"Ayah ...." Bella terkesiap sebelum akhirnya tersenyum kikuk, "Sedang apa Ayah di sini?" tanya Bella mengalihkan pembicaraan.
"Aku hanya sedang berjalan-jalan," jawab Duke Marthin dengan wajah datar. "Dan kau sendiri? Bukankah sekarang sedang ada jamuan teh di taman?"
Bella kembali membeliak sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "A-aku ... hanya sedang tidak enak badan dan ingin berjalan-jalan sebentar untuk mencari udara segar, Ayah."
Duke Marthin menukikkan sebelah alis, masih berhiaskan dengan wajah datar. Pria paruh baya yang tampak berwibawa dan ditemani oleh seorang Ksatria di belakangnya itu memperlihatkan ekspresi sedikit curiga, "Bukankah jika tidak enak badan lebih baik kau gunakan untuk beristirahat di kamarmu, Bella?"
Bella menghela napas panjang. Sepertinya kali ini ia tidak bisa bersenang-senang dengan Emma karena tertangkap basah oleh ayahnya. "Emm ... ya, sepertinya kau benar, Ayah. Lebih baik aku pergi ke kamarku untuk beri
"Kurasa kita tidak cukup dekat untuk saling bercerita tentang hal itu, Aurora," jawab Bella lempeng berhiaskan dengan wajah datar."Emm ... aku hanya penasaran saja tentang perasaanmu yang akan bertunangan dengan seorang Pangeran Neraka. Percayalah! Aku benar-benar turut berbahagia atas pertunanganmu dengannya, Bella. Kuharap kau berbahagia." Aurora tersenyum miring dan terlihat begitu menyebalkan.Bella menghela napas jengah dan tetap menampilkan seraut wajah datar. Gadis itu benar-benar tidak ingin berdebat dengan wanita laknat di hadapannya. Sedangkan Aurora terus menerbitkan senyuman miring di bibirnya. Gadis bersurai pirang kemerahan itu merasa senang jika melihat Bella menderita.Hingga akhirnya, kereta kuda yang membawa mereka telah sampai pada tujuan, yaitu istana Kekaisaran Aldovia. Kereta kuda itu sedang memasuki halaman istana yang cukup luas dan tampak sangat indah. Meskipun di malam hari, lampu-lampu kuning di sepanjang jalan halaman istana tetap ma
Bella masih terkesiap dengan bola mata cokelat membeliak. Sementara tanpa ada yang tahu, di dalam penutup kepala jubah hitam yang dikenakan sang Pangeran, terdapat sebuah senyuman menyeringai kala ia kembali melihat ekspresi terkejut yang tercetak jelas di wajah Bella. Pangeran itu sangat yakin jika Bella telah mengetahui siapa dia sebenarnya, yaitu Tescara."Ho-ho-ho! Akhirnya kalian berdua bertemu juga. Lady Bella dan Pangeran Glenrhys putraku, sekarang kalian telah resmi bertunangan," celetuk Kaisar Louis yang tampak berbinar sembari terkekeh dengan perutnya yang ikut bergoyang mengikuti irama kekehannya. "Selamat atas pertunangan kalian dan nikmatilah pestanya," imbuh Kaisar Loius sembari memelintir kumis dengan ujung yang melengkung ke atas.Bella dan Pangeran Glenrhys mengangguk sopan secara bersamaan untuk memberikan penghormatan pada Kaisar. Pria tambun bermahkota itu kemudian membalik tubuh dan melenggang pergi dengan jubah merah berbulu yang berkibar.
Pangeran Alex membawa Aurora menuju ke lantai dansa. Bella baru saja selesai berdansa dan berjalan dengan elegan untuk keluar dari kerumunan bangsawan yang masih hanyut dalam musik dan keintiman kegiatan dansa mereka.Tak lama, Bella berpapasan dengan Pangeran Alex dan Aurora yang tengah berjalan sembari bergandengan tangan dari arah depan. Pangeran Alex lantas menatap Bella dan menganggukkan sedikit kepala dengan senyuman untuk menyapa, "Selamat atas pertunanganmu, Lady Bella."Bella tersenyum seraya merendahkan tubuh sembari membentangkan gaunnya dengan sopan, "Terima kasih banyak, Pangeran."Sedikit melirik ke arah Aurora, gadis berambut pirang kemerahan itu justru berwajah pongah dengan senyum merekah penuh kemenangan. Gadis itu sedang memamerkan pada Bella jika ia akan berdansa dengan Pangeran Alex. Namun, Bella tidak memedulikannya.Bella kembali menatap Pangeran Alex dan menunduk untuk berpamitan, "Jika begitu saja undur diri dulu, Pang
"Ya, tentu saja benar, Pangeran. Semua yang ada di wajah cantiknya sebenarnya hanyalah sebuah topeng." Aurora tiba-tiba memasang seraut wajah sedih, "Bahkan, dia sebenarnya sering melukai perasaan Ibu saya yang begitu menyayanginya," ujarnya masih dengan menampilkan wajah sedih yang dibuat-buat.Pangeran Alex mengernyitkan dahi, "Benarkah? Aku baru mendengar ada hal semacam itu tentang keluarga Duke Marthin. Yang kudengar putri pertama dari Duke begitu menyayangi ibunya yang sedang sakit," paparnya dengan wajah sedikit terkejut dengan pernyataan yang tiba-tiba diberikan Aurora, meskipun ia tidak pernah memintanya.Aurora diam-diam menggemeratakkan gigi. Gadis itu merasa tidak suka karena Pangeran tampan di hadapannya justru terlihat sedang meragukannya. Masih dengan berdansa bersama dengan jarak yang begitu dekat, Aurora kembali memasang wajah sedih yang dibuat-buat, "Ya, sebenarnya itu semua hanyalah rumor, Pangeran. Hal itu membuat saya sangat sedih. Tapi meskipun be
"A-apa?! Mengapa ia tiba-tiba ingin bertemu denganku, Ayah? Bahkan tidak ada pemberitahuan apapun sebelumnya." Bella tampak terkesiap dengan netra cokelat membeliak menatap Duke Marthin.Pria dengan setelan jas mahal abad pertengahan dan tampak berwibawa itu mengedikkan bahu, "Aku telah menyuruh para pelayan menyiapkan semuanya di taman. Kalian bisa menikmati waktu minum teh bersama. Kau segera bersiap-siaplah untuk mendandani diri. Sebentar lagi pelayanmu akan ke mari untuk membantumu. Sementara aku akan mengajaknya berjalan-jalan sebentar," papar Duke Marthin yang kemudian membalik tubuh dan melenggang pergi.Bella masih tetap tercenung dengan tatapan kosong, 'Astaga! Apakah aku tidak salah dengar? Pangeran Neraka yang menyebalkan itu datang ke mari?'~~~Dengan balutan gaun berwarna lavender, Bella kini berjalan menuju taman untuk bertemu dengan Pangeran Neraka. Sedangkan Emma berjalan di belakang Bella seperti biasanya. Berbeda dengan sebelumnya kala
Kembali di taman kediaman Duke Marthin yang ditumbuhi ratusan bunga mawar. Sayup-sayup embusan angin kini membelai sepasang pria dan wanita yang saling duduk berhadapan. Bella masih menampilkan raut wajah terkesiap dengan kedua kelopak mata mengerjap, "Peraturan apa yang Anda maksud, Pangeran?"Pangeran Glenrhys yang sebelumnya duduk bersandar sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada, perlahan menegakkan tubuh. Kini, kedua tangannya menopang dagu dengan pandangan lurus ke depan, menatap Bella, "Kau harus memberikan kesetiaanmu padaku, Lady Bella," desisnya rendah.Bella mengernyit, "A-apa?!""Ya, meskipun hal itu memang sudah menjadi kewajibanmu untuk memberikan kesetiaanmu padaku, tetapi aku akan memberimu beberapa peraturan.""P-peraturan?" Bella masih menampilkan kernyitan di dahinya.Pangeran Glenrhys mengangguk elegan, "Peraturannya, kau hanya harus hidup seakan tidak ada. Sebagai gantinya, aku tidak akan menyakitimu dan juga memb
Hari ini adalah saatnya. Sebentar lagi, pesta debutante akan segera dimulai. Para gadis bangsawan yang telah memasuki usia dewasa sedang bersiap-siap di masing-masing kediaman mereka. Sebuah penampilan terbaik dan gaun terbaik tentu saja akan mereka tampilkan untuk bertemu dengan sang ratu.Semuanya begitu sibuk dan antusias. Bahkan, kereta kuda yang berlalu lalang di alun-alun Grivendor kini juga menjadi lebih ramai dari biasanya. Alun-alun Grivendor merupakan pusat kota di mana banyak kebutuhan untuk debutante para bangsawan dicari.Dan kini, kita beralih di kediaman Duke Marthin. Seorang gadis berambut pirang kemerahan tengah menundukkan tubuh dengan kedua telapak tangan bertumpu di atas permukaan meja. Dia adalah Aurora yang sedang menahan napas karena berusaha memakai korset dengan susah payah. Para pelayan berusaha menarik tali korset itu di belakangnya dengan sekuat tenaga.Pablo yang juga berada di ruangan itu hanya bisa menatap Aurora dengan raut
Di dalam aula istana milik sang ratu, para bangsawan sudah berkumpul dan menjadi satu. Suara terompet saxophone yang menandakan dimulainya acara membuat beberapa bangsawan yang sebelumnya sibuk dengan kegiatan mereka seketika terdiam berhiaskan wajah antusias.Seorang pria paruh baya yang merupakan petugas kerajaan tampak sedang berdiri dengan membawa sebuah gulungan kertas berwarna putih tulang. Dengan rambut sedikit panjang berwarna putih keriting dan diikat dengan sehelai benang, pria paruh baya itu membusungkan dada untuk mulai memanggil nama-nama putri bangsawan yang akan menghadap sang ratu."Lady Luna Mariposa, putri dari bangsawan Marquis Sancez .... Silakan menghadap sang ratu!" pekiknya dengan suara meninggi memanggil nama Luna yang juga berada di aula tersebut.Luna Mariposa, seorang gadis cantik dengan rambut hitam sebahu yang sebelumnya ikut dalam jamuan minum teh di kediaman Bella lantas terkesiap dengan wajah sedikit menegang. Gadis itu meng