Share

07 | Seducing

Serena berani jamin pada awalnya ia tak berniat sama sekali untuk mengajak Daffin datang ke tempatnya. Ajakan kencan yang ia lontarkan di kelas tadi juga hanya iseng semata. Apalagi perihal mengerjakan tugas, tak ada keinginan sama sekali.

Tapi melihat bagaimana Daffin merespon membuat gadis itu jadi merasa tertantang. Tanpa berpikir atau ragu sedikit pun laki-laki itu terang-terangan menolak. Serena sudah menebak memang, ia pasti akan ditolak. Tapi ia tak menyangka kalau ditolak itu sebegini menggores harga dirinya.

Maka di sinilah mereka sekarang. Di ruang tamu unit apartement Serena. Unit mewah dengan biaya sewa yang jelas tak ingin Daffin kira-kira.

Bukannya Daffin memiliki pikiran yang agak melesat jauh ke mana-mana, tapi laki-laki itu telah mempersiapkan mental dan rohani-nya sejak pertama kali melangkahkan kaki dari pintu masuk. Karena jelas ini adalah Serena. Perempuan yang hobi menyerang kapan saja. Tapi diluar perkiraan, Serena tidak melakukan apa pun. Setelah melemparkan sekaleng cola pada Daffin, gadis itu benar-benar fokus mengerjakan tugas mereka. Asik sendiri dengan laptop di pangkuannya. Selama satu jam lebih mereka serius berdiskusi.

"Lo akrab sama Catherine?" Tanya Serena tanpa mengalihkan pandangan.

"Not really, but yeah. Seperti sepupu pada umumnya, I guess?" Daffin melirik Serena sekilas sebelum menambahkan. "Enggak jauh beda dengan lo dan Brian."

Dulu Serena memang dekat dengan Brian bahkan dilingkungan kampus. Sedekat itu hingga banyak rumor yang mengatakan bahwa mereka adalah friends with benefit. Setidaknya mereka bukan sepupu with benefit walaupun—

"I kissed Brian. Twice." Gumam Serena.

Tangan Daffin yang sedang sibuk itu membeku sejenak. "No wonder cause it's you." Tekannya pada kata terakhir.

Serena tertawa kecil. "Dan lo masih mau bilang kalau hubungan lo sama Cath itu enggak beda dengan gue dan Brian?"

Walau pada kenyataanya bukanlah ciuman seperti itu yang mereka lakukan, tapi Serena tidak berniat untuk menjelaskannya pada Daffin. Ciuman yang Serena dan Brian lakukan hanya sebatas agar perempuan-perempuan yang terobsesi pada Brian berhenti mengejar.

I mean in the different way. Sejujurnya walaupun lo mirip sama Galendra, tapi jauh lebih masuk akal kalau lo itu adik perempuannya Brian.”

“Jadi lo juga udah menganggap Cath seperti kakak kandung?”

Daffin hanya mengangguk ringan. “Anyway, ternyata anak-anak kampus enggak ada yang tahu kalau lo adiknya Galendra. Kenapa?”

Brian such an asshole!” Serena refleks mengumpat.

Not his fault, tho. Lo sendiri bilang itu bukan rahasia.” Daffin tertawa renyah.

Dalam hati Serena mencoba untuk menebak-nebak, sudah sejauh apa Brian dan Daffin menggosipkan dirinya. Brian itu tampan namun mulutnya lebih ringan dari sehelai bulu. Tapi tetap saja ketika butuh sandaran, laki-laki itulah yang Serena cari. Sekedar menemaninya minum mungkin.

“Jadi, kenapa?”

Serena mengalihkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan, berpikir keras untuk menyusun jawaban yang masuk akal. “Ehm, you know— I am kind of type who likes a freedom. So, yeah— Jangan salah paham! Gue cerdas, berprestasi, cantik, and can do anything. Enggak ada yang memalukan sama sekali. Gue cuma enggak mau— ehm, terbebani?”

Serena melemparkan tatapan seriusnya pada Daffin. “Dan gue enggak menyembunyikan identitas! I just didn’t want to talk about that.”

Daffin tersenyum geli. “Pasti lo udah melakukan segala cara untuk menutup mulutnya Brian.”

Trust me, his mouth is bigger than my sin.”

“Tapi Brian terlihat seperti orang yang mau menggantikan lo untuk lompat ke jurang.”

"No, he is not. Dia orang pertama yang akan dorong gue ke jurang."

Daffin mengangkat bahunya cuek. "Kayaknya orang pertama yang ingin mendorong lo ke jurang itu gue." Candanya.

Serena menoleh. "Sebenarnya kenapa, sih? Kenapa lo se-alergi itu sama gue?"

"I’m joking, sist." Daffin jadi merasa tidak enak entah kenapa.

"Serius, gue tanya alasan lo. Kenapa enggak suka banget sama gue?"

Daffin membuang napasnya. "Karena lo menyebalkan. Apa lagi memangnya?"

Serena memindah laptop di pangkuannya ke meja. Kemudian jarinya melepaskan dua kancing teratas kemeja yang ia kenakan.

"Perlu gue tunjukan bagaimana definisi sebenarnya dari menyebalkan itu?" Ucap Serena sensual membuat Daffin langsung siaga.

Serena mendekati Daffin dan mendorong tubuh laki-laki itu hingga bersandar di sofa. Disusul dengan tubuhnya yang ikut duduk di pangkuan Daffin. Tangan Serena berpegangan begitu saja di pundak Daffin dan perlahan berpindah untuk menangkup rahangnya. Daffin mendongak tanpa disuruh.

"You know," Daffin bersuara. "I'm tired of asking you. What you going to do exactly?"

Serena tak menjawab, ia lebih memilih untuk melepaskan kacamata bening Daffin. Serena tertegun sejenak. Daffin benar-benar memiliki mata yang indah.

Do you just buffering or what? Your system being reboot, huh?” Ujar Daffin sambil mengernyit karena bingung Serena tiba-tiba seperti terpaku. Bahkan mulut gadis itu sedikit terbuka.

Serena mengerjap beberapa kali kemudian tersenyum manis. “How many girls that you just dating before?

Suddenly?

“Penasaran aja. Ada berapa banyak cewek yang udah melihat mata lo dari dekat. They are just heavenly stunning, your eyes I mean.

So do your eyes.

Serena menahan napasnya sesaat. “Good. Memang etikanya orang yang dipuji itu memuji balik.”

Daffin menggeleng. “I just told you about something called fact.” Bisik Daffin sambil menyentuhkan pelan ujung hidungnya pada hidung Serena.

Serena memiringkan kepalanya namun tak seperti yang Daffin duga detik selanjutnya gadis itu belum mempertemukan bibir mereka.Tangan Serena masih setia mengusap lembut sisi-sisi wajah Daffin membuat laki-laki itu sedikit memejamkan matanya. Daffin bisa merasakan bibir Serena yang sudah berada tepat di depan bibirnya. Tapi Serena tetap tak bergerak. Ia hanya membiarkan napasnya beradu dengan Daffin.

"Are you taking revenge?"

Serena tertawa tanpa suara hingga napas hangatnya terasa menggelitik bagi Daffin. "Want to beg?"

Cowok itu menyeringai. Mata Daffin kembali terbuka, menatap tajam iris cokelat milik Serena. Detik selanjutnya laki-laki itu melingkarkan satu tangannya erat di pinggang Serena dan tangan lainnya meraih tengkuk gadis itu. Serena masih bisa terkekeh ketika Daffin melumat pelan bibir atasnya.

Daffin menghentikan gerakannya, ia menunduk pada ceruk leher Serena. “I hate your laugh, really.”

Serena agak terkejut sehingga memundurkan sedikit tubuh namun tangan Daffin menahan punggungnya. Serena menggigit pelan bibirnya karena napas Daffin yang terasa panas di telinganya. Tangannya mencengkram erat bahu Daffin ketika laki-laki itu ganti menciumi lehernya. Sepertinya ini agak sedikit di luar dugaan gadis itu. Serena termasuk ke dalam tipe yang semua bagian tubuhnya sensitif. Ia memang tidak suka disentuh atau pun dipijat sejak kecil. Dan Serena benci mengakuinya.

Wait, Daffin,” Serena mencoba untuk memperingatkan.

Sensitive,” gumam Daffin rendah.

Yes, I am. So stop doing that.

Daffin tak mendengarkan. Serena sampai menekan keras-keras bibirnya ketika laki-laki itu mulai menggigit dan menghisap pelan kulitnya. Bisa Serena rasakan laki-laki itu tersenyum miring.

Want to beg, huh?” Bisiknya serak tepat di telinga Serena.

Serena mengumpati Daffin dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status