Ryan tersenyum senang melihat Karin yang tidur dalam pelukannya. ‘Hmm, Apa yang akan dilakukan oleh wanita ini, kalau ia mengetahui dirinya tidur dalam pelukanku?’ gumam Ryan. Lama kelamaan Ryan kembali mengantuk dan ia pun tidur dengan lengannya setia memeluk erat perut Karin. Beberapa saat kemudian Karin membuka kedua matanya perlahan. Ia merasa heran, karena seingatnya dirinya tidur di sofa dan kenapa sekarang ia kembali berada di atas tempat tidurnya. Ketika ia hendak bangun dari tempat tidur. Dirasakannya berat pada perut dan juga didengarnya suara napas berat seorang laki-laki tepat di samping telinganya. Dengan cepat ia membalikkan badan dan ketika itulah netranya bertemu dengan netra hitam milik Ryan. “Pak, Ryan! Kenapa Bapak bisa tidur bersama dengan saya? Apa yang sudah Bapak lakukan?” berondong Karin dengan pertanyaan. Ryan yang memang sudah bangun dari tadi dan memperhatikan apa yang dilaku
Karin sontak saja menjadi terkejut, dengan pertanyaan Ryan, “Bapak memata-matai saya? Kenapa Bapak menerima saya sebagai sekretaris, kalau Bapak meragukan siapa saya?” tanya Karin balik. Ryan menarik Karin merapat dengannya. “Kau tentu pernah mendengar istilah yang mengatakan. Lebih baik mengawasi musuh kita dari dekat, hingga kita tahu langkah yang akan diambilnya.” Karin menyentak tangan Ryan di pundaknya. “Kalau begitu Bapak menganggap saya sebagai musuh?” “Kamu mengalihkan pertanyaanku, dengan mengajukan pertanyaan! Kamu memang cerdas Karin, sayangnya aku tidak akan terkecoh. Jawab saja pertanyaanku!” Dengan menahan umpatan kasar, yang belum pernah terlontar dari bibirnya Karin pun berkata, “Keluarga saya bukan urusan Bapak! Mengapa potret mereka tidak ada dinding apartemen saya? Karena saya mengingat mereka di dalam hati dan di kepala saya. Bukan melalui secarik gambar dalam pigura!” Mendengar jawaban Karin,
Sontak saja Karin menjadi terkejut, sekaligus takut. Dirinya, seperti kelinci yang tererangkap dan tidak tahu jalan keluar, untuk bisa menyelamatkan dirinya. Karin beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. “Tolong buka pintunya sekarang juga, Pak! Saya akan melaporkan Bapak, kalau sampai berani menyentuh saya!” Ryan memasang senyum miring, sambil melempar-tangkap kunci yang ada di tangannya. “Apakah aku melarangmu, untuk keluar dari ruanganku? tidak, ‘kan? Silakan saja keluar aku tidak akan menghalangimu!” Tangan Karin terkepal rapat di kedua sisi tubuhnya. Ia benar-benar takut akan mengalami apa yang menjadi trauma masa kecilnya. Dan hal yang membuat dirinya enggan memiliki hubungan istimewa dengan laki-laki. Bahkan di usianya yang sudah menginjak 22 tahun. Ia belum pernah menjalin hubungan percintaan dengan lelaki manapun juga. “Bapak memang tidak melarang saya secara langsung, untuk keluar dari ruangan
Karin menatap Ryan dengan bingung, ia tidak mengerti maksud dari bosnya, yang dengan tiba-tiba saja mengajaknya untuk melakukan tes DNA. Disentaknya tangan Ryan, yang memegang lengannya. “Apa maksud Bapak, kita akan melakukan tes DNA? Apa perlunya kita melakukan hal itu? Apa Bapak percaya, dengan apa yang dikatakan oleh ibu Bapak barusan?” tanya Karin. Ryan menatap tajam Karin. “Kita harus melakukannya, karena aku tidak mau ada keraguan. Pada saat kita bercinta, tidak ada kesalahan, kalau aku meniduri saudariku sendiri.” Mata Karin melotot ia tidak percaya, kalau Ryan terpengaruh dengan apa yang tadi dikatakan oleh ibunya. “Bagaimana Bapak bisa menjadi begitu bodoh, seperti itu! Tidak mungkin kita bersaudara! Dan saya juga tidak mau mempunyai saudara seperti Bapak!” tegas Karin. “Hah! Kau pikir aku mau mempunyai saudari sepertimu? Tentu saja aku tidak mau, karena sudah pasti kalau kau menjadi adikku. Aku tidak aka
Karin menatap heran Luke, yang sampai memiliki pemikiran, kalau dirinya dan Ryan memiliki hubungan istimewa. “Anda pasti bercanda! Tidak mungkin pak Ryan cemburu kepada saya. Pak Ryan hanya tidak suka saja melihat saya dekat dengan orang lain, karena takut saya menjadi lalai dengan pekerjaan,” sahut Karin. Luke hanya tertawa kecil, tetapi ia tidak mau menyangkal apa yang dikatakan oleh Karin. ‘Apa yang akan dilakukan oleh Ryan, kalau aku menggoda wanita ini? Pastinya ia akan mengamuk dan marah besar,” batin Luke. Ia dan Karin berjalan beriringan menuju meja kerja Karin, sementara Luke terus masuk ke dalam ruang kerja Ryan. Diketuknya pintu kantor Ryan dan setelah dipersilakan masuk. Ia pun masuk ke dalam ruang kerja Ryan dan duduk di depan meja kerja bosnya itu. “Sekretarismu cantik dan seksi, kenapa aku baru melihatnya? Apakah kamu menyembunyikannya, Ryan?” tanya Luke. Ryan mendongak dari depan layar
Karin melihat Ryan, dengan perasaan heran. Ia tidak mengerti apa maksud dari perkataan bosnya itu. Menyadari tatapan Karin, yang bertanya-tanya. Ryan sama sekali tidak peduli. Ia malah menarik tangan Karin membawanya masuk ke dalam lift. Tak berapa lama keduanya sudah duduk nyaman di dalam mobil milik Ryan. Selama dalam perjalanan Ryan tetap menutup mulutnya. Tidak bersedia memberitahukan kepada Karin, ke mana tujuan mereka. “Kenapa Bapak tidak mau mengatakan kepada saya tujuan kita? Apakah Bapak akan menculik saya? Habis Bapak dari tadt hanya diam saja.” Kesal hanya didiamkan saja Karin menggeser duduknya menjauh dari Ryan. Dan mengikuti apa yang dilakukan oleh Ryan, Karin melipat tangannya di depan dada. Ryan tetap bergeming, ia sama sekali tidak peduli dengan rasa kesal Karin. Ia memejamkan mata, sambil mendengarkan musik. Beberapa menit kemudian mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah bangunan dua
Karin memilih untuk mengabaikan Ryan dan membiarkan ia menerima telepon dari seseorang, yang tidak beruntung. Karena seseorang yang berada di ujung sana akan mendapatkan ledakan kemarahan dari Ryan. “Kenapa kau menghubungiku, Luke? Awas saja, kalau tidak ada hal penting, yang akan kau sampaikan kepadaku!” Bentak Ryan, melalui sambungan telepon. Terkejut melihat bagaimana Ryan marah Karin menutup kedua telinganya mendengar suara Ryan, yang nyaring sekali. Ryan melirik Karin sekilas dan tidak ada roman bercanda di wajahnya. Ia mengumpat dengan kasar mendengar jawaban dari lawan bicaranya, yang terdengar bercanda saja. Untungnya mobil sudah berhenti, mereka sudah sampai di tempat tujuan. Karin dengan cepat turun dari mobil, karena tidak mau berlama-lama mendengar kemarahan Ryan. Tidak mau menunggu Ryan turun dari mobil, kalau nantinya ia hanya akan mendapatkan sikap kasar dari pemilik butik. Tidak dihiraukannya teria
Karin terpaku, dengan tatapan mata Ryan, yang seakan membiusnya dan membuat ia diam tidak bergerak. Dibiarkannya saja tangan nakal Ryan menurunkan restleting gaun, yang ia kenakan sehingga memperlihatkan pundaknya yang putih mulus. Ryan tidak mengatakan apapun lagi, ia hanya bertindak saja dengan tangannya. Karena tidak mau Karin menjadi sadar dan membuyarkan apa yang tengah dilakukannya. Rasa merinding, karena apa yang dilakukan oleh Ryan. Membuat Karin terbuai dan pasrah saja aka napa yang dilakukan oleh Ryan kepadanya. Dia merasakan sedikit sakit, tetapi bercampur nikmat saat Ryan menggigit lehernya dan menimbulkan tanda berwarna merah. Perlahan Ryan membalik badannya dan Karin memegang gaun yang ia kenakan tepat di depan dada, agar tidak melorot. Tangan besar Ryan menangkup tangan Karin dan melepaskan jari-jarinya yang tengah memegang gaun tersebut. Karin menggelengkan kepalanya, meminta kepada Ryan, untuk tid