Share

Gairah Suami Pengganti
Gairah Suami Pengganti
Penulis: Balqish Humairaa

Senyum Palsu

"Hei kalian berdua!!" Jari telunjuk laki-laki paruh baya itu menuding ke arah pasangan pengantin, "Bisa-bisanya kalian tertawa senang sementara anakku baru saja meninggal! Bisa-bisanya kalian mengadakan pesta semewah ini padahal keluarga kita sedang berduka! Ya Tuhan, bahkan tanah kuburan anakku saja belum kering, Angela!!"

Angela yang tengah sibuk mengendalikan pikirannya seketika roboh. Ia mengangkat gaunnya, hendak berjalan turun menghampiri laki-laki itu tapi dicegah oleh Sebastian. Tangannya dengan cepat memegang lengan Angela, menatapnya tajam,

"Kita sudah membicarakan masalah ini sebelumnya, bukan?! Jangan kemana-mana, tetap disini!"

Angela jelas menolak, dalam hatinya berteriak, "Kamu tidak ada hak untuk mengaturku!" perasaannya terasa teriris melihat laki-laki paruh baya yang dihormatinya terlihat sangat kacau. Ia berusaha melepaskan pegangan tangan Sebastian namun seketika tubuhnya dipaksa menurut saat mendengar bisikan Sebastian di telinganya.

"Jangan kamu kira aku sudi menyentuhmu seperti ini! Kalau kamu mau mempermalukan ayahmu dan menjadikannya sebagai bahan bulan-bulanan media massa, silahkan turun! Lakukan semaumu!"

Suara tegas penuh penekanan Sebastian bagai tembakan peringatan yang melengking di telinga Angela. Seakan memaksa Angela segera menyadari apa yang sedang terjadi saat ini. Manik mata indahnya segera menyampaikan info pada otaknya agar segera menyesuaikan diri dan kembali berpura-pura menjadi pasangan pengantin yang bahagia.

Ada setidaknya 1000 tamu undangan yang memenuhi ruangan luas tersebut. Beberapa dari mereka merupakan menteri dan pejabat negara. Banyak dari mereka mengagumi betapa sempurnanya pasangan pengantin yang sedang berada di atas altar.

Sebastian Evan Sanders, anak laki-laki dan satu-satunya pasangan Andrian Yova Sanders dan Sarah Sanders. Dengan tinggi badan 190 cm, paras sempurna perpaduan Canada dan Paris menghasilkan visual yang luar biasa.

Sementara sang pengantin wanita, Angela Sasha, Siapa yang tidak mengenal Angela Sasha? Seorang influencer, model dan juga Duta nasional Unicef Canada. Ia juga merupakan anak dari Ketua Yayasan Future Foundation, Yayasan yang dikelola ayahnya berfokus pada kegiatan sosial dan pendidikan terutama bagi anak-anak di pinggir jalan. Kegiatan lain yang dilakukan Yayasan ini juga berfokus pada partisipasi pembangunan sarana dan prasarana pendidikan akibat bencana alam.

Di tengah pesta meriah yang sedang berlangsung, seorang laki-laki yang berjalan sempoyongan nampak kontras dengan gemerlap sorot lampu pesta. Ia berjalan ke arah altar lalu tertawa keras. Suara tawanya yang menggelegar seketika membuat suasana hening, semua tatapan para tamu undangan berpusat padanya.

Beberapa saling berbisik, menebak siapakah laki-laki itu. Ia tidak mungkin kekasih Angela karena dilihat dari penampilannya, usianya sudah mendekati kepala enam. Terlalu tua untuk disebut sebagai kekasih Angela.

Lalu, siapa orang itu?

Saat seluruh pandangan mata mengarah padanya, laki-laki itu mengucapkan kalimat kedua yang membuat seluruh tamu memandang tak percaya ke arah pasangan pengantin diatas pelaminan.

"Hahahha....! Ini gilaa!! Hey, Angela! Calon suamimu baru saja meninggal dan kamu masih bisa tersenyum?! Dasar perempuan jalang!! Selama ini kamu menggerus harta anakku lalu sekarang kamu beralih pada kakaknya?!"

Matanya merah, rambutnya kacau dan setelan jas yang ia pakai nampak lusuh oleh air mata. Sekuat tenaga ia berontak saat dua laki-laki bertubuh kekar itu mengangkat tubuhnya menuju pintu keluar.

Sebastian yang awalnya masih cukup tenang menyalami tamu yang hendak berpamitan, kini menghela nafas kesal. Ia merangkul pundak Angela lalu membimbingnya untuk masuk ke ruangan yang disiapkan khusus untuk Angela beristirahat, ia bermaksud menyelamatkannya dari jepretan kamera yang menyilaukan mata.

Namun Angela mengeraskan tubuhnya, ia menolak mengikuti Sebastian. Matanya sudah memerah, air matanya hampir jatuh.

Sial! Ini bisa menjadi bahan pembicaraan selama tiga bulan kedepan!

Kedua bibir Sebastian yang memasang senyuman sempurna nampak kontras dengan kalimat yang ia bisikkan pada Angela,

"Kendalikan ekspresi wajahmu! Astaga, apa kamu tidak menyadari bagaimana situasi kita saat ini?"

Angela mengepalkan tangannya kuat, berusaha menahan segala rasa sakit dalam hati yang ternyata belum terobati.

Dengan cepat ia mengganti ekspresi wajahnya lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Sebastian, "Tutup mulutmu! Aku tahu apa yang harus kulakukan!"

Melihat Angela menurut, bibir merah Sebastian tersenyum puas. Kalimat kasar Angela tidak terlalu ia pedulikan. Fokusnya saat ini adalah mengatasi keadaan yang menunggu untuk dibereskan.

Dengan wajah tanpa ekspresi ia memberikan kode lewat gerakan tangannya kepada para penjaga keamanan. Dengan sigap dua orang bertubuh kekar mengangguk lalu berlari ke arah laki-laki setengah baya yang masih berbicara tidak beraturan.

Sebastian bergerak cepat. Ia tidak bisa membiarkan begitu saja keadaan menjadi tidak terkendali. Mentalnya sudah sangat terbiasa menghadapi situasi yang tidak terduga seperti ini. Dengan penuh percaya diri, ia berjalan ke atas panggung lalu dengan gerakan tangan meminta suara musik di hentikan. Lagipula siapa juga yang masih bisa menikmati alunan musik saat ada tontonan yang lebih menarik di depan mereka?

Pandangan matanya memberikan kode kepada dua bodyguard untuk segera menyeret laki-laki paruh baya itu pergi. Dalam hati, ia berjanji akan membuat perhitungan dengan dua penjaga tidak berguna itu!

"Selamat siang, Bapak Ibu para tamu undangan. Mohon maaf jika kejadian tadi mengganggu kenyamanan kita bersama. Dengan berat hati saya sampaikan, keluarga besar kami memang sedang berduka. Anak dari Paman saya, yang baru saja Bapak Ibu lihat tadi, baru saja meninggal dunia tujuh hari lalu."

Terdengar suara gumaman dari para tamu undangan. Raut wajah mereka tampak terkejut dan menunjukkan ekspresi duka. Walau tentu saja, lewat sedikit saja pandangan mata, Sebastian sangat mengetahui bahwa kejadian ini adalah bahan empuk untuk dijadikan bantalan pembicaraan yang mengasyikkan bagi mereka.

Sebastian tersenyum, sorot matanya yang tajam mampu membuat seketika suasana kembali hening, mempersilahkan ia untuk melanjutkan kalimatnya.

"Tentu tidak ada yang dapat mengatur kematian, bukan? Kematian yang begitu tiba-tiba mengejutkan kami sekeluarga besar. Bagaimana ini? Apakah kami yang harus disalahkan atas kematian mendadak seseorang?" Ia kembali menghentikan kalimatnya, sekedar melihat bagaimana respon para tamu undangan. Bibirnya tersenyum puas saat melihat dengan jelas banyak sorotan kamera dari berbagai stasiun televisi dan juga media massa online yang menyorotnya. Dengan cepat ia mengubah ekspresi wajah.

"Kepada Paman kami, Ferdinand Sanders, kami mohon maaf sebesar-besarnya atas kesalahan yang mungkin tidak kami sadari. Tidak mungkin Om Ferdinand sengaja datang kesini dengan sadar mengacaukan pesta pernikahan yang kita tunggu bersama-sama," Sebastian mengusap air mata yang menetes di pipinya. Ia tertunduk sesaat, membiarkan jepretan kamera menangkap momen yang pas.

Selang tiga detik, Sebastian kembali mengangkat wajahnya, "Karena walau bagaimanapun, Mendiang Garvin Reviano Agler, adalah adik sepupu yang sangat saya cintai. Saya sangat merasa kehilangan, kami semua merasa kehilangan. Oleh karena itu saya meminta kepada Bapak Ibu mohon jangan memvonis Paman kami dengan dugaan tidak berdasar. Semua orang tua akan terasa kehilangan dunianya bersamaan dengan kehilangan seorang anak yang dicintainya."

"Dan untuk istri saya, Angela Sasha. Siapapun yang mengganggunya, mulai sekarang akan berhadapan dengan saya. Saya siap pasang badan untuk setiap hujatan atau bahkan ucapan miring yang tidak berdasar terhadap istri saya, dalam bentuk apapun itu."

Sebastian mengalihkan pandangannya pada Angela, berharap sedikit saja melihat senyumannya. Namun ia hanya bisa menelan kecewa saat ia kembali melihat tatapan yang sama selama tujuh hari pernikahan mereka, tatapan kebencian bercampur luka.

Saat hendak mengakhiri kalimatnya, seorang pria yang mengalungi name tag sebagai jurnalis dari sebuah media online mengangkat tangannya, "Maaf, Tuan Sebastian. Apakah yang disampaikan paman anda tadi benar bahwa calon suami istri anda yang ia maksud adalah anaknya sekaligus adik sepupu anda sendiri?"

Sebastian tersenyum, pertanyaan ini yang ia tunggu. Ia muak dihujani tatapan juga tulisan banyak orang yang yang merasa paling tahu kehidupan mereka di dunia maya.

"Jika ada saudara kalian, yang menjelang akhir hayatnya, memohon agar kalian menikahi dan menitipkan seseorang yang ia sayangi, apakah akan kalian tolak? Sanggupkah kalian menolaknya?"

Wajah jurnalist itu nampak belum puas. Ia masih hendak mengajukan pertanyaan namun seketika bungkam saat dengan tegas Angela maju ke atas panggung lalu mengamit lengan Sebastian sambil berkata dengan intonasi yang sangat terjaga.

“Apa maksud anda saya harus melajang selama sisa hidup saya, Mr. Chriss?”

“Tapi menurut paman anda...”

“Saya mencintai mendiang Garvin.” Dengan cepat Angela memotong pembicaraan laki-laki berwajah pucat tersebut, “Calon suami saya yang dengan tiba-tiba meninggal di sepuluh menit sebelum pernikahan kami berlangsung. Karena saya mencintai Garvin, maka saya harus melaksanakan permintaan terakhir dari mendiang. Maaf, Mr Chriss, jika anda menuntut tangisan atau ungkapan kesedihan, maka anda akan harus menelan kecewa karena saya tidak akan pernah menampakkan semua itu di depan jurnalist seperti anda.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status