“Rachel, gue pindah belakang. Lu baik-baik ya,” pamit Mila sembari menenteng tas, berlalu menuju bangku belakang. Digantikan Jonathan yang menempati bangku Mila, di sebelah Rachel.
Meski niatnya ingin fokus pada buku di hadapannya, namun dengan kehadiran Jonathan, Rachel mendadak kehilangan fokus. Apalagi Jonathan sengaja mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja. “Hay, bisa diam gak?” hardik Rachel, tentunya dengan berbisik. Dia tidak ingin ditegur pak Supri, namun tidak bisa mengabaikan tingkah Jonathan yang mengganggu konsentrasi. Bukannya berhenti, ucapan Rachel justru membuat Jonathan terpancing untuk berbuat lebih usil. Jonathan mengangkat satu kakinya dan diletakkan pada kaki yang lain, lalu mengayun-ayunkan kakinya hingga mengenai kaki Rachel. Hal itu memantik amarah Rachel yang sudah berada di ubun-ubun. Tangannya terkepal menahan amarah. Bibirnya sudah siap memaki pemuda tengil yang begitu mengganggu. Namun suara pak Supri membuyarkan niatnya. “Simpan buku LKS kalian. Keluarkan satu lembar kertas," ucap pak Supri. Tak terasa 15 menit sudah berlalu, Rachel merasa belum puas karena Jonathan mengganggu waktu berharganya. Pak Supri menulis beberapa soal di papan tulis. Kumpulan rumus dan angka yang tentunya Rachel sangat paham dan bisa menyelesaikannya. Beda halnya dengan Jonathan yang tampak pusing memikirkan jawaban. Kepintaran Jonathan memang di bawah rata-rata, namun dia ahli menyalin jawaban milik temannya. Dan suatu keberuntungan dia duduk bersebelahan dengan si kutu buku yang jago matematika. Ketika Rachel sedang fokus mengerjakan soal, Jonathan berusaha melirik jawaban Rachel lalu menyalin di kertas miliknya. Jonathan tersenyum puas ketika sudah menyalin seluruh jawaban Rachel. Hingga saat guru menilai, pak Supri tampak syok dengan hasil nilai yang didapat Jonathan. Seratus sempurna, bahkan dari dua puluh soal jawaban Jonathan tidak ada yang salah. Ketika hasil nilai dibagikan, pak Supri kembali memanggil Jonathan. “Jonathan maju ke depan!” ucap pak Supri dengan aura galak. Rachel yang mendengar nama teman sebangkunya dipanggil, ikut menoleh. Sedari tadi Rachel tak menyadari jika Jonathan telah menyontek jawabannya. Jonathan beranjak dari bangku, dan berjalan ke depan, berdiri di samping pak Supri yang tengah menulis sesuatu di papan tulis. “Kerjakan ini! Aku lihat nilaimu bagus. Kerjakan satu soal ini dan terangkan pada teman-temanmu yang lain,” ucap Supri berusaha memendam rasa ketidakpercayaannya pada murid bandel itu. Rachel memandang pada ekspresi Jonathan yang terlihat frustasi. Pemuda itu menyugar rambut sembari menghembuskan nafasnya dengan berat. Pak Supri kembali duduk di depan mejanya, melanjutkan menilai lembar jawaban para murid. Sambil sesekali melirik pada Jonathan untuk memastikan murid itu mengerjakan sendiri. Jo melihat keadaan sekitar, melirik ke arah pak Supri yang tengah fokus. Lalu tatapannya tertuju pada Rachel yang tengah menatap ke arahnya dengan tatapan mengejek. Salah satu sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum sinis setengah mengejek ke arah Jo. “Bantuin gue, please!” ucap Jo dengan gerakan bibir tanpa suara. Rachel mengedikkan bahunya lalu menoleh ke arah lain, pura-pura acuh. Membuat Jo menyerah, tak ada jalan lain selain menulis asal jawaban. “Bagaimana Jonathan? Apa kamu bisa menyelesaikan soal itu? Bukankah tadi kamu bisa menyelesaikan soal ulangan dengan nilai sempurna?” Pak Supri melihat pada jawaban Jo yang tertulis di depan papan tulis. Tentunya jawaban itu salah, semakin membuat pak Supri yakin jika Jo telah menyontek. Jonathan menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Tersenyum dengan wajah tak bersalah. “Apa kau menyontek lagi?” imbuh pak Supri. Disambut anggukan oleh Jonathan. “Berdiri di depan kelas, sampai pelajaran selesai!” perintah Supri memberi hukuman pada Jo. Hanya beliau yang tidak takut menghukum Jonathan, anak dari Nicholas yang menjadi donatur di sekolah. Bagi Supri, dia tidak akan segan menghukum anak seorang bos jika mendapati kesalahan. Rachel tersenyum puas, melihat si Biang Kerok dihukum. Menatap pada Jonathan sembari menjulurkan lidahnya, mengejek. ‘Awas lo! Bakal gue balas!’ ucap Jonathan dengan gerakan bibir tanpa bersuara. Satu jam kemudian bel istirahat berbunyi, setelah guru meninggalkan kelas, Jonathan baru berani duduk. Berdiri satu jam lebih, cukup membuat kakinya pegal. *** Sore hari di kediaman keluarga Lesham. Rachel turun dari mobil bersama kedua orangtuanya. Hatinya berdebar ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di kediaman keluarga Lesham. Meskipun Rachel merasa belum siap untuk bertemu dengan cucu laki-laki opa Anthoni, namun dia sudah terlanjur menerima perjodohan ini, sesuai dengan keinginan Jacob, papa Rachel. Rachel tidak bisa mundur lagi, karena jika dia melakukannya akan mencoreng nama baik keluarga Shaquille. Memasuki pintu utama, mereka di sambut oleh keluarga Lesham yang ramah. “Hay, apa kabarmu Jacob?” sapa Nicholas pada pria yang seumuran dengannya, sambil menjabat tangan Jacob. “Baik. Akhirnya keluarga kita bisa bertemu lagi," ucap Jacob menimpali. “Tentu, duduklah!” Nicholas memberi arahan agar Jacob dan keluarganya menduduki kursi yang sudah disediakan. Setelah mencium tangan sang pemilik rumah, Rachel hanya duduk diam dengan tatapan merotasi ke seluruh ruangan yang tampak luas dan megah. “Perkenalkan, putri kesayangan saya Rachel Shaquille," ucap Jacob dengan lantang memperkenalkan putri kebanggaannya. Debora melihat pada gadis yang nantinya akan menjadi calon menantu. Gadis mungil yang mengenakan dress panjang yang tampak kebesaran. Debora sempat menilai jika Rachel memiliki kecantikan yang tertutup karena penampilannya yang tidak modis. Apalagi kacamata dengan bingkai tebal, juga rambut panjang yang dikepang dua. Sungguh penampilan Rachel seperti gadis desa. Membuat Debora ragu, apakah putranya akan tertarik pada gadis seperti ini? "Baiklah kita tinggal menunggu Lim datang, dia sudah dalam perjalanan dan sebentar lagi akan sampai," ujar Nicholas memberitahu. Lim adalah pengacara opa Anthoni yang nantinya akan membacakan surat wasiat secara resmi di hadapan kedua keluarga. "Dimana putramu, Nicho?" tanya Jacob yang sedari tadi tampak penasaran dengan wajah calon menantunya. "Dia lagi bersiap-siap di kamarnya, sebentar lagi juga akan turun," jelas Nicholas, lalu menoleh pada istrinya. "Mi, dimana anakmu?" tanya Nicholas sembari berbisik, agar tamunya tidak mendengar. Sebelum sempat menjawab, orang yang dibicarakan muncul dari anak tangga. Namun yang membuat Nicholas terkejut adalah penampilan putranya masih mengenakan baju Jersey. Sungguh tidak sopan, padahal Nicholas sudah memintanya untuk mengenakan baju formal. Posisi duduk Rachel membelakangi anak tangga, sehingga dia tidak menyadari kehadiran pemuda yang akan menjadi calon suaminya. "Jo, kemarilah. Papi akan mengenalkanmu dengan teman baik papi," ucap Nicholas sembari mengisyaratkan putranya agar mendekat. Jo? panggilan yang tak asing di telinga Rachel. Namun mengapa dia merasa jika Jo yang dimaksud adalah teman sekelasnya? Dengan hati berdebar, Rachel mengalihkan pandangannya mengikuti arah Nicholas memandang. Seketika membuat bola matanya melebar, hingga kacamatanya ikut melorot. "Jo?" ucap Rachel tanpa sadar. ***Turnamen basket pun dilaksanakan. Tim Jonathan sudah melakukan latihan selama satu Minggu penuh. Melatih kekuatan fisik, kecepatan, kelincahan juga koordinasi sesama anggota tim saat di lapangan. Stadion basket sudah dipenuhi oleh para pemain juga para penonton. Jonathan melangkah turun ke lapangan setelah memastikan istrinya duduk di tempat ternyaman. Rachel bisa melihat dari sisi penonton ketika suaminya itu tengah mewakili timnya untuk melakukan coin toss. Menentukan tim siapa yang berhak mendapatkan bola pertama. Rachel memang tak duduk sendirian. Di sampingnya ada Mila yang sekarang sudah resmi menjadi kekasih Rio, mantan ketua kelasnya dulu. Gadis itu tampak terlihat antusias dan tak malu memberikan teriakan dukungan untuk sang kekasih. Sementara Rachel hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya itu. “Chel, ngomong-ngomong lu udah isi belum?” tanya Mila di sela-sela kebisingan suara sport komentator yang mengiringi jalannya pertandingan. Rachel mengedikkan bahu, “
Kedua insan kembali mereguk kenikmatan di malam ketiga setelah resmi menjadi pasangan suami istri. Pendirian Rachel tergoyahkan ketika dirinya pun tak kuasa menolak sentuhan Jonathan. Keinginan awal Rachel untuk menolak, kini hanyalah bualan semata. Karena tubuhnya merespon lebih cepat saat merasakan sentuhan intim sang suami di area sensitifnya. Jonathan memasukkan miliknya yang sudah tegak berdiri ke dalam liang surga sang istri, dengan posisi Rachel yang masih berbaring menelungkup. Sensasi yang baru dirasakan oleh Rachel ketika miliknya dimasuki lewat belakang. Bisa dirasakan begitu dalamnya batang Jonathan yang menembus miliknya. Hingga membuat Rachel menjerit, tak kuasa menahan gejolak kenikmatan yang datang bertubi-tubi ketika batang itu keluar masuk seiring dengan pergerakan Jonathan yang begitu kuat dan agresif. “Ahhhhh.. ahhhh..” Desahan Rachel menggema memenuhi seluruh penjuru ruangan. Tak ada lagi rasa perih selain hanya rasa nikmat. “Enak, sayang?” bisik Jonathan di
Mata Rachel terbelalak untuk sesaat. Wajahnya merona malu saat matanya menangkap sesuatu yang bergelantungan di antara paha Jonathan. Suasana menjadi hening. Tak seperti biasanya, Rachel tak lagi berteriak histeris. Hanya memalingkan wajahnya untuk tak melihat tubuh polos sang suami. Jonathan pun tampak santai seperti tak terjadi apapun. Segera menaruh kembali piring ke atas meja makan, dan memungut handuk itu sembari menatap istrinya. Mengulum senyum penuh arti. Sepertinya istri mungilnya itu sudah terbiasa melihat pemandangan itu. Bergegas Jonathan melanjutkan niatnya. Menaruh piring-piring bekas makan ke dapur tanpa berniat mencuci. Biarlah nanti asisten yang membereskan semua. Jonathan kembali mengencangkan lilitan handuk sebelum melangkah keluar dapur. Namun saat langkahnya tiba di depan meja makan, Rachel tak nampak di sana. Pria itu merotasikan pandangan, hingga matanya menangkap sosok Rachel yang tengah melangkah terburu-buru menaiki anak tangga. Seulas senyum tipis muncu
Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, Jonathan meraih gagang pintu dan membukanya. Jonathan sudah mendengarkan penjelasan dari salah satu asisten jika istrinya sedang tidur. Sehingga dia berusaha untuk tidak membangunkan tidur Rachel. Melangkah dengan hati-hati menuju sisi ranjang. Posisi tidur Rachel membelakangi pintu kamar, sehingga Jonathan hanya melihat punggung Rachel yang setengahnya tertutup oleh selimut. Beberapa helai rambut terlihat sedikit menutup wajah cantik itu. Tangan Jonathan terulur memindahkan helaian rambut itu ke belakang dengan gerakan sangat hati-hati. Jonathan berniat akan menunggu hingga istrinya itu terbangun dengan sendirinya. Sehingga dia memutuskan untuk membersihkan tubuh sebelum nantinya menjadi terapis pijat sang istri. Selama di kamar mandi, senyum tak luput dari bibir Jonathan. Membayangkan malam-malamnya yang akan dilalui penuh warna. Pikirannya hanya tertuju pada Rachel dan Rachel. Apakah ini yang dirasakan semua pengantin baru? Perasaan cinta ya
Siang itu, Nicholas meminta putranya untuk datang ke Lesham Corp. Ada satu hal penting yang harus dibahas dengan putranya. Ini mengenai masa depan Jonathan. Ketika langkahnya tiba di gedung bertingkat itu, semua mata tertuju pada lelaki bertubuh jangkung yang menjadi putra tunggal sang pemilik perusahaan. Jonathan melangkah seraya menyapa balik staf kantor yang mengucapkan salam padanya. Memiliki karakter yang berbeda dengan Nicholas yang dingin, putra pewaris tunggal itu memiliki sikap lebih hangat. Sama persis dengan mendiang tuan Anthoni yang begitu ramah. Hadir dengan hanya mengenakan kaos Jersey dan celana pendek, membuat Jonathan menjadi pusat perhatian. Sungguh penampilan Jonathan yang tak menunjukkan layaknya seorang anak dari bos besar. Meskipun tidak terlalu sering mengunjungi perusahan kakeknya, Jonathan masih mengingat letak ruang kerja papi Nicholas. Sehingga saat sekuriti berniat untuk mengantarnya, dengan tegas Jonathan menolak. Kini langkah panjang Jonathan sudah h
“Jika kamu perlu vitamin untuk mempercepat kehamilan, mama bisa mengantarkanmu ke dokter, Nak!” ucap Natasya sebelum melepaskan kepergian putri semata wayangnya. Jonathan terlebih dulu berada di sisi mobil, membuka lebar pintu untuk istrinya. “Gak perlu, Ma. Rachel gak memerlukannya!” tegas Rachel dengan muka memerah. Selama sarapan, dirinya terus dibuat diam tak berkutik. Malu menndengar penuturan nenek Maria yang sepertinya sudah mengetahui aktivitas malamnya bersama Jonathan. “Santai saja, Ma. Nanti Jo sendiri yang akan mengantarkan istri Jo ke dokter. Jo pastikan mama dan nenek akan segera mendapatkan cucu dan cicit.” Bukannya meredakan suasana, suaminya itu justru menimpali dengan ucapan yang semakin membuat wajah Rachel memanas karena malu. “Sudahlah, Nat. Kamu tak perlu khawatir. Putrimu sudah berada di tangan orang tepat. Jonathan tahu apa yang terbaik dan pastinya akan menjaga putrimu dengan sangat baik. Bukan begitu, Jo?” timpal nenek Maria seraya mengerlingkan satu ma