Share

Bab 4

Author: Wandi Wijaya
last update Huling Na-update: 2024-06-14 03:09:19

Tercengang Aisyah ketika melihat hunian tingkat dua di hadapannya. Di tengah-tengah halaman ada kolam ikan koi dengan air mancur serta beberapa orang sekuriti muda berbadan tegap dengan wajah dingin berdiri di depan pagar.

Barisan gigi putih di tunjukkannya pada dua orang sekuriti yang berdiri di samping pagar dengan wajah serius. Aisyah coba melambai tangan pada mereka, namun sedikit pun mereka tidak merespon.

'Kira-kira bagimana tuan ini melatih mereka ya? Berdiri seperti patung. Mata tidak berkedip juga!' Aisyah membatin dalam hati sambil memperhatikan sekuriti itu dari dekat.

Tanpa Aisyah sadari, King juga sedang memperhatikannya di pintu utama. ia mendengus kecil melihat tingkah wanita itu.

"Woi, sableng! Sini!" panggil King dari tempatnya berdiri. Tangannya di lambaikan kearah wanuta aneh itu.

Lagi-lagi Aisyah memamerkan barisan gigi putihnya pada King, lalu menarik koper miliknya menuju pria yang berdiri di depan pintu utama.

"Ini rumah kita ya, Bang?" tanya Aisyah dengan senyum merekah. Bagaimana tidak? Sebentar lagi ia akan tinggal di rumah mewah ini.

King menyipitkan mata..

'Sejak kapan ibu dia kawin dengan Daddyku, tiba-tiba saja panggil aku Abang.'

"Heh, siapa yang menyuruh kau memanggil aku Abang? Tidak ada orang diatas dunia ini yang boleh memanggilku abang, kau paham!" bentak King.

"Kalau bukan Abang, terus saya harus panggil apa? Sayang?" celetuk Aisyah tanpa rasa segan.

King tersenyum sinis. Kepala di gelengkannya pelan, memandang wanita di hadapannya.

'Kenapa tadi aku setuju saja membawa perempuan sableng ini pulang?'

"Panggil aku tuan Lion! Bukan Abang dan bukan sayang. Kau panggil aku 'abang' sekali lagi, keketukkan payung ini kekepala kau. Paham!" King memberi peringatan pada wanita di depannya seraya menggerakkan payung hitam yang diambilnya dari dalam tempat kusus meletakkan payung.

"Baik tuan Lion. Tapi saya heran, mana ada diatas dunia ini-" Aisyah menggantung kalimatnya, ketika melihat mata King semakin melotot.

"Apa?" tanya King tidak sabar.

"Memang ada ya nama orang, Lion. Setau saya Lion tu binatang buas-"

Tuk

Payung hitam itu mendarat di kepala Aisyah, dan Aisyah mengaduh sambil mengusap kepalanya.

'Mampus kau! Puas hatiku.'

"Eh, nama aku itu Adriano Lion King. Dasar bodoh!" bentak King seraya menolak kening Aisyah menggunakan ujung jari telunjuknya, hingga kepala wanuta itu terdongak keatas.

"Kirain musang king?" gumam Aisyah pelan.

"Kau bilang apa tadi?"

"Tidak ada. Saya tidak bicara apa-apa." Aisyah menggeleng dengan bibir yang mengerucut. Kepala yang di ketuk King tadi di gosoknya pelan.. "Salah sedikit saja marah. Seperti orang darah tinggi saja. Nanti saya kagetkan, baru tahu rasa," omel Aisyah pelan.

King memutar bola mata malas. Meski ia mendengar apa yang di katakan wanita itu, tapi King tidak lagi peduli. Sekilas King mengalihkan pandangan ke dalam rumah. Tampak dua orang sedang berada di ruang tamu.

"Diko! Diki! Sini kalian!" teriak King.

Seketika dua orang yang berada di ruang tamu itu segera berlari ke sumber suara. Berkerut dahi mereka melihat keberadaan wanita yang berdiri di belakang King. Mereka berdua saling melempar pandang satu sama lain.

"Bos, siapa perempuan ini? Selimut buat kita ya?" tanya Diki sambil menaikkan kedua alisnya. Siapa tahu malam ini bos mereka berbaik hati.

King malah tersenyum sinis. Aisyah di lihat beberapa saat, kemudian beralih pada dua orang anak buahnya.

"Terserah kalian. Mau kalian jadikan selimut, mau kalian jadikan bantal atau guling sekalian. Aku tidak peduli. Lagian dia dan kalian berdua, sama saja. Sama-sama sableng," ucap King lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Bahu Diko dan Diki di tepuknya beberapa kali.

"Diki, apa benar yang di katakan bos barusan?" tanya Diko meyakinkan.

"Mungkin bos lagi berbaik hati. Berarti malam ini rezeki kita," balas Diki dan mereka tertawa kecil bersama.

Tidak sampai beberapa menit. Mereka mengarah kan pandangan pada Aisyah yang masih berdiri mematung di depan mereka.

"Hai, dear! What your name?" tanya Diki sambil menaik-turunkan kedua alisnya.

Aisyah tersenyum. 'Baik juga orang bawahan tuan Singa tadi?' bisiknya dalam hati.

"Hmm. nama saya Aisyah," jawab Aisyah malu-malu

Diko dan Diki mengangguk dengan senyum mereka.

Kaki King yang baru beberapa langkah berjalan tiba-tiba berhenti. Ia menoleh lagi pada wanita tadi. 'Apa aku tidak salah dengar? Namanya Aisyah?' Ingatan King berputar pada lima tahun silam.

Kemudian King memutar badan ke belakang memandang Aisyah yang masih berdiri di luar pintu. Wanita itu di perhatikannya dari atas sampai bawah.

'Tidak mungkin dia anak si Uiin, kan?'

"Hei, kau! Sini sebentar!" panggil King sambil menggerakkan jari telunjuk memanggil Aisyah.

Aisyah mengangguk. Ia pun meminta izin pada Diki dan Diko sebelum berlari kecil ke arah King.

"Siapa nama Bapak kau?" tanya King dengan wajah serius.

"Aman, memang kenapa tuan?"

"Aman atau Udin?"

"Aman nama ayah saya, kalau Udin itu nama panggilan teman-temannya, karna ayah saya bekerja menangkap ikan sardin di laut. Jadi teman-temannya memanggil ringkas saja. Din, Din, gitu," ujar Aisyah menjelaskan.

King tersenyum sinis. "Sepertinya benar wanita ini anak orang tua sialan itu? Din, Din, aku sudah peringatkan agar kau bawa jauh-jauh anak kau ini sebelum aku menemukannya. Tapi kau sendiri yang mengantarkannya padaku. Bodohnnya kau Din, Din,' omel King dalam hati.

King mengitari tubuh Aisyah sambil mengusap dagu. Di perhatikannya pakain Aisyah dari bawah hingga ke atas. "Kau bilang, kau perlu orang untuk menjaga kau, kan?"

Aisyah menganggukkan kepala sebagai jawaban

"Kalau begitu, biarku carikan orang untuk menjaga kau. Kemungkinan besar kau juga dapat uang yang banyak, kalau kau mau menerima tawaranku."

"Dapat uang banyak? Tawaran apa? Saya mau tuan." balas Aisyah bersemangat.

"Ya, tawaran ini memang cocok untuk perempuan seperti kau. Tugas kau hanya jadi sugar baby pada orang yang akan kutawarkan nanti. Bagaimana, apa kau setuju?" King tersenyum sinis.

Aisyah mengetuk-ngetuk dagunya sebentar, seperti sedang memikirkan sesuatu.

' Terima atau tidak ya?'

"Kalau saya jadi sugar baby tuan saja, bisa tidak?" tanya Aisayh polos.

Diko dan Diki yang mendengar tidak mampu menahan tawa.

"Dari pada kau jadi sugar baby aku, lebih baik kau jadi sugar baby dua ekor monyet itu!" sinis King sambil menunjuk ke arah Diko dan Diki yang masih tertawa.

Diko dan Diki terdiam ketika King melototkan mata pada mereka. Kemudian King melanjutkan langkah menuju ke lantai dua.

Aisyah mencebik bibir. Wanita itu menunduk memandang jemarinya yang saling meremas satu sama lain. Sekilas Diko dan Diki di pandangnya.

'Kalau jadi sugar baby mereka aku tidak mau.'

"Tuan, saya maunya jadi sugar baby tuan saja. Boleh ya. Saya janji kalau saya jadi sugar baby tuan, saya akan lakukan dengan sebaik mungkin Mau ya, tuan," bujuk Aisyah seraya mengejar langkah King yang sudah barada diatas tangga.

"Menyesal aku memberitahu kau tentang sugar baby. IQ kah itu jongkok! Pantas saja, kau itu di ceraikan oleh suami kau!" desis King pelan, mungkin Aisyah tidak akan mendengarnya.

"Tuan. Tuan dengan tidak, yang saya katakan tadi?" tanya Aisyah, tangan King yang tengah menapaki tangga di tariknya.

"Lepas! Kau mau apa, hah? Aku mau mandi, bodoh!" sengit King.

"Jawab dulu tanya saya tadi," rengek Aisyah.

"Penting apa aku jawab tanya kau itu? Hah!" bentak King dengan suara keras.

Aisyah menggelengkan kepalanya, tanda tidak mau melepaskan tangan King.

King berdecak kesal, sebelah tangannya di gunakan meraup wajah. "Sumpah, aku menyesal membawa kau ke rumahku. Kenapa tadi aku bawa sampah ini pulang," dengus King meratap.

"Mungkin kita berjodoh. Mak saya pernah bilang, kalau kita bertemu dengan seseorang tanpa sengaja, pasti orang itu ada sesuatu dengan kita."

"Seriously? Mak aku juga pernah bilang. Zhe shi yi Chang! Paham? Pergi sana!" Tangan Aisyah di tepis kasar sebelum masuk ke dalam kamarnya.

'Pasti kau tidak paham apa yang kubilang tadi, kan?'

Kening Aisyah berkerut sambil sebelah tangannya menggaruk kepala yang tidak gatal. Ia tidak mengerti dengan perkataan yang di katakan King tadi. Malah Aisyah juga tidak tahu lelaki itu menggunakan bahasa apa.

"Pasti kau tidak mengerti apa yang aku katakan, kan?" King tersenyum melihat wanita itu kebingungan.

"Siapa Zainab yang dia maksud? Aku? Namaku kan Aisyah? Dasar, tuan gila," omel Aisyah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   TAMAT

    Serangan demi serangan anak buah Haidin dengan mudah di hindari King. Sambil mengelak, King juga menyarang lawannya pada bahagian lutut dan perut. Walau mustahil bisa mengalahkan sepuluh orang dengan tangan kosong sendirian, namun demi istri tercinta, King yakin dapat mengalahkan semuanya. Begitupun Rayden, pemuda itu juga sibuk melumpuhkan anak buah Haidin yang menyerangnya dari arah kiri dan kanan. Belum sempat ia menarik pelatuk pistol tubuhnya sudah di tendang hingga jatuh ke tanah. Segera Rayden bangun lagi sebelum di injak pria berbadan besar. Satu persatu wajah musuh yang mengelilingi di perhatikannya. "Hahahahhaha. Cukup! Cukup! Hahahaha." Serentak Rayden, King dan anak buah Haidin menoleh ke arah suara yang tertawa kegelian. Di sana tampak Diko dan Diki sedang menggelitik seorang pria, hingga pria itu berguling-guling di tanah. "Ha, rasakan ini!" Diki terus saja menggelitik selangkangan pria itu dengan kakinya. Sedangkan Diko menahan tangan pria itu. "Terus Diki, terus!

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 48

    Gluk! Gluk! Air liur di telan Diko dan Diki melihat tubuh tegap setiap pengawal yang menjaga pintu rumah usang di depan. "Diki, bagimana ini? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Diko. Cemas pemuda itu memandang saudara kembarnya. Diki pun tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya terpaksa mengikuti perintah Rayden dan King tadi. Kalau dia tahu akan jadi seperti ini, lebih baik tadi dia dirumah saja menonton film Doraemon. "Hmm, coba sekarang kau pukul aku," pinta Diki. "Pukul? " Diko sedikit kaget. Mana tega dia memukul adiknya sendiri. "Kau sudah gila, hah? Kalau aku pukul kau yang ada kau jadi pingsan nanti," sambung Diko. "Ha, itu masalahnya. Sekarang pun aku pusing. Kau pukul saja." Tangan Diko diambil dan di pukulkan ke wajahnya. "Diki, aku ini sudah lama tidak memukul orang. Kalau kau aku pukul, yang bisa-bisa kau mati atau pun pingsan." "Pukul saja lah, cerewet! " "Serius?" tanya Diko memastikan. "Ya, " jawab Diki mantap. "Serius? " Diko kembali bertanya. "Iya! " "Ka

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 47

    "Sayang," panggil Haidin dengan nada manja. Dia berlutut di hadapan Aisyah yang tengah menangis terisak-isak. Darah di paha wanita itu sudah mengering dan di balut dengan kain putih untuk menghentikan darah yang keluar. Ibu jari di gunakan Haidin menyeka air mata Aisyah. Kepala dia gelengkan pelan. "Sssttt. Jangan nangis lagi, sayang. Lukanya sudah kering. Kalau kamu menangis seperti ini aku jadi tidak tega. Aku tidak kuat melihat kamu menangis, Sayang." "Cukup Haidin. Saya sudah lelah dengan permainanmu ini," ucap Aisyah dengan suara sedikit meninggi. Haidin mengerutkan kening. "Kamu lelah kenapa? Aku tidak menyuruh kamu pergi ke mana-mana? Dari tadi kan kamu hanya duduk di kursi ini saja. Tidak mungkin duduk saja kamu merasa lelah? Atau kamu mau mandi? Kamu pasti ingin aku mandikan, kan?" Aisyah menggeleng ketakutan. Haidin malah tertawa besar. Senang hatinya melihat wanita itu ketakutan. Kemudian matanya beralih pada jilbab Aisyah yang telah basah oleh keringat. Timbul rasa ka

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 46

    "Akhh! Sakit! Kau bisa lakukan pelan-pelan tidak!" King mengerang saat kain berisi pecahan batu es di tekan pada luka lebam di wajahnya. Rayden malah tersenyum sinis dia tidak heran lagi dengan sahabatnya itu. "Sudah tahu lemah, kenapa tidak kau ajak aku sekali melawan mereka. Ini tidak, malah sok melawan sendiri! Kau kira diri kau itu seper hero bisa melawan semua kejahatan?" sinis Rayden. Batu es itu di tekan lebih keras lagi ke wajah King. King menjerit sakit. Seketika dia menepis tangan Rayden, lalu menggosok pipinya yang lebam. "Aku tidak ingin menyusahkan orang lain itu saja!" Rayden mendesah kasar. "Tidak ingin menyusahkan orang lain? Eh, kalau kau mati di tangan si Jack siapa yang akan selamatkan istri kau? Kalau aku sendiri yang selamatkan dia, yang ada akulah yang jadi heronya! Lebih baik dulu, aku saja yang menikah dengan dia, bukan kau!" sinis Rayden meninggikan suaranya. "Alaah, kau lupa? Apa yang pernah kau katakan padaku hari itu? Jangan pernah minta tolong padak

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 45

    "Woi!" Suara itu menghentikan gerakan tangan Jack seketika. Kepalanya menoleh kiri-kanan mencari dimana sumber suara. Ruangan yang remang-remang membuatnya kesusahan untuk mengetahui pemilik suara dari orang-orang yang berada di sana. Pedang katana yang berada di tangannya di jatuhkan lagi ke bawah. Kakinya yang memijak kepala King juga di pindahkan ke lantai. Detik kemudian terdengar suara tembakan mengenai rekan-rekan Jack. Suasana di clab malam yang tadinya riuh dengan musik DJ, berganti dengan teriakan ketakutan orang-orang yang berada di sana. Jack melompat ke tepi. Membulat matanya melihat tiga orang rekannya yang terkena tembakan di dada. Tinggal dua orang rekannya yang masih selamat, tengah meringkuk di balik meja yang di tendang King tadi. "Siapa pun kau. Keluarlah kalau berani!" tantang Jack. Bola matanya bergerak memandang sekeliling. "Waciyaaa!" Braaak! "Aduh!" Diki jatuh tersungkur. Rencana ingin menendang Jack dari belakang malah kakinya terpeleset. Tertawa Jack

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 44

    "Bos, mau kemana?" tanya Diko ketika melihat King sedang memasukkan peluru ke dalam pistolnya. Namun King tidaklah peduli dengan pertanyaan anak buahnya itu. Dia hanya fokus pada pistolnya yang sudah lama tidak di gunakan. Diko memandang Diki yang berada di sebelahnya. Tidak tahu lagi mereka bagaimana cara membujuk King agar bisa bersabar. Diki mengeluh kecil. Diberanikannya diri mendekati King dan mengusap bahu bosnya itu pelan, namun King malah menepiskannya dengan kasar. "Aku mau pergi mencari istriku. Kalian berdua tidak perlu ikut!" ujar King dengan nada serius tanpa memandang wajah ke dua anak buahnya. Kening Diki mulai berkerut. Sekilas dia menoleh pada Diko yang berdiri di belakangnya. Tidak akan mereka membiarkan bos mereka pergi seorang diri "Tapi bos, kalau terjadi apa-apa dengan bos bagaimana? Biarkan kami ikut, bos." King tersenyum sinis mendengar kata-kata Diki barusan. Dia menyimpan pistol ke dalam sarung, lalu di selipkan di pinggang sebelum menoleh pada lelaki

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status