"Hey, bisakah kau pelankan langkahmu, Jordan!" seru Chantal yang terseok-seok mengikuti Jordan Fremantle yang mencengkeram pergelangan tangannya melintasi lobi sebuah apartment mewah di tengah kota Los Angeles.
Kepala berambut cokelat tua mahoni itu menoleh ke belakang. "Dasar wanita manja! Lain kali jangan pakai sepatu berhak tinggi, itu rawan membuat kakimu terkilir," cerca Jordan dengan tatapan sinis yang membuat Chantal yang biasanya riang menjadi bermuka masam.
"Tolong kau ingat baik-baik, aku tidak ingin ikut denganmu ke mari. Lepaskan saja aku dan pasti kau tidak perlu repot dengan langkah kakiku yang lambat di atas high heel cantik, Tuan Fremantle!" sembur Chantal sembari mencoba melepaskan tangannya dari tangan sekuat borgol yang memeganginya agar tidak kabur.
Lift yang ditunggu oleh Jordan akhirnya sampai di lantai lobi, dia pemilik dari properti mewah pencakar langit berlantai 80 ini. Bangunan futuristik yang memiliki banyak fungsi selain sekadar hunian. Sky Eternity Intercontinental atau SEI terkenal di tengah salah satu kota metropolitan berpenduduk padat itu. Pusat kerajaan bisnis Fremantle Group. Dan Jordan, sang CEO tinggal di lantai 80 yang berupa penthouse tunggal di situ.
"Ayo masuk ke lift, jangan buat aku meradang dengan melawanku!" desak Jordan menyeret tangan Chantal dengan kasar.
Dua orang pengawal berjaga di kanan kiri pintu lift di depan Jordan dan Chantal. Mereka seolah menulikan diri atas apa pun yang dibicarakan oleh bos mereka dengan gadis tawanannya.
Pergelangan tangan Chantal memerah dan sakit, tapi dia menahan air matanya karena tak ingin terlihat lemah di hadapan pria menyebalkan di sampingnya. "Lepaskan tanganku, aku tak bisa kabur kemana pun di dalam lift yang sedang berjalan naik, bukan?" ucap Chantal dingin tanpa menatap lawan bicaranya.
"Ohh—baiklah!" Jordan melepaskan cengkeraman tangannya dan mengangkat kedua tangannya acuh tak acuh. Namun, ketika melihat bagian nadi Chantal yang membiru seperti pecah karena terlalu keras dia genggam tadi, Jordan panik.
Dia menarik lengan Chantal tanpa menyentuh pergelangan tangan wanita itu yang nampak hematoma. "Hmm ... sepertinya aku menggenggam tanganmu terlalu keras tadi. Akan kupanggilkan dokter untuk mengobati ini!" ujar Jordan melunak, tak lagi bersikap kasar.
(Hematoma adalah penumpukan darah abnormal di luar pembuluh darah. Kondisi ini terjadi akibat rusaknya pembuluh darah yang menyebabkan darah bocor ke jaringan tubuh lainnya.)
"Bersikaplah sedikit beradab, Tuan Fremantle!" tukas Chantal yang masih kesal. Tangan kanannya sakit saat digerakkan dan agak kebas seolah mati rasa bagian telapak tangannya.
"TING." Lift itu pun sampai di lantai 80 dan terbuka pintunya. Kedua pengawal Jordan keluar terlebih dahulu lalu menunggu pasangan itu berjalan menuju ke pintu masuk penthouse pribadi milik Jordan.
Pintu canggih itu hanya dapat dibuka dengan sensor retina Jordan saja. Tak ada orang lain yang bisa masuk ke penthouse tanpa seizin pria itu. Setelah memindai retina matanya, Jordan memersilakan Chantal masuk.
Wanita muda itu mengedarkan pandangannya memindai seisi penthouse luas dengan sisi dinding barat dan utara dikelilingi kaca film yang bisa melihat keluar ruangan, tapi tidak dapat dilihat dari arah sebaliknya. Interior penthouse nampak berkelas dan elegan, tidak banyak barang yang tidak perlu di dalam ruangan bercat dinding merah magenta itu. Selera Jordan tidak biasa, ruangan bercat dinding terang atau putih pada umumnya.
"Mulai sekarang kau tinggal di rumahku. Biasakan dirimu, Chantal Sayang. Jangan kuatir, aku pasti mengurusmu 'dengan–sangat–baik'. Hanya satu syaratnya ... kau harus menuruti perintahku, semuanya!" Jordan bersedekap di hadapan Chantal yang memandangnya dengan tatapan bermusuhan.
Ucapan wanita itu pun meluncur dari bibir merah jambunya dengan telunjuk kirinya dia menusuk-nusuk dada bidang Jordan, "Kau tidak memikirkan dari sisiku. Aku punya pekerjaan yang harus kuurus juga. Hey, dengar baik-baik! Aku bukan pengangguran kurang kerjaan, bisnisku sangat sibuk dan membutuhkan curahan perhatian setiap harinya!"
Jordan merengkuh tubuh ramping Chantal hingga tenggelam dalam dekapannya. "Sepertinya kau suka memprovokasi. Aku bisa membeli bisnismu asalkan papamu mengembalikan uang modalku yang dia bawa kabur! 50 juta dolar. AARRGGHH!" Teriakan emosional Jordan menggema di penthouse miliknya. Dia menyentakkan tubuh ramping Chantal hingga terjatuh di lantai berlapis karpet Turki.
Rasanya Chantal ingin mengamuk diperlakukan semena-mena seperti itu. "Dasar lelaki brengsek! Itu bukan urusanku, kau menculikku. Lepaskan aku dari sini!" tuntutnya seraya mencoba berdiri dari permukaan lantai.
"Tak sesederhana itu, Chantal. Aku akan memikirkan cara terbaik untuk memancing papamu keluar dari tempat persembunyiannya. Hmm ... aku butuh dokter yang bisa merawat luka hematoma di tanganmu itu. Jangan rewel!" Jordan berbicara dengan nada yang tak ingin dibantah lalu menghampiri pesawat telepon di meja kerjanya di dekat sisi dinding kaca sebelah barat.
Seusai berbicara dengan dokter pribadinya di telepon agar datang ke penthouse, Jordan menghampiri Chantal yang duduk di sofa ruang tengah. "Apa kau lapar, Chantal?" tanya pria itu ringan.
"Ya, tentunya karena aku hanya sarapan French toast pagi tadi, melewatkan makan siangku, dan belum makan malam hingga saat ini, Tuan Fremantle!" jawab Chantal dengan sarkastis.
"Tunggu sebentar, itu hal yang mudah diatasi. Katakan apa makanan kesukaanmu? Chef restoran di gedung ini bisa memasak apa pun yang kuminta," balas Jordan tak memedulikan nada pedas wanita itu.
Maka Chantal memilih masakan yang dia sukai seperti saran pria yang memiliki segalanya itu, "Mungkin masakan Italia bisa menaikkan moodku yang hancur karena harus terkurung di sangkar emas."
"Hmm ... baiklah!" jawab Jordan lalu dia berjalan lagi ke pesawat telepon di atas meja kerjanya.
Kandung kemih Chantal terasa penuh dan mendesak untuk dikosongkan maka gadis itu mengedarkan pandangannya mencari kamar mandi yang pastinya tersedia di penthouse super mewah milik Jordan. Dia bergegas menuju ke sebuah pintu yang terbuka dan memang benar itu adalah kamar mandi.
Usai buang air kecil dan mencuci tangannya, Chantal membuka pintu kamar mandi. Wanita itu sontak memekik tertahan karena menubruk sosok besar yang menunggunya di depan pintu kamar mandi.
"Aaaarrgghh!"
"Seharusnya kau tidak menghilang tiba-tiba dan membuatku panik mencarimu, Chantal!" Jordan meraup tubuh ramping itu hingga kakinya terangkat dari lantai dan memanggulnya ke arah tempat tidur.
"Turunkan aku, Brengsek!" Kepalan tangan wanita itu memukuli punggung Jordan yang bidang.
Hal itu mengesalkan Jordan hingga ia menepuk keras bokong Chantal beberapa kali dan berkata, "Dasar bandel! Kau wanita yang keras kepala seperti keledai!" Dia membanting tubuh Chantal ke atas ranjang hingga melesak lalu menindihnya dengan tubuhnya yang seperti beruang Grizzly.
"Minggir—kau bisa membunuhku dengan bobot tubuhmu, Jordan!" protes Chantal bernada galak. Dia meronta-ronta di bawah kungkungan pria yang tengah menatapnya dengan geli.
"Stop it! Chant, kau senang sekali membuatku berkeringat melayani temperamenmu yang meledak-ledak ini. Mungkin ada baiknya kita berolah raga di atas ranjang saja untuk menghindari cedera, bagaimana menurutmu?" Pria tampan bermata biru itu menaikkan alis kanannya tak melepaskan pandangannya di wajah rupawan di hadapannya.
"TING TONG." Bel pintu penthouse milik Jordan Fremantle berbunyi. Pria yang sedang memerangkap tubuh Chantal Brickman pun terpaksa membatalkan niatnya untuk menggoda gadis itu dengan sedikit agresif. Jordan bangkit dari kasurnya lalu berjalan membukakan pintu untuk tamunya.Pintu itu pun mengayun terbuka dan sosok berseragam putih khas dokter tersenyum memamerkan sederet gigi putihnya yang tersusun rapi. "Selamat petang, Mister Fremantle. Siap melayani Anda, Sir!" ucapnya."Selamat petang, Dokter Damian Brinkeley. Silakan masuk," sambut Jordan dengan sopan seraya menggeser tubuhnya agar tamunya dapat masuk ke penthousenya."Jadi, dimana pasien saya, Mister Fremantle?" tanya Dokter Damian seraya mengedarkan pandangannya di ruangan luas berinterior mewah itu mencari-cari manusia selain mereka berdua.Jordan pun berjalan mendahului dokter pribadinya menuju ke tempat tidurnya. "Kucing kecil yang terluka itu ada di atas ranjangku, Dok. Hati-hati karena dia sedikit bengal!" Tawa Jordan ter
"Aku tak mau menikah denganmu! Singkirkan tangan kotormu itu dariku, Mister Fremantle!" sembur Chantal dengan galak usai kesadaran kembali menguasai dirinya pasca syok mendengar ucapan Jordan.Pria itu menggelengkan kepalanya dan mengetatkan dekapan kedua lengannya di sekeliling tubuh ramping Chantal. Bulatan kembar di dada wanita itu terdesak hingga menyembul di hadapan Jordan. "Sangat menggairahkan bukan?" desis pria itu menatap terang-terangan aset berharga milik Chantal.Rasanya Chantal ingin menampar-nampar wajah pria mesum yang tengah memeluknya dengan tidak senonoh. "Dasar pria keparat! Menjijikkan. Rendahan!" Amarahnya memuncak seiring berlalunya waktu yang harus dijalaninya bersama Jordan. Jelas sekali mereka bagaikan kucing dan tikus yang saling membenci.Tawa Jordan membahana di penthouse mewah miliknya. Kemarahan Chantal justru menggemaskan baginya dan memberikan hiburan tersendiri baginya. Dengan girang dia mendaratkan ciuman-ciuman iseng di wajah wanita yang meronta-ront
"Ayo kita berangkat sekarang, Chant!" Suara maskulin dari belakang punggung sofa itu membuat Chantal menolehkan kepalanya.Tatapan mata wanita itu terjatuh dari ujung sepatu fantofel hitam di atas lantai kayu mengkilap itu hingga naik ke wajah berkarakter yang tak dapat dipungkiri memang istimewa. 'He's charming actually!' batin Chantal tanpa ingin mengungkapkan isi kepalanya."Tentu saja, mari kita pergi berpesta, Jordan!" sahut Chantal seraya melemparkan senyumnya kepada lelaki gagah berparas tampan di hadapannya.Jordan tidak mencukur bulu-bulu gelap kecoklatan di wajahnya yang membuat penampilannya macho dan nampak jantan sekalipun setelan tuxedo warna khaki yang dikenakannya sangatlah rapi. Tak ada kesan nerdy atau culun sama sekali dalam pancaran aura kuatnya.Langkah kaki Chantal anggun mendekati Jordan lalu meletakkan tangannya di lengan pria yang tengah menawannya itu. "Welcome to Holywood life, Chantal. Kamu akan bertemu banyak selebritis dan kaum jetset di pesta nanti," uj
"Chant, ingat bahwa kau harus tetap bersamaku!" desak Jordan menatap wanita di tengah dirinya dan David Guilermo itu dengan serius.Chantal menoleh ke arah Jordan. Namun, David meraih tangan kirinya untuk ditarik menjauh dari Jordan. "Jauhi pria bodoh dan sinting itu, Sayang!" ujar David seraya menarik pacarnya melangkah cepat di atas high heels hingga terhuyung-huyung bertabrakan dengan pengunjung pesta lainnya.Tentu saja Jordan tak terima begitu saja tawanannya dibawa kabur pria yang tak dikenalnya dan mengaku-ngaku sebagai pacar Chantal. Dia mengerang lalu mengejar pasangan muda mudi tersebut seraya berseru, "Stop! Jangan kabur dariku!"Kepala Chantal menoleh ke belakang dengan wajah kebingungan dengan situasi yang serba salah itu. Dia masih terus diseret oleh David menuju ke arah lift.Langkah lebar kaki jenjang Jordan memangkas jarak di antara mereka hingga dia dapat menangkap pinggang ramping Chantal dan menghentikan langkah wanita itu. Pegangan tangan David pada kekasihnya son
"Jordan, jangan seret aku seperti ini!" teriak Chantal bernada kesal karena tangan kirinya lagi-lagi ditarik dan dia dipaksa mengikuti langkah cepat pria setinggi nyaris 2 meter itu.Sekalipun Jordan hanya berjalan biasa, tetapi jangkauan langkahnya sangat lebar dan termasuk cepat bagi Chantal yang tubuhnya lebih mungil. Pria itu mendadak berhenti melangkah hingga Chantal menubruk tubuh bagaikan Tembok Raksasa China yang kokoh itu.Sebelum wanita cerewet itu benjol mencium lantai Jordan pun segera menangkap tubuh berlekuk sexy itu ke dalam pelukannya. "Hey, kau aman. Bukalah matamu, Chant!" ujar Jordan terkekeh menatap wajah Chantal yang sedang memejamkan matanya rapat-rapat karena mengira dia akan jatuh ke lantai.Sepasang mata hijau bak Zamrud Colombia itu pun terbuka menatap lurus ke mata biru Jordan. Dia merasa limbung dan tak tahu harus berkata apa terhanyut dalam tatapan mata sebiru langit cerah di hadapannya."Mungkin kau lelah, mari kugendong saja kembali ke penthouseku di lan
Bunyi anak kunci diputar dari dalam kamar mandi membuat Jordan menyeringai lebar. Ancamannya berhasil dengan efektif. Seraut wajah pucat pasi menatap dirinya dengan memelas hingga dia pun tak tega melakukan ancamannya."Kucing kecilku rupanya menyembunyikan ekornya, hmm?" sindir Jordan menaikkan sebelah alisnya membalas tatapan Chantal.Wanita itu mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dadanya. "Kumohon jangan sakiti aku—" "Aku ingin membawamu ke surga dunia bukannya mau melukaimu, apa salahku?" Jordan bersedekap seraya tertawa mengejek."Sudah kukatakan tadi, aku tak mau!" tolak Chantal bersikukuh."Kenapa?" tanya Jordan datar sekalipun dirinya penasaran. Toh dirinya diinginkan oleh banyak wanita selama ini tanpa harus mengejar-ngejar salah satu dari mereka hingga ke kamar mandi seperti saat ini. Chantal adalah satu-satunya yang berbeda. "Kau sangat kekanak-kanakan, Chant!" tukas Jordan seraya menyandarkan kedua tangannya di bingkai pintu kamar mandi di mana Chantal berdiri b
Saat Jordan sedang mandi di bawah shower tiba-tiba lampu kamar mandi padam, lampu dari daya cadangan yang masih menyala redup di sudut langit-langit ruangan penthouse. "Damn, apa-apaan ini?! Kenapa bisa terjadi mati listrik sepagi ini?" rutuk pria itu segera menyelesaikan mandinya lalu mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dengan pinggul berlilitkan handuk setengah basah, Jordan keluar dari kamar mandi dan menghampiri tempat tidurnya. "Kuharap kau tidak takut dengan gelap, Chant. Apa kau baik-baik saja?" tanya Jordan dengan sebersit nada kekuatiran."Aku baik-baik saja. Apa ada pemadaman listrik dari pusat?" balas Chantal karena jarang sekali mati listrik kecuali ada badai besar melanda kota.Jordan mengendikkan bahunya seraya menjawab, "Entahlah, mungkin saja begitu. Aneh sekali karena ini masih pagi. Aku akan menanyakan ke pengelola gedung. Tunggu di sini saja, jangan kemana-mana!" Pria itu pun melangkah cepat menuju ke walk in closet miliknya untuk memilih pakaian kerjanya dengan p
Lawrence Brickman telah kembali dari Kepulauan Karibia. Dia memperpendek waktu liburannya setelah mengetahui bahwa Chantal kesayangannya ditawan oleh Jordan Fremantle. Sungguh sebuah gangguan yang tak terduga dan kini dia bertekad untuk membebaskan puteri tunggalnya itu dari cengkeraman pengusaha tiran yang sempat ditipunya.Pria tua itu menyamar dengan penampilan yang sama sekali berbeda. Dia mengenakan kaca mata minus berbingkai kotak lebar dan mengecat rambutnya yang kelabu beruban menjadi warna cokelat tua segar yang membuat dirinya nampak jauh lebih muda. Namun, guratan di kulit wajahnya tak mampu menyembunyikan usia yang sebenarnya.Dia menerima pesan melalui surelnya dari Jordan bahwa pria muda kurang ajar itu akan menikahi Chantal siang nanti di balai kota Los Angeles. Lawrence sangat kesal karena setahunya Chantal menjalin hubungan kekasih dengan David Guilermo sejak 2 tahun lalu. Pemuda genius itu sangat sopan dan memuja puteri kecil kesayangannya. Lawrence pun merestui hubu