Chacha akhirnya mendudukkan bokongnya di kursi empuk miliknya. Ia baru saja menyelesaikan satu sesi pemotretannya. Setelah ini akan lanjut di sesi selanjutnya, karena ruangan sedang di persiapkan untuk sesi berikutnya. Chacha tidak bisa meninggalkan dunia pekerjaanya tersebut walaupun hidupnya sudah enak bersama dengan Andrew. Bagi Chacha model adalah bagian dari hidupnya. Maka itu ia meminta pada Andrew tetap memperkerjakannya.
“Mau pesan makan apa, biar aku pesankan.” Kata asisten yang diberikan Andrew padanya.
“Seperti biasa saja, jangan lupa buahnya. Tolong pendingin ruangannya di naikkan, aku akan beristirahat sebentar.” Chacha mengambil handphonenya setelah asistennya itu pergi.
Ia melihat handphone utamanya siapa tahu ada pesan ternyata tidak ada. Kemudian Chacha mengambil handphone keduanya dan melihat apakah ada pesan ternyata ada. Handphone keduanya adalah handphone dari masa lalunya. Salah satunya dengan Elang, ia sudah mengganti nomer telepon tersebut dan sempat memberitahu pria itu dulu.
Andrew tahu tentang handphone keduanya, hanya saja pria itu tidak tahu apa yang ada di dalamnya. Kali ini Chacha kembali mendapat pesan dari Elang. Di belakang Andrew secara diam-diam keduanya sering bertukar pesan. Hanya saja tidak intens, biasanya Chacha akan membalas jikalau ia sedang tidak bersama dengan Andrew.
ER
Kamu apa kabar? Kamu udah lama nggak kirim pesan ke aku. Kapan kamu balik? Kapan kita bisa ketemu? Aku kangen sama kamu.
Begitulah isi pesan yang dikirimkan Elang padanya. Chacha menghela napasnya lalu memejamkan matanya sejenak ketika setelah selesai membaca pesan tersebut. Jujur saja untuk benar-benar melupakan Elang dengan cepat bukanlah suatu hal yang mudah. Selama ini mereka selalu bersama, pria itu selalu ada untuknya di saat masa terpuruk. Sudah pasti tidak mudah bagi Chacha untuk melupakan pria itu.
Tapi untuk bersama dengan Elang sebagai pasangan ia juga tidak bisa. Bagaimanapun hubungannya dengan Elang tidak bisa di akhiri begitu saja. Chacha kembali membuka matanya dan membaca kembali pesan tersebut. Ia tidak tahu di tempat Elang sedang jam berapa sekarang, tujuannya ia hanya mau membalas pesan dari Elang saja.
ER
Kabarku baik, aku sedang sibuk akhir-akhir ini. Waktuku banyak di habiskan dengan Andrew, kamu tahu aku nggak bisa kirim kamu pesan kalau aku sedang bersama Andrew. Aku nggak tahu kapan kita bisa bertemu, kamu tahu sendiri bagaimana Andrew sangat membatasiku untuk pergi sendiri. Kalaupun aku pulang, Andrew akan ikut bersamaku. Maafkan aku.
Setelah membaca ulang jawaban tersebut, Chacha mengirimkan pesan tersebut kepada Elang. Ia menyandarkan punggungnya ke belakang dan memejamkan matanya. Tak lama setelah mengirim pesan pada Elang, handphonenya kembali bergetar. Awalnya Chacha hanya mendiamkannya saja, karena ia pikir pesan. Namun ternyata getaran itu berangsur lama dan ia tahu bahwa itu sebuah panggilan. Chacha melihat bahwa Elang menghubunginya dan dengan cepat wanita itu mengangkatnya.
“Syukurlah kamu nggak melakukan panggilan video, makanya aku bisa langsung angkat.” Kata Chacha begitu sambungan tersebut tersambung.
“Emang kamu lagi di mana?” Tanya Elang penasaran.
“Aku lagi ada pemotretan, lagi sendirian sih. Tapi takut aja ada yang dengar apalagi asisten Andrew dengan bisa bahaya. Mereka bisa kasih tahu Andrew kalau aku dapat telepon dari kamu.” Terdengar helaan napas Elang di balik telepon.
“Ini kebebasan yang kamu maksud Cha? Ini bukan kebebasan Cha. Hidup kamu di atur sama dia, kamu nggak bisa dengan bebas berteman dengan siapapun di luar sana. Kamu di kurung Cha, sampai kapan kamu sadar kalau dia itu lagi memenjarakan kamu. Dia nggak cinta sama kamu Cha.” Chacha memejamkan matanya.
“Lang, kita udah bahas ini sebelumnya. Kalau kamu menghubungiku hanya untuk buat kita bertengkar, lebih baik aku akhiri telepon ini. Aku pikir kamu menghubungiku karena merindukanku.” Kini Elang memilih diam sejenak guna mengatur emosi.
“Maafkan aku, aku hanya ma—“
“Ini udah jadi pilihanku Lang. Aku tahu apa yang aku mau dan aku tahu apa yang terbaik untukku. Kalau aku emang merasa menderita aku nggak bertahan sama Andrew sampai selama ini. Bahkan hubunganku lebih lama dengan Andrew dibandingkan bersama denganmu dulu. Kamu nggak tahu apa yang kurasakan dengan Andrew, jadi stop untuk mengatakan hal buruk tentang Andrew. Kelihatannya dia memang jahat, tapi aku tahu apa yang Andrew lakukan untukku apa.”
“Aku mau kamu bahagia.”
“Aku sudah bahagia dengan Andrew, aku harap kamu bisa ngerti Lang.”
“Baiklah, maafkan aku. Aku nggak bisa paksa kamu, walaupun aku ingin. Aku merindukanmu.” Ucap Elang sendu di kalimat terakhir.
“Benarkah?” Tanya Chacha tak yakin.
“Ya, aku sangat merindukanmu. Ingin rasanya aku datang ke sana sekarang untuk menemuimu. Tapi aku tak bisa, apalagi di sana lingkungan Andrew. Aku hanya tidak mau Andrew marah padamu dan memberimu hukuman. Tapi aku serius, aku sangat merindukanmu. Kita bisa bersama kalau ka,u ada di sini. Bisakah ka,u datang ke sini untuk menemuiku? Aku benar-benar sangat merindukanmu.”
“Aku nggak bisa Lang, ka,u tahu sendiri nggak mudah untuk aku bisa balik ke sana. Aku akan coba untuk bicara sama Andrew, tapi aku nggak janji. Ka,u di mana sekarang? Bagaimana dengan Indri apa dia baik-baik saja?”
“Ya dia baik. Aku lagi ada di rumah sakit sekarang, sebentar lagi aku akan pulang. Aku masih mau mendengar suaramu, kalau Andrew pergi bekerja apa ka,u nggak bisa menghubungiku?”
“Enggak bisa Elang. Di rumah di pasang CCTV, Andrew selalu memantauku dari sana. Dia akan bertanya aku sedang menghubungi siapa, apa lagi sebentar lagi anak Andrew akan tinggal di rumah. Aku akan menghabiskan banyak waktu di rumah.”
“Aku hampir gila karena merindukanmu Acha.”
“Kita baru bertemu tiga bulan yang lalu Lang, jangan membuatku seo—“
“Itu sudah lama dan itu hanya sebentar.” Chacha menghela napasnya kasar.
Tiga bulan yang lalu mereka memang baru saja bertemu. Saat itu Chacha ada pemotretan ke Turki dan Andrew tidak bisa ikut. Maka itu secara diam-diam Elang menemuinya di sana, Chacha bertemu dengan Elang di kamarnya. Karena memang di kamar tersebut tidak ada CCTV dan asisten Andrew tidak bersamanya. Maka itu ia bisa bertemu dengan Elang walaupun memang hanya sebentar.
“Baiklah, aku akan makan siang. Makananku sudah datang, aku tutup.” Chacha langsung saja mematikan sambungannya dengan Elang tanpa menunggu jawaban dari Elang. Karena asisten Andrew tiba-tiba masuk dengan membawa makanan untuknya. “Terima kasih.”
“Kalau butuh sesuatu bisa memanggilku Nyonya.” Chacha menganggukkan kepalanya dan meminum jus buah yang sudah ada di depannya.
Elang memberikannya pesan namun Chacha enggan membacanya. Ia memilih menyimpan handphonenya kembali ke dalam tas dan menyandarkan punggungnya kembali. Rasanya ia ingin tidur sejenak sebelum makan, Chacha memilih memejamkan matanya. Belum lama ia merasa memejamkan matanya, ia dapat merasakan ada yang sedang menyentuh pahanya. Chacha langsung saja membuka matanya dan keget melihat seorang pria sedang menyentuh pahanya.
“Apa yang sedang kau lakukan brengsek?” Chacha langsung saja menepis tangan pria itu agar menjauh dari pahanya.
“Hai Sweety, kau cantik dan sexy. Mau pergi denganku?” Chacha melipat tangannya di depan dada.
“Apakah kau tidak mengenalku?” Tanya Chacha dengan menatap pria tersebut dengan lekat.
“Aku mengenalmu.” Chacha tersenyum penuh arti lalu bangkit berdiri mendekati pria itu. Menyentuh dada bidang milik pria tersebut lalu mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu.
“Kalau kau mengenalku, apakah kau masih berani mendekatiku?” Tanya Chacha penuh arti.
“Kenapa tidak? Bukankah hubunganmu dengan Andrew hanya suka sama suka saja? Aku tahu kau bergantung hidup padanya bukan? Kau membutuhkannya begitupun sebaliknya, sama sepertiku yang sekarang membutuhkanmu. Lagi pula aku bisa memberimu apa yang tidak bisa diberikan oleh Andrew padamu.” Chacha tertawa lalu mengalungkan tangannya di leher pria itu.
“Apa yang tidak bisa Andrew berikan padaku dan bisa kau berikan?” Pertanyaan Chacha membuat pria itu berpikir, tak lama setelah itu ia tersenyum dan memeluk pinggang Chacha.
“Punyaku jauh lebih besar dan nikmat, bahkan aku bisa memuaskanmu dan memberikan kenikmatan yang bisa membuatmu kehilangan akal. Aku juga bisa mencintaimu dan menjadikanmu satu-satunya wanita di dalam hidupku.” Chacha tertawa mendengarnya dan kembali membisikkan sebuah kalimat mematikan di telinga pria itu.
“Punyamu tak sebesar milik Andrew.” Chacha bahkan memegang kepunyaan pria itu dengan tangan kanannya. Pria itu masih memakai celana dan Chacha meremasnya dengan pelan membuat pria itu memejamkan matanya menikmati sentuhan tersebut. “Andrew jauh lebih tahu apa yang kusuka, kalau tidak aku tidak akan selama ini bersama dengan Andrew. Walaupun dia jauh lebih tua di bandingkanmu, tapi dia bisa memuaskanku dari pada yang lainnya. Punyamu tak sebanding dengannya dan aku juga satu-satunya wanita yang ada di dalam hidupnya. Oh iya satu lagi Andrew bisa memberikan segalanya kepadaku. Cinta dan juga uang, sedangkan kau sangat jauh darinya. Jadi jangan berharap kau bisa menyentuhku, karena aku tidak akan biarkan hal itu terjadi. Mungkin dulu aku bisa melakukannya tetapi sekarang tidak, lebih baik kau mundur sekarang.” Setelah mengatakan itu Chacha meremas kepunyaan pria itu cukup keras dan setelah itu kembali duduk sambil memakan makanannya.
“Keluarlah, sebelum ada yang melihatmu di sini. Kau akan hancur kalau mereka tahu kau sedang menggodaku, kau tahu bagaimana pengaruh Andrew bukan?” Kata Chacha dengan tersenyum nakal.
Pria itu langsung saja keluar dari sana meninggalkan Chacha yang tertawa. Wanita itu sangat senang bisa menggoda pria lain seperti itu. Ia sudah berbeda seperti dulu. Chacha akuin kalau dia sangat murahan dulu karena bisa bercinta dengan orang lain dengan mudah. Apalagi jikalau orang tersebut tampan, ia tak peduli apakah mereka baru kenal apa tidak.
Bahkan Chacha pernah melakukan hal gila yang lebih dari itu, ia bisa bermain dengan banyak orang dalam satu momen dan siap diperlakukan bagaimanapun. Tapi tidak dengan kali ini, bukan hanya Chacha yang tidak mau. Tetapi situasinya juga tidak mungkin melakukan hal itu, walaupun keinginan itu masih ada.
Syukur saja Andrew bisa mengimbanginya dan memberikan apa yang diinginkannya. Jadi Chacha tak perlu melakukannya dengan orang lain, tapi cukup hanya dengan Andrew saja. Setelah makan Chacha kembali melakukan pemotretan, ia mengganti beberapa bikini serta lingerie yang harus di pakainya. Hingga pemotretan itu selesai sampai malam hari.
“Udah lama pulangnya?” Tanya Chacha saat melihat Andrew sudah berada di kamar seolah menunggunya.“Sudah, kenapa lama? Apa kau pergi lagi dan tidak memberitahuku?” Chacha menghela napasnya kasar.“Kau bisa tanya pada orang kepercayaanmu itu, apa yang terjadi. Aku tidak pergi, kalau aku pergi kau juga pasti akan dapat beritanya dari asistenmu bukan?” Andrew mendekati Chacha lalu membuka reseleting dress wanita itu dari belakang. “Thank’s.” Chacha memang mau mandi, ia memang ingin meminta bantuan Andrew untuk membukakannya. Hanya saja pria itu langsung saja peka dan langsung melakukannya sebelum di minta. Andrew mengadahkan tangannya pada Chacha, membuat wanita itu mengernyitkan keningnya bingung.“Berikan padaku Baby.” Chacha berdecak.“Lagi? Kau tak percaya?” Tanya Chacha tak habis pikir.“Berikan saja, jangan membuatku jadi marah.” Jawab Andrew tak mau di salahkan. “Bukankah memang selalu seperti ini kalau kau tidak pergi denganku?” Chacha menggelengkan kepalanya melihat Andrew.Namu
“Ada lagi yang kalian butuhkan?” Tanya Chacha pada kedua anak Andrew, keduanya kompak menggelengkan kepala.Dari tadi tangan Andrew tidak pernah lepas dari pinggang wanita itu. Andrew sangat posesif dengan Chacha kalau mereka sedang berada di luar terutama di tempat ramai. Andrew ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa wanita yang ada di sampingnya itu adalah miliknya. Andrew tidak mau bahwa wanita yang dicintainya itu di inginkan oleh pria lain.Banyak pasang mata yang mencoba melirik kearah Chacha dan itu membuat Andrew tidak suka. Maka itu dari tadi Andrew langsung saja menatap tajam pada orang-orang yang melirik sang kekasih. Andrew selalu tidak suka apabila Chacha memakai pakaian yang terlalu terbuka dan menunjukkan hal-hal yang tak seharusnya kalau di tempat umum.Tetapi Chacha tidak suka di larang seperti itu. Makanya Andrew hanya bisa pasrah dan ia hanya bisa menjaga Chacha agar tidak di ganggu oleh pria lain yang menginginkannya. Itulah salah satu alasan membuat Andrew tid
“Apa yang sebenarnya bisa kau lakukan?” Teriak Andrew yang baru saja datang itu. Pria tersebut masuk ke dalam rumahnya dengan nada tinggi. Hal itu membuat Chacha serta kedua anak Andrew kaget. Pasalnya mereka sedang main bersama di belakang dan bisa mendengar suara Andrew yang sedang marah itu. “Mom, ada apa dengan Daddy?” Tanya Adelicia takut. Bahkan anak kecil itu mendekati Chacha dan memeluk wanita itu. “Tenanglah, mungkin Daddy lagi ada masalah pekerjaan.” Ucap Chacha dengan lembut sambil menenangkan Adelicia. Andrew lewat dari mereka dan menatap Chacha sekilas. Wanita itu melihat raut wajah Andrew yang mengeras, ia tahu bahwa ada sesuatu yang tak beres dengan sang kekasih. Jangan sampai liburan mereka nanti menjadi terhambat karena hal itu. “Jika ada masalah, apakah liburan kita jadi? Biasanya saat Daddy ada masalah, liburan kita akan dibatalkan. Apakah kali ini juga seperti itu?” Tanya Agrata. “Mommy, kita tidak jadi pergi?” Tanya Adelicia juga saat paham dengan perkataan Agr
Chacha bisa merasakan lidah kekasihnya itu menari-nari dengan lincah dimiliknya. Rasa geli dan sekaligus nikmat yang luar biasa menjalar hebat di sekujur tubuh miliknya.Sedotan dan tusukan lidah Andrew membuat Chacha mendongakkan kepalanya menahan rasa nikmat yang menyerang miliknya. Lidah Andrew terus menari-nari dan menusuk-nusuk lubang kenikmatannya. “Ahhhh, ohhhhh.” Desah Chacha.Suara decakan terdengar dari dalam, menandakan daerah milik tersebut mulai basah. Andrew mendongakkan kepalanya menatap wajah kekasihnya itu. Andrew tersenyum melihat wajah wanita yang sedang menikmati permainannya itu.Andrew kembali merasakan milik Chacha dan aroma wangi cairan Chacha membuat birahinya semakin membara. Andrew semakin liar melahap lubang kenikmatan beserta dengan cairan cinta yang membasahinya. Bulu-bulu lembut yang menutupi area itu tidak menjadi suatu penghalang bagi Andrew mala menjadi sensai yang berbeda baginya.Chacha segera menarik pria itu keatas, ia tersenyum menggoda sambil me
“Bibi, kau baik-baik saja?” Tanya Agrata pada Chacha yang terlihat kesakitan saat duduk.“Aku baik, semua barangmu tidak ada yang ketinggalan?” Chacha sengaja mengalihkan Agrata agar tak bertanya lagi padanya.“Tidak ada. Apa Daddy menyakitimu lagi?” Tanya Agrata lagi, ia tak bisa dengan mudah dialihkan seperti itu.Anak sulung dari Andrew itu tahu jika Chacha sering merasakan sakit, awalnya baik-baik saja. Namun setelah bertemu dengan Andrew, Chacha tidak baik-baik saja. Pria itu sangat memperhatikan, Chacha tahu bahwa anak sulung dari Andrew itu peduli padanya. Namun Chacha sudah terbiasa akan hal itu, Andrew tak pernah memukulnya asal terutama jika mereka bertengkar. Andrew hanya bersikap kasar ketika mereka sedang bercinta saja.“Tidak Agrata, jangan berpikir seperti itu. Daddymu tak pernah menyakitiku.” Kata Chacha berusaha menenangkan Agrata, wanita itu tersenyum.“Mommy, aku ingin di pangku.” Kata Adelicia dengan manja.“Duduklah di kursi, kau sudah besar Adel.” Ucap Agrata den
“Kau benar-benar gila Andrew! Kenapa kau harus ikut? Kau bisa menyusul nanti, biarkan aku pergi sendiri. Apa yang kau takutkan? Kenapa kau tak bisa membiarkanku pulang sendirian? Apa? Rasa cemburumu itu? Kau takut aku akan bersama dengan pria lain? Kau jelas tahu aku sudah memilihmu dan mengabdi padamu selama ini bukan? Lalu apa yang kau takutkan?”“Aku tetap tak bisa membiarkanmu pergi.” Kata Andrew dengan tegas. Wanita itu berlutut dan menangis, Chacha memegang kaki Andrew.“Aku mohon.” Pinta Chacha.“Apa yang kau lakukan? Berdirilah!” Chacha menggelengkan kepalanya.“Aku mohon izinkan aku pulang, aku tak tahu apa yang terjadi ke depannya. Bagaimana jika aku tak punya kesempatan untuk melihat Kak Bryan lagi? Kau jelas tahu Andrew bagaimana peran mereka atas hidupku. Aku hanya punya mereka, tolong biarkan aku di sana bersama dengan mereka. Aku belum siap jika aku harus kehilangan orang yang kucintai. Kali ini biarkan aku pulang, aku sudah lama tidak bertemu mereka. Kak Bryan sedang b
“Hai Lang, belum balik?” Tanya Andre yang juga sadar.“Belum Kak, ini hidung Chacha kenapa?” Tanya Elang saat sadar.“Biasa kalau kecapekan suka begini.” Jawab Andre.“Ayo ke ruanganku aja, kamu bisa baring di sana sebentar.” Chacha menggelengkan kepalanya.“Nggak usah, kayak gini aja pasti nanti bisa baikan.” Elang menghela napasnya kasar.“Jangan bandel Cha, tolong dengerin aku kali ini. Ayo ikut ke ruangan aku, ayo Kak bawa Chacha.” Kata Elang lagi sambil membawa koper milik Chacha. Sedangkan Andre merangkul adiknya itu dengan masih menyeka hidung adiknya itu. “Ayo naik, kamu baring dulu.” Elang membantu Chacha agar wanita itu berbaring di bangkar yang tersedia di dalam ruangannya. Bangkar tersebut disediakan saat ia sedang memeriksa pasiennya.“Aku ambil air sebentar.” Elang mengambil minum untuk Chacha dan memberikannya pada wanita itu. Chacha meminumnya sampai habis, Elang membersihkan hidung wanita itu. Lalu mencoba memeriksa Chacha. “Perut kamu kosong banget, ini juga denyut k
Ke esokkan harinya Chacha bangun dengan keadaan yang jauh lebih baik lagi. Wanita itu merasa haus dan keluar dari kamarnya, saat ia hendak ke dapur wanita itu kaget saat menemukan Elang sedang berkutat di dapur.“Loh, kamu masih di sini?” Kata Chacha kaget, Elang melihat Chacha dan menilai wanita itu dari atas sampai bawah.Karena sudah terbiasa tidur tidak memakai baju atau hanya dengan gaun tipis, Chacha mengganti bajunya tadi malam sebelum tidur. Ia sudah mencoba tidur namun ia merasa tidak nyaman, setelah mengganti bajunya wanita itu bisa langsung tidur. Chacha pikir Elang tidak ada, sehingga ia cukup percaya diri keluar dengan hanya menggunakan lingerie tipis yang Elang bisa melihat lekuk tubuhnya. Namun Chacha tak sadar akan hal itu karena terlalu kaget, namun Elang bisa melihat hal itu.“Iya, aku emang nginap. Aku emang nggak pulang.”“Tapi kenapa?” Tanya Chacha bingung.“Emang salah kalau aku nginap di apartemen aku sendiri?” Chacha mengernyitkan keningnya bingung.“Tapi kamuk