Share

Bab 6 : Perintah pertama

Jessy menggigit bibirnya saat Terry mengatakan aturan yang harus ia patuhi selama menjadi tawanan pria itu. Ekspresi kaget, terluka dan sedih bercampur aduk di wajah bonekanya. Napas sang gadis terasa berat dengan tubuh yang terasa lemas.

"Kau tahu apa artinya, boneka kecil?" Tanya Terry dengan nada main main seraya menyeringai ke arah Jessy. Gadis itu tak menjawab pertanyaan dari sang ketua Mafia.

"Artinya kau tak memiliki kebebasan apapun dalam hidupmu karena aku yang akan mengendalikan semuanya. Jadi, bersiaplah dan jadilah boneka yang baik untukku," 

Terry mengelus lagi rambut hitam Jessy dengan lembut dan mencium aroma lembut yang keluar dari tubuh gadis itu, mengendusnya perlahan dengan senyum penuh makna yang tak pernah absen dari wajah tampannya.

"Karena kau sudah berada dalam kendaliku, aku akan memberikanmu tugas pertama, boneka kecil," 

Jessy mendongakkan kepala menatap Terry dengan tatapan kosong. Wajahnya yang terlihat sedih dengan mata hijau yang berkaca kaca. Terry juga bisa melihat genangan air mata yang bersiap untuk jatuh dari kedua mata indah itu.

"Sebelum kita ke mansion utama, aku akan menyuruhmu untuk mandi dan mengganti baju lusuhmu dengan sesuatu yang lebih pantas untuk dipakai. Wanitaku tak boleh terlihat seperti orang miskin yang tak memiliki baju yang pantas untuk dikenakan," 

Terry bangkit dari kursinya dan mengambil sebuah paper bag  warna coklat yang berada di dekat lemari barang antik. Pria itu menyerahkan paper bag pada Jessy dengan wajah datar. Jessy melirik Terry sejenak dan menerima paper bag itu dengan tangan gemetar. 

Senyum tipis Terry kembali terbit saat Jessy yang terlihat lebih patuh saat ini, tak melawan seperti sebelumnya. Wajah tanpa harapan dan terlihat tertekan yang terlukis di wajah Jessy terlihat seperti hiburan yang menyegarkan matanya. Ia suka melihat Jessy tak berdaya dalam kendalinya.

"Bagus. Kenakan apa yang ada didalamnya dan jangan berpikir untuk bisa kabur dari sini, boneka kecil. Orang suruhan ku akan membantumu nanti."

Setelah memberikan paper bag itu pada Jessy, Terry keluar dari ruangan itu untuk melanjutkan tugasnya, memilah gadis yang tadi ditangkap oleh anak buahnya untuk dijadikan aset sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Suara langkah kaki dari sepatu pantofel yang beradu dengan tanah terasa begitu nyaring terdengar di telinga Terry. Hal ini dikarenakan tak ada siapapun selain dirinya yang berjalan disana, sehingga menghasilkan bunyi gema yang khas. Seperti biasa, Terry memasukkan kedua tangannya di saku celana, berjalan dengan santai menuju ruangan para tahanan yang berada di Utara pabrik terbengkalai yang ia sulap menjadi markas Mafia.

Begitu sampai di depan pagar listrik yang membatasi dunia luar dengan bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya, Terry meminta anak buahnya untuk membuka pagar itu agar ia bisa masuk. Para bawahan pria itu mengangguk dan menuruti perintah Terry.

"Halo semua, kita bertemu lagi untuk kedua kalinya," ujar Terry membuka percakapan dengan nada dingin dan dominan begitu masuk ke aula pertemuan.

Mata coklat itu memicing ketika para gadis yang saat ini sedang duduk berjajar di dekat tembok sedang berbisik satu sama lain. Terry berdehem keras untuk mendapatkan atensi mereka. 

Terbukti, para gadis itu berhenti berbisik dan segera memusatkan perhatian padanya dengan wajah ketakutan. Terry mengabaikan raut wajah mereka dan memilih untuk melanjutkan perkataannya yang sempat tertunda.

"Seperti yang sudah tadi aku katakan sebelumnya, hidup kalian berada di tanganku. Jadi, persiapkan mental kalian untuk menemui takdir baru yang kalian jalani," Terry menyeringai. Mata tajam miliknya sedikit menyipit senang saat melihat para gadis itu terlihat ketakutan dan juga pasrah.

Dengan cepat, Terry mulai memilah para gadis itu sesuai dengan standar yang ia tentukan. Setelah selesai, para gadis tadi digiring menuju ke sebuah bangunan terpisah sesuai dengan kelompok yang sudah ditetapkan, yang tentu saja dikawal oleh anak buahnya agar tak bisa memberontak.

Saat Jane hendak pergi keluar bersama dengan kelompoknya, Terry menahan bahu gadis berambut ikal itu, membuat Jane menoleh pada sang ketua Mafia dengan tatapan bertanya.

"Kau akan menemani boneka kecilku selama berada di mansion utama. Jadi, ikutlah denganku," 

Sebelum Jane menjawab perkataan Terry, ia sudah diseret oleh pria itu untuk mengikuti langkahnya menuju bangunan timur tempat Jessy berada saat ini.

***

Jessy duduk diatas kursi meja rias dengan gugup sekaligus takut. Saat ini, penampilan Jessy  sudah jauh lebih dari sebelumnya. Baju lusuh yang tadi ia gunakan kini berganti dengan rok pendek sepaha berwarna hitam dengan kemeja biru muda polos yang membalut tubuh rampingnya. 

Gadis itu bergerak gelisah seraya terus menarik rok pendeknya kebawah. Jujur saja, Jessy merasa tak nyaman dengan pakaian yang ia kenakan saat ini. Rambutnya sedang disisir oleh Belle, seorang pengawal wanita yang tadi menyeretnya kemari.

Kenapa Belle ada bersama dengan Jessy?

Jawabannya sederhana. Wanita itu diminta oleh Terry untuk mendandani Jessy dan menjaga agar gadis itu tidak kabur.

"Ung, Miss, kenapa aku harus menggunakan baju seperti ini? Apa tidak ada baju yang lebih panjang yang bisa menutup tubuhku?" Tanya Jessy seraya melirik pahanya yang terekspos akibat pakaian mini yang ia kenakan.

"Itu karena tuan menginginkan anda menggunakan baju seperti ini," jawab Belle singkat sambil mengikat rambut samping Jessy agar terlihat lebih rapi. "Lebih baik anda menurut saja jika tuan Terry memerintahkan sesuatu pada anda,"

"Tapi ini sama saja kebebasanku dirampas, Miss. Aku ingin protes tapi terlalu takut untuk melawan karena ia terus mengancamku," ujar Jessy pelan dengan memainkan ujung kemeja yang ia pakai. Jujur saja, Jessy rasanya ingin menangis lagi jika mengingat takdir yang harus dijalaninya begitu buruk.

"Jangan banyak mengeluh dan turuti saja keinginan tuan Terry jika kau tak ingin dihukum," jawab Belle dingin dengan nada datar dan tatapan tajam yang wanita itu layangkan untuk Jessy.

Jessy cemberut saat melihat reaksi Belle yang sangat sulit untuk diajak berbagi pikiran mengenai kesulitan yang saat ini ia rasakan. Gadis itu menghela napas berat. Ia melirik ke arah cermin dan melihat pantulan dirinya disana. 

Jessy mengakui jika ia terlihat sangat jauh berbeda dengan sebelumnya. Wajahnya dirias sedemikian rupa dengan make up mahal. Baju yang ia kenakan juga tampak begitu berkelas. Akan tetapi, Jessy merasa tak bahagia karena ini semua hanyalah topeng yang ia pakai untuk menyenangkan Terry saja.

Tak lama kemudian, Jessy telah selesai di dandani oleh Belle. Gadis itu tampak seperti boneka sungguhan jika sedang tak melakukan apapun. Belle sejujurnya sangat iri dengan kecantikan yang Renata miliki, namun memilih untuk memendamnya saja karena takut dihukum oleh Terry apabila melakukan sesuatu pada Jessy yang notebene adalah "mainan" pria itu.

"Kau tampak cantik sekali, boneka kecil. Aku merasa takjub melihatmu yang tak lagi lusuh seperti tadi," ujar Terry yang baru datang dari arah pintu. Terry ternyata tak datang sendirian karena ia datang bersama dengan seseorang. Orang yang mengikuti sang ketua Mafia

Kedatangan orang itu membuat Renata tak bisa berkata kata. Wajahnya terlihat senang dengan tatapan berbinar.

"Kenapa kau ada disini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status