Share

Bab 5

Author: Wandi Wijaya
last update Last Updated: 2024-06-14 03:10:35

Tidak tenang pikiran Fajar, kala ingat apa yang di lakukannya pada Aisyah beberapa jam yang lalu. Lama pria itu mondar-mandir berjalan ke kiri dan ke kanan di dalam rumahnya, sampai tidak sadar suara adzan subuh sudah berkumandang.

Kepalanya tak henti memikirkan apa yang telah di ucapkannya pada Aisyah malam tadi. Fajar tidak yakin dengan keputusannya yang telah menceraikan Aisyah.

"Kenapa harus talak tiga? Why Fajar, why?" tanyanya pada diri sendiri. Sofa yang tidak jauh darinya menjadi tempatnya melabuhkan duduk.

"Kalau ayahnya tahu tentang ini pasti orang tua itu mengamuk. Bagaimana aku bisa rujuk lagi dengan Aisyah kalau aku sudah ceraikan dia dengan talak tiga? Aduh....bodohnya kau Fajar!"

Kedua belah tangannya menepuk-nepuk paha sendiri, menunjukkan kalau dirinya dalam keadaan gelisah dan tidak puas hati. Kemudian tangannya beralih mengacak-ngacak rambut yang semakin kusut.

"Ini semua gara-gara, Sinta! Kalau bukan karna desakannya agar aku segera menceraikan Aisyah, pasti aku tidak sepusing ini. Kalau terjadi sesuatu pada Aisyah, apa yang harus kujawab pada ayahnya?"

Fajar semakin takut dengan keputusan yang telah diambilnya. Sekilas kepalanya menoleh pada jam dinding.

"Aisyah. dimana kamu sekarang, Aisyah? Hmm, pasti dia masih disekitar kawasan ini. Semoga saja kalau aku cari sekarang, ketemu, nanti aku akan minta maaf pada dia dan memintanya kembali lagi. Ya, dia pasti akan senang kalau aku mengajaknya pulang." Lalu, Fajar segera berlari, menyambar kunci motor diatas meja sebelum melangkah keluar rumah.

***

Lantunan merdu surat Yasin sayup-sayup masuk ke gendang telinga King. Lelaki itu mulai terjaga dari tidur, sesekali tangannya menggaruk pipi. Bantal kecil yang berada di samping di raihnya, lalu di tutupkan ke kepala.

Namun, semakin lama, semakin keras saja suara yang di dengarnya itu. Bibir di katupnya rapat.

'Sabar King.. Sabar...'

"Argh! Diko, Diki, jangan berisik di kamarku! Aku masih ngantuk!" teriak King, lalu berbalik badan dan membuka mata. Tercengang ia melihat Aisyah yang sedang mengaji di sebelahnya.

Aisyah pun terdiam beberapa saat, matanya membulat melihat King yang sedang memperhatikannya.

Tidak sampai beberapa menit, Aisyah menyeringai, memamerkan barisan gigi putihnya. Kemudian kitab suci di tutupnya dan di letakkan ke atas meja setelah membaca 'sadakallahhuladzim'

"Bagaimana cara kau masuk ke dalam kamarku? Siapa yang mengizinkan?" tanya King dengan tatapan mata tajam.

"Tidak ada yang menyuruh," jawab Aisyah dengan gelengan kepala.

"Hei, kau tahu ini rumah aku kan? Kalau kau tidak mendengar kata aku, akan kuantar kau ke tempat kemarin. Paham!" bentak King memberi peringatan.

"Ish, ini masih pagi, tidak baik marah-marah. Kata mak saya di kampung, waktu pagi itu tidak boleh emosi. Saya bacakan surah Yasin di sini, karna saya lihat tuan seperti tidak sehat. Saya kasihan, makanya saya baca surah Yasin tadi. Masa itu saja harus marah-marah," omel Aisyah.

King meraup wajah. Sebelah tangannya menggaruk kepala yang terasa berdenyut.

"Kapan aku sakit, ha? Kau tidak lihat kalau aku sedang tidur."

"Lah, sedang tidur toh? Saya kira sudah meninggal tadi. Tadi saya coba membangunkan, tapi tuan tidak bangun-bangun. Makanya tadi saya baca surah Yasin," ucap Aisyah seenak jidat.

'Ish, wanita ini. Aku rasa tidak lama lagi mampus juga dia di tanganku!' Gerutu King dalam hati. Kepala di gelengkannya pelan memandang Aisyah.

"Sekarang aku sudah bangun, kan? Jadi kau mau apa lagi? Sana keluar!" Kitab suci diatas meja di ambil King dan diserahkannya pada Aisyah. Kemudian tangan Aisyah di tarik kearah pintu.

Akantetapi, Aisyah malah menahan kakinya di lantai, otomatis menghentikan langkah King.

"Saya mau tuan jadi imam!" pinta Aisyah secara tiba-tiba, membuat kening King berkerut.

"Imam? Imam apa yang kau maksud? Tidak mungkin aku harus jadi ustadz?"

"Eh, maksud saya bukan imam itu. Maksud saya.....imam untuk sholat. Dulu waktu saya tinggal sama Fajar, dia selalu imamkan saya sholat," jawab Aisyah polos.

"So? Kau kira aku peduli? Kau mau shalat dengan dia, mau tidur dengan dia, kau pikir aku peduli? Helo! Ini Lion, Lion King. Paham kau!"

Aisyah menepuk kening.

'Aku juga tahu kalau tuan itu raja hutan. Tapi masalahnya aku mau tuan jadi imam aku shalat. Masa itu saja gak paham.' Tentu kata-kata itu hanya bisa di ucapkannya dalam hati saja.

"Saya tahu tuan, tapi suatu hari nanti kan tuan akan jadi suami saya dan saya pun akan jadi baby sugar tuan. Jadi tidak ada salahnya kita shalat sama-sama mulai dari sekarang. Tuan jadi imam, saya jadi makmum tuan."

"Heh! Kau paham bahasa apa tidak! Jangan kau pikir baby sugar itu adalah istri!" bentak King penuh amarah, tak tahu lagi bagaimana bicara dengan wanita sableng di depannya ini. Sejenak, King mengatur nafas yang terasa sesak setelah mengeluarkan amarah. "Dan sejak kapan, aku bilang mau jadi suami kau?" tanyanya dingin.

"Tapi tuan kan sudah setuju untuk menjaga saya."

"Memang aku setuju, tapi kapan kau dengar aku bilang ingin jadi suami kau?"

"Kalau tuan setuju, itu artinya tuan juga setuju menjadi suami saya. Lagian saya juga sudah lama mendambakan punya suami protect and caring seperti tuan. Nanti kalau ada orang mengganggu saya, pasti tuan akan bicara seperti ini.... 'Hei! Kau! Lepaskan istriku, atau kau akan mati. Pasti tuan akan bilang begitu kan?" ucap Aisyah meniru suara bariton pria.

King menepuk kening.

'Oh Tuhan, cobaan apa yang kuterima ini. Kenapa ada perempuan jenis seperti ini. Why Tuhan? Why?'

"Aish, please! Aku benar-benar lelah dan aku butuh istrahat. Tolong jangan pusingkan kepalaku dengan kegilaan kau yang tak menentu ini. Please!"

Untuk kali pertamanya King memohon pada seseorang, apalagi orang itu adalah wanita. King benar-benar tidak bisa berkutik dengan wanita di depannya sekarang ini.

"Hmm, baiklah. Tapi tuan harus janji dulu, kalau tuan mau jadi imam saya."

"Ya, terserah kau saja lah. Kau mau aku jadi Imam kau kek, mau aku jadi bilal kau kek, mau aku jadi Ustadz kau sekalian. Tapi....please! Sekarang keluar dari kamarku," pinta King sambil membuka pintu kamar menyuruh Aisyah keluar dari kamarnya.

Mendengar itu, Aisyah tersenyum lebar.

"Benaran ya? Tuan janji kan? Mau jadi suami saya?"

"Iya, Aisyah..." balas King pasrah. Bagaimana tidak pasrah melawan wanita sableng ini. Yang ada dirinya ikutan gila kalau lebih lama lagi tinggal dengan wanita ini.

Aisyah melompat kegirangan sambil bertepuk tangan berkali-kali.

'Aku sudah menduga dia ini mau jadi suamiku.'

"Terimakasih, tuan. Kalau begitu saya pergi dulu. Maaf ya kalau saya tadi mengganggu tidur tuan. Assalamu'alaikum!" ucap Aisyah, melambaikan tangan pada King, sebelum keluar dari kamarnya.

Prak!

Pintu kamar lansung di tutup King kuat dan mengunci agar tidak di ganggu lagi oleh wanita sableng itu. Dengusan kecil di lepaskan King sambil tangannya mengetuk kepala berkali-kali.

"Din, kemari lah. Ambil anak kau ini. Kalau begini, rasa-rasanya aku tidak akan sanggup menjualnya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Elza Aprilia
lawak kali lh aisyah ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   TAMAT

    Serangan demi serangan anak buah Haidin dengan mudah di hindari King. Sambil mengelak, King juga menyarang lawannya pada bahagian lutut dan perut. Walau mustahil bisa mengalahkan sepuluh orang dengan tangan kosong sendirian, namun demi istri tercinta, King yakin dapat mengalahkan semuanya. Begitupun Rayden, pemuda itu juga sibuk melumpuhkan anak buah Haidin yang menyerangnya dari arah kiri dan kanan. Belum sempat ia menarik pelatuk pistol tubuhnya sudah di tendang hingga jatuh ke tanah. Segera Rayden bangun lagi sebelum di injak pria berbadan besar. Satu persatu wajah musuh yang mengelilingi di perhatikannya. "Hahahahhaha. Cukup! Cukup! Hahahaha." Serentak Rayden, King dan anak buah Haidin menoleh ke arah suara yang tertawa kegelian. Di sana tampak Diko dan Diki sedang menggelitik seorang pria, hingga pria itu berguling-guling di tanah. "Ha, rasakan ini!" Diki terus saja menggelitik selangkangan pria itu dengan kakinya. Sedangkan Diko menahan tangan pria itu. "Terus Diki, terus!

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 48

    Gluk! Gluk! Air liur di telan Diko dan Diki melihat tubuh tegap setiap pengawal yang menjaga pintu rumah usang di depan. "Diki, bagimana ini? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Diko. Cemas pemuda itu memandang saudara kembarnya. Diki pun tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya terpaksa mengikuti perintah Rayden dan King tadi. Kalau dia tahu akan jadi seperti ini, lebih baik tadi dia dirumah saja menonton film Doraemon. "Hmm, coba sekarang kau pukul aku," pinta Diki. "Pukul? " Diko sedikit kaget. Mana tega dia memukul adiknya sendiri. "Kau sudah gila, hah? Kalau aku pukul kau yang ada kau jadi pingsan nanti," sambung Diko. "Ha, itu masalahnya. Sekarang pun aku pusing. Kau pukul saja." Tangan Diko diambil dan di pukulkan ke wajahnya. "Diki, aku ini sudah lama tidak memukul orang. Kalau kau aku pukul, yang bisa-bisa kau mati atau pun pingsan." "Pukul saja lah, cerewet! " "Serius?" tanya Diko memastikan. "Ya, " jawab Diki mantap. "Serius? " Diko kembali bertanya. "Iya! " "Ka

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 47

    "Sayang," panggil Haidin dengan nada manja. Dia berlutut di hadapan Aisyah yang tengah menangis terisak-isak. Darah di paha wanita itu sudah mengering dan di balut dengan kain putih untuk menghentikan darah yang keluar. Ibu jari di gunakan Haidin menyeka air mata Aisyah. Kepala dia gelengkan pelan. "Sssttt. Jangan nangis lagi, sayang. Lukanya sudah kering. Kalau kamu menangis seperti ini aku jadi tidak tega. Aku tidak kuat melihat kamu menangis, Sayang." "Cukup Haidin. Saya sudah lelah dengan permainanmu ini," ucap Aisyah dengan suara sedikit meninggi. Haidin mengerutkan kening. "Kamu lelah kenapa? Aku tidak menyuruh kamu pergi ke mana-mana? Dari tadi kan kamu hanya duduk di kursi ini saja. Tidak mungkin duduk saja kamu merasa lelah? Atau kamu mau mandi? Kamu pasti ingin aku mandikan, kan?" Aisyah menggeleng ketakutan. Haidin malah tertawa besar. Senang hatinya melihat wanita itu ketakutan. Kemudian matanya beralih pada jilbab Aisyah yang telah basah oleh keringat. Timbul rasa ka

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 46

    "Akhh! Sakit! Kau bisa lakukan pelan-pelan tidak!" King mengerang saat kain berisi pecahan batu es di tekan pada luka lebam di wajahnya. Rayden malah tersenyum sinis dia tidak heran lagi dengan sahabatnya itu. "Sudah tahu lemah, kenapa tidak kau ajak aku sekali melawan mereka. Ini tidak, malah sok melawan sendiri! Kau kira diri kau itu seper hero bisa melawan semua kejahatan?" sinis Rayden. Batu es itu di tekan lebih keras lagi ke wajah King. King menjerit sakit. Seketika dia menepis tangan Rayden, lalu menggosok pipinya yang lebam. "Aku tidak ingin menyusahkan orang lain itu saja!" Rayden mendesah kasar. "Tidak ingin menyusahkan orang lain? Eh, kalau kau mati di tangan si Jack siapa yang akan selamatkan istri kau? Kalau aku sendiri yang selamatkan dia, yang ada akulah yang jadi heronya! Lebih baik dulu, aku saja yang menikah dengan dia, bukan kau!" sinis Rayden meninggikan suaranya. "Alaah, kau lupa? Apa yang pernah kau katakan padaku hari itu? Jangan pernah minta tolong padak

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 45

    "Woi!" Suara itu menghentikan gerakan tangan Jack seketika. Kepalanya menoleh kiri-kanan mencari dimana sumber suara. Ruangan yang remang-remang membuatnya kesusahan untuk mengetahui pemilik suara dari orang-orang yang berada di sana. Pedang katana yang berada di tangannya di jatuhkan lagi ke bawah. Kakinya yang memijak kepala King juga di pindahkan ke lantai. Detik kemudian terdengar suara tembakan mengenai rekan-rekan Jack. Suasana di clab malam yang tadinya riuh dengan musik DJ, berganti dengan teriakan ketakutan orang-orang yang berada di sana. Jack melompat ke tepi. Membulat matanya melihat tiga orang rekannya yang terkena tembakan di dada. Tinggal dua orang rekannya yang masih selamat, tengah meringkuk di balik meja yang di tendang King tadi. "Siapa pun kau. Keluarlah kalau berani!" tantang Jack. Bola matanya bergerak memandang sekeliling. "Waciyaaa!" Braaak! "Aduh!" Diki jatuh tersungkur. Rencana ingin menendang Jack dari belakang malah kakinya terpeleset. Tertawa Jack

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 44

    "Bos, mau kemana?" tanya Diko ketika melihat King sedang memasukkan peluru ke dalam pistolnya. Namun King tidaklah peduli dengan pertanyaan anak buahnya itu. Dia hanya fokus pada pistolnya yang sudah lama tidak di gunakan. Diko memandang Diki yang berada di sebelahnya. Tidak tahu lagi mereka bagaimana cara membujuk King agar bisa bersabar. Diki mengeluh kecil. Diberanikannya diri mendekati King dan mengusap bahu bosnya itu pelan, namun King malah menepiskannya dengan kasar. "Aku mau pergi mencari istriku. Kalian berdua tidak perlu ikut!" ujar King dengan nada serius tanpa memandang wajah ke dua anak buahnya. Kening Diki mulai berkerut. Sekilas dia menoleh pada Diko yang berdiri di belakangnya. Tidak akan mereka membiarkan bos mereka pergi seorang diri "Tapi bos, kalau terjadi apa-apa dengan bos bagaimana? Biarkan kami ikut, bos." King tersenyum sinis mendengar kata-kata Diki barusan. Dia menyimpan pistol ke dalam sarung, lalu di selipkan di pinggang sebelum menoleh pada lelaki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status