Alif membantu Kamea memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil. Ia juga membukakan pintu untuk belia itu. Kamea duduk di depan tepat di samping kursi kemudi, menunggu Alif yang saat ini sedang menerima wejangan nasihat dari papanya.
"Mama sama Papa titip Kamea. Sekarang kalian sudah menjadi suami istri, tak perlu papa jelaskan panjang lebar. Kamu sudah dewasa, jadilah suami yang bertanggung jawab. Jangan pernah sakiti Kamea, dia sudah papa anggap seperti putri papa sendiri,"
Alif menghela napas panjang, Mulutnya berdecak merasakan orang tuanya tidak adil. "Anak kandung kalian itu Alif, tapi kalian lebih menghawatirkan gadis kecil itu dari pada anak kandung kalian sendiri," gerutunya.
Papa Pradana menepuk kepala Alif. " Gadis kecil itu istrimu," tuturnya geram sambil memelototkan matanya.
Alif mendecakkan mulutnya, hatinya terus menggerutu kesal. Lelaki berkulit putih itu melenggang ke arah mobilnya set
Mobil Alif berhenti di halaman sebuah bangunan rumah yang cukup megah. Ukurannya memang lebih kecil dari rumah orang tuanya, tetapi juga cukup besar untuk dihuni dua orang saja.Belia itu ikut turun dari mobil ketika melihat suaminya juga turun. Iris berwarna hitam itu memerhatikan ke sekeliling rumah tersebut."Ini rumah, Om?" tanyanya.Setelah cukup lama tak membuka suara karena takut dengan ancaman Alif, akhirnya belia itu kembali mengeluarkan suaranya. Ia melihat Alif yang sudah mengeluarkan koper miliknya dari dalam bagasi."Bawa kopermu sendiri!" titahnya datar.Lelaki berparas tampan itu tak berminat menanggapi pertanyaan Kamea yang menurutnya sangat tidak penting. Ia melenggang melewati Kamea hendak masuk ke dalam rumahnya."Suami gak ada ahlak. Masa istrinya yang manis dan imut ini disuruh bawa koper sendiri. Bukannya dibawain gitu kaya suami-suami p
Lelaki beralis tebal itu mendesah kasar. "Terserah!" ucapnya ketus."Nah, gitu dong," sahut Kamea girang karena Alif tak lagi mendebat. Lelaki itu memilih untuk menyerah walau masih tak mengubah ekspresi wajahnya.Belia itu memajukan tubuhnya mendekati Alif. Kaki pendeknya menjinjit lantas kedua tangan terangkat dan mencubit pipi lelaki itu dengan gemas. Alif membulatkan matanya mendapat perlakuan Kamea yang menganggapnya seperti anak kecil."Om, jutek tapi gemesin. Kamea suka," ucap belia itu sambil terkekeh gemas kepada Alif.Lelaki yang terpaut enam tahun lebih tua dari belia itu mencekal tangan Kamea dan menjauhkannya. Iris berwarna cokelat itu menghunuskan tatapan tajam. Membuat sang gadis sedikit meringis antara sakit pada tangannya dan malu karena perbuatan yang refleks ia lakukan.Kamea menyeringai, satu tangannya menggaruk kepala yang tak gatal. "Maaf," ucapnya pol
Seorang lelaki bertubuh porposional melenggangkan langkah lebarnya memasuki sebuah gedung perusahaan miliknya. Kedatangannya mencuri perhatian karyawan yang bekerja di sana terutama karyawati.Semua mata memandang kagum atas ketampanan atasananya yang begitu sempurna. Sebagian masih bermimpi menjadi pendamping lelaki itu, sebagiannya lagi memilih untuk mundur menyadari kekurangannya sendiri.Tak ada yang tahu bahwa lelaki yang mereka kagumi saat ini sudah resmi menjadi suami seseorang. Apalagi istri atasannya itu adalah seorang gadis belia yang usianya terpaut cukup jauh darinya. Ya, tak ada yang mengetahui kabar pernikahan Alif dan Kamea kecuali kerabat terdekat dan asisiten kepercayaan Alif, yaitu Doni."Hai pengantin baru," sapa seseorang yang baru saja mengetuk pintu dan langsung memasuki ruangan Alif.Lelaki beralis tebal itu menoleh sekilas dengan malas. Ia mendesah kasar menyenderkan punggung
"Seharusnya kau senang memiliki seorang istri yang masih sangat muda," ucap Doni. "Tapi ini. Coba lihat wajahmu malah ditekuk seperti itu. Kalau kau gak mau, berikan saja dia padaku. Akan dengan senang hati aku menjaganya.""Ambillah kalau kau mau."Mata Doni melebar tak percaya mendengar ucapan atasan sekaligus sahabatnya itu. Bagaimana mungkin ia dengan mudah membiarkan istrinya sendiri diambil oleh orang lain? Sahabatnya itu memang sudah tidak waras semenjak ditinggalkan oleh Fely.Alif benar-benar terjerat cintanya Fely yang jelas-jelas telah kabur meninggalkannya tanpa jejak. Tetapi lelaki belensa cokelat itu masih saja mengharapkannya kembali."Kau yang benar saja. Aku harap kau tak serius dengan ucapanmu itu. Karena aku akan benar-benar menjaganya jika ada kesempatan. Kuharap kau tak akan menyesal!" tutur Doni dengan nada serius memperingati sahabatnya itu.Ah, sebenarnya
Kamea menyenderkan punggung pada penyangga ranjang. Mencari tempat ternyaman sambil membaca novel yang ia beli dua minggu yang lalu sebelum ia ke Jakarta, dan gadis kecil itu baru sempat membacanya sekarang.Seharian hanya di rumah sendirian membuatnya merasa bosan. Rasanya ia ingin cepat-cepat masuk kuliah di kampus barunya agar tidak kesepian lagi. Beruntung semua pendaftaran sudah diurus oleh mertuanya. Jadi mulai besok ia sudah bisa beraktivitas di luar rumah.Kamea mulai merasa bosan dengan buku bacaannya. Berkali-kali gadis belia itu melirikkan matanya ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Ia menghela napas kasar, belum ada tanda-tanda suaminya pulang dari kantor."Mas Alif lama sekali, perutku sudah kelaparan tadi siang cuma makan mie instan aja," gumamnya sambil mengusap perut datarnya.Stok makanan di rumah Alif kosong. Padahal Kamea sudah memberi tahu suaminya itu untuk berbelanja
Seorang gadis belia dengan santai, tanpa merasa canggung atau malu kepada lelaki yang duduk di seberang meja berhadapan dengannya, menyantap makanan dengan lahap seperti seseorang yang sudah satu minggu tidak menemukan makanan.Dalam waktu yang singkat saja makanan yang tersaji di piringnya sudah kosong tak bersisa sedikitpun. Sementara lelaki yang duduk di hadapannya itu hanya melongo memerhatikan tingkah sang belia.Alif yang baru beberapa suap memasukan makanan ke dalam mulutnya mendadak kehilangan selera makan. Ia menyimpan sendok dan garpunya lantas meminum jus miliknya. Setelah itu ia mengambil tisyu untuk membersihkan mulutnya."Kenapa makanannya gak dihabisin?" tanya Kamea."Gak selera," sahut Alif datar.Belia itu mengernyitkan alisnya, menatap wajah Alif sekilas kemudian menurunkan pandangannya ke arah piring makanan milik Alif."Itu makanannya masi
Setelah makan malam Alif langsung membawa Kamea pulang. Namun sebelumnya lelaki berkulit putih itu mampir ke supermarket terlebih dulu untuk belanja kebutuhan di rumahnya.Sepanjang jalan dari supermarket menuju ke rumah, Kamea tak berbicara dengan Alif. Belia itu memilih bungkam dan menatap ke arah jendela. Ia sangat kesal atas kejadian saat di supermarket tadi.Seorang wanita cantik yang tak ia kenal tiba-tiba saja menghampiri Alif. Dari jauh Kamea bisa menangkap keakraban antara wanita itu dengan suaminya. Tak hanya sampai disitu saja, ada hal lain yang membuatnya lebih kesal lagi. Yaitu di saat wanita itu mengira dirinya adalah adik Alif."Wah, adik kamu cantik banget, Val. Kok kamu gak pernah cerita punya adik semanis ini?" ucap wanita yang tidak Kamea ketahui namanya kepadanya.Seketika bibir belia itu memanyun, menatap wajah suaminya dengan ekspresi kesal. Alif bahkan tak mencoba untuk menjela
Sejak semalam Kamea tak banyak berbicara hingga pagi ini. Belia itu bungkam tak seperti biasanya yang selalu bersikap petakilan dan tak pernah kekurangan bahan pembicaraan untuk dibahas.Cukup aneh tapi juga hal yang baik bagi Alif. Setidaknya ia merasakan kupingnya tenang karena tidak mendengar celotehan tidak penting dari istri kecilnya itu. Alif tak mau ambil pusing tentang perubahan sikap Kamea."Om, aku nebeng ke kampus ya," tutur Kamea setelah selesai menghabiskan makanannya.Lelaki beralis tebal itu menatap wajah Kamea sesaat kemudian mengangguk ringan. Belia itu beranjak dari tempat duduknya membawa piring kotor bekas makanannya ke westafle dan langsung mencucinya. Setelah selesai, ia langsung ke kamar untuk mengambil tas dan ponsel miliknya.Dalam diam Alif memerhatikan gerak-gerik tubuh belia itu, tetapi tak berniat untuk menegur. Ia memilih untuk diam dan tak acuh seperti yang selalu ia tu