Share

Bab 6

Author: Wandi Wijaya
last update Huling Na-update: 2024-08-26 13:36:00

Satu persatu anak tangga di lewati King. Rambutnya yang masih basah di keringkan menggunakan handuk, lalu di sangkutkan ke leher. Sekilas King mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu mencari kelibat Aisyah yang tidak terlihat.

"Tidak mungkin wanita 'sableng' itu sudah minggat dari rumah ini? Eh, tapi kalau dia benar-benar sudah pergi, tentu hidupku aman," desis King pelan.

"Shen...Aisyah nali?" (Shen Aisyah mana?) tanya King pada Shen, gadis cina yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya.

"Wo janjian ta zai wuwai." (Saya lihat dia berada di luar) jawab Shen.

King mengangguk pelan.

'Aku kira dia sudah pergi, ternyata masih ada lagi di rumah ini. Sabar....sabar King.'

Kemudian King melangkah ke arah pintu utama.

Dari tempatnya berdiri sekarang, King melihat Aisyah sedang bermain air mancur di tengah-tengah halaman rumahnya.

"Sedang apa dia?"

"Woi!" teriak King lantang hingga membuat Aisyah yang berada di sana tersentak. Untung saja tidak sampai jatuh ke dalam kolam.

Segera Aisyah berlari kecil mendekati sesesok pria bermata sipit yang berdiri di pintu utama. Senyuman lebar di tampilkannya pada pria tampan itu. Walau pria itu tetap dengan wajah dinginnya.

"Selamat pagi, Tuan. Sudah puas tidurnya, kan?" tanya Aisyah dengan nada manja.

"Mana bisa tidurku nyenyak kalau ada makhluk asing di dalam rumahku ini?" bals King sinis.

"Eh, saya bukan makhluk asing. Lagian mana ada makhluk asing seimut saya ini. Kalau tuan mungkin iya. Seperti kucing buas dalam Film Tom and Jerry," balas Aisyah tak mau kalah.

King mendengus. Semakin di lihat, semakin kecil saja wanita di hadapannya sekarang ini. 

'Kalau menurutkan kata hati, ingin rasanya kubuang wanita sableng ini ke jurang,' batin King.

"Tuan..." panggil Aisyah manja. Bibirnya maju ke depan, sambil menunduk memandang jari lentiknya yang saling meremas satu sama lain. Seperti anak kecil yang ingin meminta sesuatu.

"Kau kenapa?" King menyipitkan mata. Heran saja melihat tingkah Aisyah.

"Hmm.....pagi tadi saya dengar, Diko dan Diki membicarakan soal pelerjaan. Hm...jadi boleh tidak kalau saya..."

"No! No!" tukas King menyela sebelum Aisyah selesai bicara. Seperti tahu saja apa yang ada dalam pikiran wanita itu. Tidak lain dan tidak bukan, pasti ingin minta ikut ke tempat kerja.

"Saya belum selesai bicara," sungut Aisyah.

"Tapi aku sudah tahu apa yang ada dalam kepala kau itu. Kau pasti mau ikut aku pergi kerja kan? Eh, dari pada kau sibuk dengan urusanku, lebih baik kau jadi pembantu di rumahku ini. Itu lebih bagus dari pada kau hanya menumpang saja," sanggah King.

Aisyah mencebik bibir.

'Di rumah ini kan sudah ada pembantu? Apa lagi yang harus kukerjakan? Tadi sudah menyapu halaman rumahnya,' batin Aisyah.

"Tapi tuan, saya ikut bukan ingin mengganggu kerja tuan. Tapi saya hanya mau ikut saja," rengek Aisyah.

King menggeleng. "Di rumah ini saja kau sudah membuatku sengsara. Bagaimana caranya aku membawa kau ke tempat kerja?" dengus King.

Aisyah mengeluh kecil. "Tapi saya gak mau tuan tinggalkan di rumah ini sendiri. Lagian, apa tuan tidak takut saya mencuri barang-barang dalam rumah Tuan ini? Atau, kalau gak saya rusak semua barang dalam rumah ini?" Aisyah coba menakut-nakuti, siapa tahu pria galak di depannya ini berubah pikiran.

King malah tersenyum sinis.

"Kalau kau sudah bosan hidup. Lakukan saja," balas King dengan senyum sinisnya.

Aisyah terdiam, tidak lagi menjawab kata pria itu. Hanya matanya yang berkedip memandang King yang tersenyum sinis di depannya.

Setelah King pergi, Aisyah menggaruk kepala yang tertutup hijab. Sebelah tangannya di topang ke dagu seperti sedang memikirian sesuatu. "Bagaimana ya cara agar dia mau membawa aku ke tempat kerjanya?" gumam Aisyah.

.

.

.

***

Berdenyut kepala Fajar memikirkan Aisyah yang belum juga di temukannya. Fail yang menumpuk diatas meja hampir tidak di sentuhnya, malah sejak tadi ia melamun memandang foto pernikahannya dengan Aisyah yang tertera di layar ponsel. 

Pikirannya juga hanya tertuju pada Aisyah. 

"Kenapa kau tidak pernah marah denganku, Aisyah? Aku sudah pukul kau, sudah siksa kau, tapi kau masih mau dekat denganku. Kenapa dengan kau Aish? Apa yang terjadi pada kau sebenarnya?" tanya Fajar kala itu pada Aisyah yang duduk di sofa.

"Karna Abang suami, Aish," jawab Aisyah. Kepalanya mendongak melihat Fajar yang berdiri di hadapannya. Air mata coba di tahan. "Aish tidak akan pernah benci orang yang Aish sayang, dan tidak akan pernah menyimpan dendam pada orang yang ikhlas menjaga Aish," lanjut Aisyah.

"Tapi masalahnya aku tidak ikhlas menikahi kau! Pernikahan ini terjadi karna bapak kau, kau paham tidak!"

"Tapi kalau Abang tidak ikhlas, Abang tidak akan mau terima Aish," keluh Aisyah.

Fajar terdiam sejenak, keningnya juga berkerut memandang Aisyah.

"Aish tahu, walaupun Abang selalu pukul Aish, selalu marah Aish, tapi jauh dalam hati Abang, Abang tidak pernah berniat berbuat seperti itu pada Aish, kan? Abang melakukan itu agar Aish benci Abang saja, kan? Tapi Aish tidak akan pernah benci Abang, dan Aish juga tidak pernah berpikir untuk bercerai dari Abang."

"Aiayah! Coba kau buka mata kau lebar-lebar! Aku tidak suka kau! Kita tidak ada jodoh! Jadi sekarang tolong kau telepon bapak kau, katakan pada dia, kalau kau ingin bercerai dari aku. Kalau kau tidak memintanya, selama itu aku tidak bisa menceraikan kau. Kau paham tidak?"

"Tapi Aish tidak mau berpisah dengan Abang. Aish yakin Abang jodoh Aish, kalau Abang bukan jodoh Aish, kenapa kita menikah? Bagaimana Abang bisa merasakan bahagia hidup dengan Aish, kalau Abang tidak pernah membuka hati untuk kenal Aish? Aish tahu Abang suka Sinta, tapi Aish bisa terima dia jadi madu Aish, asalkan Abang tidak menceraikan Aish."

"Heih, memang susah bicara dengan kau ini!  Otak kau lemah, kau tahu itu tidak? Memang pantas semua orang membuang kau, sebab kau tak pernah berhenti menyusahkan orang! Aku rasa lebih baik mafia itu menangkap kau, dari pada kau tinggal denganku. Biar diaiksanya kau sampai mampus, baru puas hidupku!" Turun naik nafas Fajar kala itu, menahan geram berdebat dengan Aisyah yang masih tinggal di rumahnya.

"Siapa yang mau sayang Aisyah kalau bukan Abang? Hanya Abanglah harapan Aish. Hanya Abang yang bisa menjaga Aish," rintih Aisyah pelan.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu, mematikan lamunan Fajar. Cepat-cepat fail yang berserak diatas meja di kumpulkannya sebelum menyuruh orang yang ada di luar masuk.

"Pak, non Sinta menunggu bapak di bawah. Katanya dia sudah membuat janji dengan bapak untuk makan siang," ucap Rose, sekretaris Fajar.

"Hmm, katakan padanya sebentar lagi saya turun ke bawah."

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu." 

Fajar menganggukkan kepala. Punggung kembali di sandarkan pada kursi kerja setelah sekretarisnya menghilang di balik pintu. 

"Haih, Sinta. Mau apa dia kesini? Pasti mau membahas pernikahan lagi. Hafg....kalau begini kepalaku semakin pusing. Urusan dengan Aisyah belum selesai, sekarang malah memikirkan bagaimana membujuk Sinta. Aisyah....dimana kau sekarang? Kembalilah pulang, aku minta maaf."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   TAMAT

    Serangan demi serangan anak buah Haidin dengan mudah di hindari King. Sambil mengelak, King juga menyarang lawannya pada bahagian lutut dan perut. Walau mustahil bisa mengalahkan sepuluh orang dengan tangan kosong sendirian, namun demi istri tercinta, King yakin dapat mengalahkan semuanya. Begitupun Rayden, pemuda itu juga sibuk melumpuhkan anak buah Haidin yang menyerangnya dari arah kiri dan kanan. Belum sempat ia menarik pelatuk pistol tubuhnya sudah di tendang hingga jatuh ke tanah. Segera Rayden bangun lagi sebelum di injak pria berbadan besar. Satu persatu wajah musuh yang mengelilingi di perhatikannya. "Hahahahhaha. Cukup! Cukup! Hahahaha." Serentak Rayden, King dan anak buah Haidin menoleh ke arah suara yang tertawa kegelian. Di sana tampak Diko dan Diki sedang menggelitik seorang pria, hingga pria itu berguling-guling di tanah. "Ha, rasakan ini!" Diki terus saja menggelitik selangkangan pria itu dengan kakinya. Sedangkan Diko menahan tangan pria itu. "Terus Diki, terus!

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 48

    Gluk! Gluk! Air liur di telan Diko dan Diki melihat tubuh tegap setiap pengawal yang menjaga pintu rumah usang di depan. "Diki, bagimana ini? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Diko. Cemas pemuda itu memandang saudara kembarnya. Diki pun tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya terpaksa mengikuti perintah Rayden dan King tadi. Kalau dia tahu akan jadi seperti ini, lebih baik tadi dia dirumah saja menonton film Doraemon. "Hmm, coba sekarang kau pukul aku," pinta Diki. "Pukul? " Diko sedikit kaget. Mana tega dia memukul adiknya sendiri. "Kau sudah gila, hah? Kalau aku pukul kau yang ada kau jadi pingsan nanti," sambung Diko. "Ha, itu masalahnya. Sekarang pun aku pusing. Kau pukul saja." Tangan Diko diambil dan di pukulkan ke wajahnya. "Diki, aku ini sudah lama tidak memukul orang. Kalau kau aku pukul, yang bisa-bisa kau mati atau pun pingsan." "Pukul saja lah, cerewet! " "Serius?" tanya Diko memastikan. "Ya, " jawab Diki mantap. "Serius? " Diko kembali bertanya. "Iya! " "Ka

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 47

    "Sayang," panggil Haidin dengan nada manja. Dia berlutut di hadapan Aisyah yang tengah menangis terisak-isak. Darah di paha wanita itu sudah mengering dan di balut dengan kain putih untuk menghentikan darah yang keluar. Ibu jari di gunakan Haidin menyeka air mata Aisyah. Kepala dia gelengkan pelan. "Sssttt. Jangan nangis lagi, sayang. Lukanya sudah kering. Kalau kamu menangis seperti ini aku jadi tidak tega. Aku tidak kuat melihat kamu menangis, Sayang." "Cukup Haidin. Saya sudah lelah dengan permainanmu ini," ucap Aisyah dengan suara sedikit meninggi. Haidin mengerutkan kening. "Kamu lelah kenapa? Aku tidak menyuruh kamu pergi ke mana-mana? Dari tadi kan kamu hanya duduk di kursi ini saja. Tidak mungkin duduk saja kamu merasa lelah? Atau kamu mau mandi? Kamu pasti ingin aku mandikan, kan?" Aisyah menggeleng ketakutan. Haidin malah tertawa besar. Senang hatinya melihat wanita itu ketakutan. Kemudian matanya beralih pada jilbab Aisyah yang telah basah oleh keringat. Timbul rasa ka

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 46

    "Akhh! Sakit! Kau bisa lakukan pelan-pelan tidak!" King mengerang saat kain berisi pecahan batu es di tekan pada luka lebam di wajahnya. Rayden malah tersenyum sinis dia tidak heran lagi dengan sahabatnya itu. "Sudah tahu lemah, kenapa tidak kau ajak aku sekali melawan mereka. Ini tidak, malah sok melawan sendiri! Kau kira diri kau itu seper hero bisa melawan semua kejahatan?" sinis Rayden. Batu es itu di tekan lebih keras lagi ke wajah King. King menjerit sakit. Seketika dia menepis tangan Rayden, lalu menggosok pipinya yang lebam. "Aku tidak ingin menyusahkan orang lain itu saja!" Rayden mendesah kasar. "Tidak ingin menyusahkan orang lain? Eh, kalau kau mati di tangan si Jack siapa yang akan selamatkan istri kau? Kalau aku sendiri yang selamatkan dia, yang ada akulah yang jadi heronya! Lebih baik dulu, aku saja yang menikah dengan dia, bukan kau!" sinis Rayden meninggikan suaranya. "Alaah, kau lupa? Apa yang pernah kau katakan padaku hari itu? Jangan pernah minta tolong padak

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 45

    "Woi!" Suara itu menghentikan gerakan tangan Jack seketika. Kepalanya menoleh kiri-kanan mencari dimana sumber suara. Ruangan yang remang-remang membuatnya kesusahan untuk mengetahui pemilik suara dari orang-orang yang berada di sana. Pedang katana yang berada di tangannya di jatuhkan lagi ke bawah. Kakinya yang memijak kepala King juga di pindahkan ke lantai. Detik kemudian terdengar suara tembakan mengenai rekan-rekan Jack. Suasana di clab malam yang tadinya riuh dengan musik DJ, berganti dengan teriakan ketakutan orang-orang yang berada di sana. Jack melompat ke tepi. Membulat matanya melihat tiga orang rekannya yang terkena tembakan di dada. Tinggal dua orang rekannya yang masih selamat, tengah meringkuk di balik meja yang di tendang King tadi. "Siapa pun kau. Keluarlah kalau berani!" tantang Jack. Bola matanya bergerak memandang sekeliling. "Waciyaaa!" Braaak! "Aduh!" Diki jatuh tersungkur. Rencana ingin menendang Jack dari belakang malah kakinya terpeleset. Tertawa Jack

  • Gairah Janda Perawan Sang Mafia   Bab 44

    "Bos, mau kemana?" tanya Diko ketika melihat King sedang memasukkan peluru ke dalam pistolnya. Namun King tidaklah peduli dengan pertanyaan anak buahnya itu. Dia hanya fokus pada pistolnya yang sudah lama tidak di gunakan. Diko memandang Diki yang berada di sebelahnya. Tidak tahu lagi mereka bagaimana cara membujuk King agar bisa bersabar. Diki mengeluh kecil. Diberanikannya diri mendekati King dan mengusap bahu bosnya itu pelan, namun King malah menepiskannya dengan kasar. "Aku mau pergi mencari istriku. Kalian berdua tidak perlu ikut!" ujar King dengan nada serius tanpa memandang wajah ke dua anak buahnya. Kening Diki mulai berkerut. Sekilas dia menoleh pada Diko yang berdiri di belakangnya. Tidak akan mereka membiarkan bos mereka pergi seorang diri "Tapi bos, kalau terjadi apa-apa dengan bos bagaimana? Biarkan kami ikut, bos." King tersenyum sinis mendengar kata-kata Diki barusan. Dia menyimpan pistol ke dalam sarung, lalu di selipkan di pinggang sebelum menoleh pada lelaki

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status