Godaan Monalisa
Jam menunjukkan pukul 16.30.
Reynold masih terlihat sibuk di kantornya, ketidak hadiran sekretaris Pete begitu terasa, Reynold harus mengerjakan semua pekerjaannya sendiri, hanya dibantu oleh Maria, namun tetap terasa berbeda, tidak senyaman jika dia mengerjakannya bersama sekretaris Pete.
"Maria, kau tau tempat tinggal sekretaris Pete?" Tanya Reynold kepada Maria yang juga terlihat sibuk, dia membaca beberapa berkas di kursi sofa yang ada di ruangan tuan muda Reynold.
"Tau tuan muda, apa mau saya kirim ke handphone tuan muda?" ucap Maria.
"Iya, kirimkan saja alamat beserta titik lokasinya ke handphone Aldo," pinta Reynold.
"Baik tuan muda, akan saya kirim," ucap Maria, setelahnya dia te
Tidak hari iniMobil mewah Reynold berhenti di depan toko kue langganan keluarganya, dia terlihat bersiap untuk turun.Pintu mobil dibuka oleh Aldo, belum sempat Reynold menurunkan kaki, gerakannya terhenti, ada beberapa genangan air, sepertinya tadi hujan dan itu membuat halaman toko tersebut sedikit becek dan kotor. "Aldo, kau saja yang masuk ke dalam, beli beberapa cake terenak di toko itu untuk sekretaris Pete, cari cake lembut dengan topping cream," ucap Reynold memberi perintah kepada Aldo."Baik tuan muda," mendengar perintah tersebut, segera Aldo keluar dari mobil dan menuju ke arah toko kue yang cukup terkenal itu. Toko kue langganan kelompok kelas atas.Toko kue Sultan, itu nama tok
Begitu nikmatnyaReynold sudah sampai di kediamannya, jam menunjukkan pukul 21.00. Sekotak croissant masih berada di atas meja ruang tengah, jumlahnya masih sama, belum disentuh sedikitpun. Reynold harus menyeleseikan ritualnya terlebih dulu, mandi yang biasanya membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit. Dengan teliti dia membersihkan setiap jengkal tubuhnya, dia tidak menyukai bagian tubuhnya kotor atau bahkan berbau kurang sedap, lalu setelahnya mengoles cream khusus di sekujur tubuhnya. Dia adalah pria yang begitu merawat diri, tidak pernah sedikitpun lalai terhadap penampilannya, dia orang yang sangat berhati hati dalam menjaga setiap bagian tubuhnya. Reynold terlihat berjalan ke
Rasa penasaran"Sekretaris Pete, bisakah aku membeli croissant seperti yang kau berikan kepadaku kemarin?" tanya Reynold ketika sudah berada di dalam mobil yang disupiri oleh Aldo. Seperti biasa ada tiga orang di dalam mobil itu, supir Aldo, sekretaris Pete dan tuan muda Reynold."Maaf tuan muda, croissant itu dibuat oleh adik ipar saya, tidak di jual, apakah tuan muda menyukainya?" tanya sekretaris Pete. Reynold terlihat menghela nafas panjang. "Kau tanya kepadaku? Seharusnya kau menanyakan itu kepada kakek," ucap Reynold yang dibalas dengan tawa kecil namun berusaha untuk ditutupi oleh Aldo dan sekretaris Pete. Mobil melaju dengan lamban, membelah jalanan ibu kota yang penuh sesak. Tidak ada habis habisnya semua mobil dan motor ini sa
Trend Baru Reynold sudah berada di gedung tempat dilaksanakannya meeteng penting, bersama dengan beberapa kolega pentingnya yang merupakan pengusaha sukses di Jakarta. Jam menunjukkan sisa waktu sekitar lima menit sebelum meeting penting itu di mulai. Di depan gedung Reynold terlihat hanya berdiam diri, dia mengamati kemeja biru mudanya yang tidak lagi rapi, ada beberapa lipatan dan bekas keringat. Baunyapun sudah mulai tidak karuan, bercampur baur, atara bau asap kenalpot, debu jalanan dan entah apa lagi yang mulai tercium abstrak. Dia tidak menyangka aksi nekatnya berjalan dengan niat mengejar waktu akan berakhir dengan berubahnya penampilan yang tadinya begitu rapi dan wangi. Reynold menghe nafas panjang, berusaha melonggarkan kerah bajunya, berhara
Reynold masuk ke dalam kantornya, dia melihat ada seorang wanita tengah merebahkan tubuh di sofa, kakinya dia angkat ke atas penyangga punggung, membuat roknya semakin turun ke arah perut. Matanya terpejam namun sepertinya itu hanya kepura puraan.Wanita itu menggunakan rok mini tanpa lengan, rok berwarna putih dengan renda biru muda di beberapa sisi, tipis dan nyaris transparan. Sesuai naluri alami seorang pria yang seharusnya, Reynold tidak berhenti memusatkan pandangan. Beberapa detik setelahnya wanita itu menoleh lalu tersenyum genit dengan sedikit memonyongkan bibirnya, seolah ingin mengecup dengan bibir terpoles pewarna bibir merah cerah."Monalisa," bisik Reynold."Rey, kenapa lama sekali, aku sudah lama menunggumu," ucap Monalisa manja. Dia menjentikkan jari ke arah Reynold, memberi isyarat untuk didatangi. Reynold berjalan ke arah Monalisa, duduk tepat di sebelah kakinya."Kau tidak merindukanku?" tanya Monalisa manja."Kau begitu seksi Re
Sang ratuMonalisa menenteng beberapa belanjaan, melebihi perkiraan dan itu sudah seperti biasanya, bukan hanya tas seharga delapan puluh juta, tetapi juga sepatu, baju, alat make up dan berbagai hal, mungkin total harganya setara mobil keluaran terbaru. Reynold sudah sangat tau dengan hal itu dan dia tidak pernah marah, hartanya terlampau banyak dan menurutnya itu hanya sebagian kecil, selama Monalisa masih menjadi kesukaannya, itu bukanlah hal besar.Monalisa tertawa sepuas puasnya, mana kala mendapati tangannya penuh dengan tas belanjaan, seperti seorang ratu yang tidak memikirkan berapa harga dari produk yang dibelinya, dia bisa membeli apapun yang diinginkannya. Menyenangkan dan ini adalah bagian yang paling ditunggu olehnya.
GetaranReynold turun dari mobil, terlihat melirik ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 17.00. Masih cukup sore, tidak biasanya dia sudah berada di rumah di jam sore seperti ini. Reynold melangkahkan kaki menuju ke rumah mewah yang merupakan kediamannya, rumah bertingkat tiga dengan halaman luas yang dipenuhi pepohonan cantik yang terawat.Reynold berjalan dengan santai, namun tetap tegap, tidak menoleh ke mana mana, dia hanya melihat ke arah depan, ke tujuannya. Beberapa tukang kebun yang melihatnya mulai berhenti melakukan aktifitas dan menunduk hormat. Tiba tiba Reynold menghentikan langkahnya, tepat satu meter sebelum kakinya menginjak pintu rumah dari bahan kayu yang lebar itu.
Tak ada getaranMonalisa berdiri di pinggir jendela apartemen, melihat gemerlap cahaya lampu yang menyala terang di malam hari. Kemudian tangannya meraih sebatang rokok yang tergeletak di atas meja, dia bakar dan hisap dalam dalam. Pikirannya terbang mengingat dan memahami apa yang tadi Tania sampaikan, mengenai pencarian jodoh untuk Reynold. Sebenarnya dia sudah mengetahui hal itu, namun dia berusaha untuk tidak mempercayainya. Dalam dirinya dia masih memiliki keyakinan jika Reynold begitu menginginkannya dan akan tetap mempertahankannya. Dia tidak ingin kembali pada kehidupan lamanya, kembali ke club yang mengharuskan dia bekerja begitu keras. Itu begitu menyakitkan, pekerjaan itu membuatnya ingin menangis setiap hari. Tidak jarang dia harus menahan perih di pipinya karena perlakuan kasar dari tamu yan