“Tuan Carter, apa Anda memiliki kriteria wanita idaman? Apa menurut Anda ... saya pantas menjadi pendamping hidup Anda?”
Seorang wanita muda berpakaian seksi dengan belahan dada yang menantang sedang menatap nakal sosok Mark Carter. Asisten Regis tersebut sejak tadi hanya memasang ekspresi datar dengan sorot mata penuh selidik kepada kandidat kencan butanya siang ini.
Ia dapat melihat jelas jika wanita itu sedang mencari perhatian darinya dengan melemparkan senyuman genitnya. Namun, Mark tidak sedikit pun tergerak oleh godaan wanita itu.
"Saya tidak memiliki kriteria apa pun, Nona Clarkson. Saya hanya ingin mencari seseorang yang dapat memberikan keuntungan kedua belah pihak," jawab Mark dengan berterus terang akan tujuannya mengikuti perjodohan tersebut.
“Oh ya? Saya sangat menyukai lelaki yang memiliki prinsip. Saya rasa … Anda adalah kriteria pria idaman yang saya cari, Tuan Carter,” jawab wanita itu dengan nada mendayu m
“Anda sudah terlambat sepuluh menit dari waktu janjian kita, Nona Lysander.”Seorang pria asing berusia sekitar tiga puluhan sedang melirik arloji mahalnya, lalu menatap Amora yang baru saja mendaratkan bokongnya di atas sofa empuk yang berhadapan langsung dengannya.Terlihat setangkai bunga mawar mewah yang disematkan pada kerah jas pria itu. Bunga itu memang sengaja dipersiapkan agar pasangan kencan butanya alias Amora Lysander dapat mengenalinya.Manik mata Amora menatap lurus wajah pria itu yang tampak memendam emosi terhadap dirinya. Nada suara pria itu juga terdengar cukup sinis.“Maaf sudah membuat Anda menunggu lama, Tuan,” ujar Amora yang terpaksa mengakui kesalahannya dengan enggan.Amora tahu jika keterlambatannya memang patut dikritik, tetapi sejak awal ia memang tidak berniat untuk memenuhi janji kencan butanya. Jika bukan karena memikirkan denda yang harus dibayarkan kepada pihak pasangan kencannya, ia tidak akan datang ke kafe itu.Sebelumnya Amora berniat meminta penje
Syok! Satu kata itulah yang pantas menggambarkan ekspresi wajah Amora saat ini. Wanita itu benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan pria yang paling tidak ingin ditemuinya. Regis Lorenzo tiba-tiba saja datang mengusik kencan butanya dan memanggilnya ‘Sayang’. Tentu saja hal ini membuat Amora bertanya-tanya.‘Apa dia sudah gila? Kenapa dia memanggilku dengan sebutan seperti itu?’ Amora hanya bisa menggerutu di dalam hatinya dengan histeris karena ia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri. Ia masih berpikir mungkin saja lidah pria itu sedang keseleo sehingga tanpa sengaja memanggilnya seperti itu. “Sepertinya Anda salah orang, Tuan,” ucap Amora yang mencoba meluruskan kesalahan Regis. Sayangnya, Amora tidak pernah menyangka jika Regis malah tersenyum tanpa rasa bersalah dan berkata, “Apa kamu masih marah denganku, Sayang? Maafkan aku karena sudah membatalkan kencan kita kemarin.” “Apa?” Amora kembali terperangah. Sebelum wanita itu sempat mempertanyakan kebingungannya,
Dada Amora bergerak naik turun dengan cepat. Ia tampak kesusahan mengikuti langkah Regis yang berjalan di depannya. Pria itu masih menggenggam pergelangan tangannya dengan erat seolah khawatir jika Amora akan melarikan diri darinya jika dibiarkan lepas begitu saja."Tuan, berhenti! Sepertinya dia sudah tidak mengejar kita,” ucap Amora dengan napas tersengal-sengal. Tadi Amora sempat menoleh ke belakang dan tidak menemukan sosok Felix Wright yang mengikuti mereka seperti yang dikhawatirkannya. Sekarang ia berpikir tidak perlu lagi melarikan diri dari pasangan kencannya tersebut mengingat bagaimana tadi Regis mengancamnya.Akan tetapi, Regis masih meneruskan langkahnya dan menarik Amora bersamanya. Padahal wanita itu berharap Regis dapat membiarkannya pergi.“Tuan!” panggil Amora lagi dengan nada yang lebih keras dibandingkan sebelumnya. Deru napasnya tampak terputus-putus karena berusaha mengimbangi langkahnya dengan Regis.Akhirnya lambat laun langkah Regis pun terhenti. Kini mereka
“Apa yang Anda inginkan?” Amora langsung bertanya tanpa basa-basi kepada Regis. Ia tidak berniat untuk membohongi pria itu lagi terkait identitasnya. Berdasarkan pemahamannya terhadap keluarga Lorenzo yang dibacanya melalui penelusuran internet, Amora tahu jika pria itu memiliki kekuasaan penuh untuk mendapatkan informasi dengan mudah asalkan pria itu menginginkannya. Bukanlah hal baik jika ia masih bersikukuh dengan kebohongannya. Regis tidak menjawab pertanyaan Amora secara langsung. Ia melirik Mark yang baru saja keluar dari kafe. Hanya dengan lirikan sekilas itu saja Mark sudah dapat memahami maksud dari atasannya tersebut. Ia pun mengeluarkan kunci mobilnya dan menekan tombol kecil untuk mematikan alarm mobil serta membukakan pintu yang terkunci. Regis tersenyum puas, kemudian ia membuka pintu mobil bagian belakang dan berkata kepada Amora seraya mempersilakan wanita itu, “Masuklah, Nona." "Kenapa harus berbicara di mobil?” balas Amora dengan curiga. Regis mengedikkan bahun
‘Jadi dia sudah mengingat semuanya? Bagaimana ini? A-apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku harus mengakuinya?’ Amora menggigit bibirnya dengan kuat. Ia tidak tahu menjawab seperti apa, selain mengakui semua hal yang telah dilihatnya selama tujuh tahun yang lalu. Namun, berbagai persepsi negatif yang muncul telah memenuhi benaknya dan membuat ketakutannya berlipat ganda. ‘Tapi, bagaimana kalau … kalau nanti dia membunuhku langsung di tempat seperti yang dilakukannya pada waktu itu?’ Momok mengerikan yang terbayang di dalam benaknya itu membuat Amora mengurungkan niatnya untuk mengakui semuanya. Ia tidak tahu Regis akan bertindak seperti apa terhadap pengakuannya tersebut. Ia khawatir akan membuat pria itu murka dan malah melibatkan Rayden kelak. “Tidak perlu takut, Nona Lysander. Saya hanya ingin berdiskusi saja dengan Anda dan mengajukan beberapa pertanyaan terkait kenangan indah kita malam itu,” ujar Regis. Kedua tangan Amora terkepal erat. Ia semakin yakin jika Regis hampi
Regis mengulum senyumnya. Perlahan ia melepaskan cengkeramannya dari tangan dan rahang Amora, kemudian ia mengusap bibirnya yang basah sejenak.“Sepertinya rasa bibirmu masih sama seperti dulu. Hanya saja menciummu tadi seperti sedang berciuman dengan duri landak. Terlalu kaku dan menyakitkan,” ledek Regis.Amora melotot. Ia ingin mengumpat kasar, tetapi akhirnya membuang napasnya dengan penuh kekesalan.“Apa salahnya Anda mengakuinya, Nona Lysander? Apa menghabiskan malam dengan saya sangat mempermalukanmu, hm?”Amora memutuskan untuk tidak ingin meladeni ucapan pria itu dan mengusap pelan kedua pergelangan tangannya yang memerah karena cengkeraman pria itu tadi.Diam-diam sudut matanya memperhatikan Regis yang sedang mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu menyodorkan benda berkilau di telapak tangannya itu kepada Amora.“Saya rasa Anda tidak akan lupa dengan benda ini, bukan?” tanya Regis dengan penuh percaya diri.“Itu ….”Amora langsung menggigit bibirnya, kemudian kembali me
“Apa Anda pikir saya tidak perlu meminta pertanggungjawaban dari Anda, Nona Lysander?”Suara berat yang terdengar dingin tersebut membuat Amora terbelalak lebar. Wanita itu tidak menyangka Regis akan mengatakan hal sedemikian tidak tahu malunya.“Memangnya hal apa yang perlu saya pertanggungjawabkan? Tidak melaporkanmu kepada pihak berwajib saja sudah merupakan kebaikan yang saya berikan. Apa lagi Anda sudah mengambil keperawananku!” cetus Amora dengan kesal.“Anda yang memberikannya, bukan saya yang mengambilnya tanpa izin,” timpal Regis meralat perkataan wanita itu.Bola mata hazel Amora kembali membulat, lalu bergerak dengan gelisah. Ia tahu jika ucapan pria itu benar adanya, tetapi saat itu dirinya berada dalam pengaruh alkohol dan obat perangsang sehingga tidak menyadari hal yang telah dilakukannya.“Ta-Tapi, sebagai seorang lelaki sejati, bukankah seharusnya Anda tidak mengambil kesempatan seperti itu?” balas Amora dengan kesal.“Saya bukan lelaki munafik, Nona Lysander. Bukanka
Melihat Amora telah meninggalkan mobil tuan mudanya, Mark yang sejak tadi menunggu di samping mobil akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kendaraan itu. Namun, ia merasa waswas karena khawatir akan mendapatkan limpahan kemarahan dari atasannya setelah melihat wajah masam Amora saat keluar tadi. Mark menerka jika keduanya baru saja berseteru hebat. “Tuan Muda,” sapa Mark yang mengambil tempat duduk di balik kemudi. Netra Regis yang terpejam pun terbuka kembali. Ia hanya memberikan anggukan kecil kepada asistennya tersebut. Kening Mark mengerut. Ia merasa lega karena ternyata kekhawatirannya tadi tidak terjadi, tetapi ia tetap bersikap waspada. "Bagaimana dengan Felix Wright?" tanya Regis mengenai pria yang ingin menipu Amora tadi."Sepertinya dia sangat syok tadi, tetapi saya sudah memintanya untuk mengajukan surat pengunduran dirinya sesegera mungkin," jawab Mark.Regis menyeringai sinis. "Dia terlalu menganggap remeh peringatanku waktu itu," ucapnya.Masalah mengenai Felix Wr