.

Daffin maju bertanya pada Brian. "Who is she?"

"Serena. Bukannya kita satu kampus?"

Daffin menghela napas sabar. "Then, why is she here?" Suaranya tertahan.

Brian melemparkan tatapan the-fuck-are-you-talking-about. Daffin menggeleng benar-benar tak mengerti.

"Lo beneran enggak tahu?"

"I fucking really am!" Jawab Daffin frustasi.

Brian menoleh pada Serena. "And you neither?"

Serena mengangguk. "Barusan dia mengaku sebagai sepupunya Catherine."

"Memang tingginya nilai akademik seseorang itu nggak bisa menjamin apa pun." Kata Brian sambil menatap dua orang itu bergantian.

Serena melengos sedangkan Daffin tak membalas hanya menatap Brian dengan tuntutan. Yang ditatap malah ikut melemparkan pandangan pada gadis di sana. "Why don't you introduce yourself, sist?"

Serena diam sesaat sebelum mengatakan dengan berat hati. "Gue adiknya Galendra."

"YOU ARE? HOW CAN—" Daffin kehilangan kata-kata.

Sedangkan Brian tertawa puas. "This is the funny thing of the year. I swear!"

Daffin terlalu shock untuk bisa meluncurkan tawa. Situasi sekarang ini lebih dari sekedar lucu baginya. Masuk akal semua kelakuan-kelakuan seenak jidat Serena di hadapan Galendra selama ini. Jelas saja gadis itu bisa berlaku se-maunya di kampus.

"Okay, gue pikir kalian butuh untuk bicara berdua. Enjoy your time!" Putus Brian sambil menepuk punggung Daffin kemudian memeluk Serena sekilas sebelum pergi menjauh dari sana. 

Daffin hanya mengangguk samar, pikirannya langsung tertuju pada nama lengkap Serena. Sejak dulu memang Serena tidak pernah memperkenalkan diri dengan menyebut nama panjangnya. Setiap menulis juga selalu ia singkat. Serena J. W. Kebanyakan orang tidak terlalu memusingkan hal tersebut. Daffin juga mengira itu hanyalah sebuah kebiasaan. Memang pada kenyataannya itu adalah kebiasaan Serena sejak kecil.

"Did you hide your identity or what?" Daffin masih belum bisa menghilangkan rasa terkejutnya.

Serena mendengus pelan entah kenapa merasa tersindir. "I'm not. Orang-orang aja yang nggak tahu."

"Jadi W di nama lo itu untuk Wijaya?"

Serena mengangguk.

"How about J?"

"Nama nyokap gue." Jawab Serena singkat.

"Well, kalau dilihat-lihat kalian memang mirip." Ucapan Daffin mengacu pada Serena dan Galendra.

Serena nyaris tertawa. Mirip? Ia dengan Galendra? Memang benar. Hampir semua orang bilang mereka berdua itu mirip sekali meski terpaut jarak beberapa tahun. Ingin mencari peralihan, pandangan Serena jatuh pada jas Daffin yang membentuk corak akibat dari cocktail yang tumpah tadi. Serena sedikit kurang suka ketika membicarakan keluarganya.

"Baju lo kotor."

“Gara-gara siapa, huh?”

Serena melemparkan tatapan malas. “Perlu gue belikan yang baru?”

“Ini cuman ada satu, tahu.”

Serena sedikit mengernyit tapi kemudian mengangguk paham. “Ah, Catherine.”

Istrinya Galendra itu adalah seorang fashion designer yang sudah brand sendiri dan cukup menjadi favorit dikalangannya. Gaun yang Serena kenakan juga dibuat oleh Catherine khusus untuknya malam ini.

Daffin menunduk melihat kondisi jasnya. Sambil menghela napas ia memilih untuk menanggalkan jas itu menyisakan kemeja putih yang menyetak jelas tubuh bidangnya.

"Untuk seseorang yang menghabiskan waktunya cuma di depan komputer, badan lo bagus." Komentar Serena bermaksud memuji.

"I knew."

Serena memutar matanya malas. "Etikanya orang yang dipuji itu memuji balik. Gue cantik kan hari ini? I mean gue memang tiap hari cantik, tapi hari ini kelihatan beda dong pastinya."

Daffin melengos. "Lo tetap mau se-flirty ini walau tahu gue sepupunya Cath?"

"Malah bagus dong, nggak perlu payah-payah merayu ibu mertua. Setelah Cath diambil orang, nyokap lo kan jadi nggak punya teman perempuan lagi."

Daffin justru mengernyit. Darimana pula Serena tahu kalau orang tua-nya sangat-sangat terobsesi dengan yang namanya anak perempuan. Berubung mereka hanya punya Daffin, ibunda Daffin jadi sangat menyayangi sepupu perempuannya itu. Tapi Daffin tak membahasnya lebih lanjut. Ia memilih untuk menaruh gelas cocktail-nya pada nampan pelayan yang kebetulan lewat tak jauh dari tempat mereka berdiri. Namun laki-laki itu tak kembali membuat Serena merengut.

"Mau kemana?!" Sergah Serena sambil mengejar.

Daffin menoleh malas. "Toilet. Mau ikut?"

Sedetik kemudian langsung cowok itu menyesali perkataannya. Tentu saja Serena mengangguk dengan semangat. Ia bahkan sudah meliingkarkan lengannya erat pada lengan Daffin.

Cowok itu mendelik sambil berusaha membebaskan tangannya. "Enggak! Enggak ada! Lepas, nggak?"

"Sampai lepas gue cium lo di sini." Ancam Serena tak mau kalah.

Daffin melotot namun tetap mengerahkan tenaganya. Serena juga masih bertahan sekuat tenaga namun akhirnya memilih untuk melepaskan karena beberapa tamu undangan lain yang mulai menaruh perhatian pada mereka. Serena menarik senyum profesionalnya sembari mengangguk meyakinkan bahwa ia dan Daffin baik-baik saja. Daffin tentu saja menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri dari sana.

Serena mengumpat tanpa suara.

***

Galendra menghela napas lelah sambil memperhatikan Serena yang sedang berbincang dengan beberapa tamu undangan. Ia bergidik membayang bagaimana ibunya bisa membuat—menyeret—gadis itu untuk datang ke pesta pernikahannya hari ini. Lengkap dengan rambutnya yang sudah kembali normal, tidak lagi berwarna-warni.

"Aku enggak tahu ternyata Serena memang secantik itu." Ucap Cath di sebelahnya.

Galendra menoleh sekilas dan hanya bergumam mengiyakan. Cath memang tidak pernah bertemu dengan Serena sebelumnya. Galendra sadar, bersamaan dengan situasinya dan Serena yang tak kunjung membaik, Galendra masih belum berani untuk meninggalkan dua perempuan itu tanpa pengawasan darinya. Karena masalahnya dengan Serena tidaklah se-sederhana itu.

"She looks like you. Her smile is just you." Kata Cath lagi.

"Oh, ya?" Galendra menahan dengusan sinisnya setiap kali ada yang mengatakan seberapa miripnya ia dengan sang adik. Baginya situasi seperti itu lebih dari sekedar lucu.

Catherine mengangguk. Dalam hati benar-benar berharap ia bisa menjadi lebih dekat dengan Serena. Mungkin tidak sekarang karena setahunya Serena sedang sibuk mengurusi kuliahnya yang sudah mendekati semester akhir.

"Mereka teman-temanmu?" Tunjuk Galendra pada salah satu meja.

Cath menunjukan cengirannya. "Aku mau ke sana. Boleh?"

Galendra tersenyum lembut dan mengelus pucuk kepala perempuan itu. "Take your time, babe."

Cath mengecup sekilas bibir Galendra sebelum menjinjing sedikit gaunnya dan pergi menghampiri meja yang tadi mereka bicarakan.

"Ugh, such a romantic." Gumam Serena yang sedari tadi melihat scene dua sejoli itu dari tempatnya berdiri. Gadis itu memutuskan untuk menghampiri Galendra. Sebagai kakak-adik tentu saja mereka harus terlihat akrab bukan?

"Apa aku harus mengucapkan selamat atas pernikahanmu?" Ucap Serena memecah suasana diantara mereka.

Galendra menoleh padanya. "Mami datang ke apartement kamu?"

Serena melengos. Mengingat bagaimana tadi ibunya datang dan menggeretnya begitu saja ke salon. Melemparkan gaun padanya serta tidak lupa untuk menyuruhnya menyunggingkan senyum dan menyapa para tamu yang hadir.

"Dibanding itu. Kenapa kamu enggak bilang?"

"Bukannya sudah kusuruh kamu pulang, ya?"

Serena menggeleng. "Bukan. Kenapa enggak bilang kalau Daffin itu sepupunya Cath?"

Galendra tertawa. Tadi Brian sudah menceritakan padanya tentang bagaimana ekspresi dua orang itu ketika mengetahui identitas satu sama lain.

"Kupikir kamu sengaja mendekati Daffin karena tahu dia adalah sepupunya Cath." Jawab Galendra.

“Ketika aku bahkan enggak tahu wajah seorang Catherine?”

“Ketika aku bahkan enggak diberi kesempatan untuk berbicara denganmu?” Sindir Galendra balik.

Serena mendelik sebal. “Kan kamu yang mulai membahas ini dan itu sehingga merusak suasana.”

Galendra hanya mengedikan bahu tak acuh. Ia sedang tidak berminat untuk berdebat di hari sucinya ini. Laki-laki itu memilih untuk memperhatikan perempuan yang kini sudah resmi menjadi miliknya di sana.

"However, she looks gorgeous." Komentar Serena yang juga ikut memperhatikan Cath. Kemudian ia menoleh pada Galendra. "Selamat atas pernikahan kalian, meskipun aku nggak berharap kamu untuk bahagia, tapi kamu harus membahagiakan Cath." Lanjutnya kemudian melenggang pergi.

Sesak sekali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status