Claire memandang langkah gontai putranya dengan sendu.
“Kenapa Revel harus merasakan patah hati di usia semuda ini, Levin?” tanya Claire kasihan dengan nasib percintaan putranya. Di saat remaja lainnya sedang berbahagia main tarik ulur dengan lawan jenisnya, kenapa asmara Revel malah banyak masalah?“Nggak apa, Claire. Itu akan membuat dia menjadi lebih tangguh. Lagipula apa kamu nggak sadar kalau usiaku saat kamu pergi juga tidak beda jauh? Usia 22 tahun aku juga terpuruk karena kamu mendadak pergi dari hidupku,” ucap Levin mengingatkan istrinya akan penderitaannya yang tidak kalah nelangsa.“Maafin aku ya? Apa dulu kamu seperti Revel sekarang?”“Begitulah. Tapi untungnya Revel masih memiliki kesempatan untuk berpamitan, tidak seperti aku dulu yang langsung ditinggalkan begitu saja dengan kejam.”Ucapan Levin membuat rasa bersalah Claire semakin pekat. Rasa bersalah yang sudah lama tidak muncul kini kembali hadir di hati Claire. Rasa bersalah atas keegoisannyaKeesokan paginya….“Gwen? Tumben kamu kesini pagi-pagi?” tanya mama Lea.“Iya, Tante. Biasa aku mau curhat,” jawab Gwen sambil terkekeh.“Dasar kalian anak muda! Ya sudah langsung naik aja ke kamar Jill, dia lagi santai,” ucap mama Lea dengan senyum yang terpulas di wajah cantiknya. “Okay, Tante! Aku naik ke atas dulu ya.”Mama Lea mengangguk melihat Gwen yang begitu riang. Dirinya sudah cukup lama mengenal Gwen karena gadis itu sudah bersahabat dengan Jill semenjak SMP hingga sekarang. Mama Lea bersyukur Jill bisa memiliki sahabat seperti Gwen, sebagai orangtua, dirinya bisa melihat kalau Gwen anak yang baik.Setidaknya Jill tidak salah memilih sahabat! Gwen mengetuk pintu kamar Jill perlahan.“Masuk aja! Nggak dikunci kok!” jawab Jill, masih terdengar lesu, bahkan suaranya sedikit sumbang! Hmm, harus segera diselidiki! Gwen membuka pintu dan wajahnya muncul begitu saja, dengan cengiran khasnya.“Hi, Jill!”“Hei….” jawab Jill lesu, tid
Jill meraung kesal saat mendengar ucapan Gwen. Dirinya tidak mungkin patah hati hanya karena seorang Revel! Suka pada Revel mungkin, tapi hanya sekedar suka biasa. Bukan berarti Revel sangat amat special kan? Jadi Jill tidak mungkin patah hati hanya karena seorang pria macam Revel.Pria yang hendak meninggalkannya begitu saja hanya karena sudah bosan atau karena sudah mendapatkan wanita baru untuk memuaskan hasratnya! Dasar cowok sialan!Saat ini sepertinya Jill hidup dalam mode penyangkalan. Enggan mengakui apa yang sedang dirasakan hatinya untuk menutupi egonya yang terluka!“Iya deh iya! Udah jangan marah-marah terus. Cepet siap-siap, kita jalan aja hari ini!” potong Gwen cepat tidak ingin lagi mendengar segala macam ocehan dan omelan sahabatnya yang terkadang suka lupa berhenti! Bagaikan rem blong! Jadi sebelum bertabrakan alias bertengkar lebih baik menghentikannya!“Gue bilang lagi males keluar juga!”“Gue nggak terima alasan apapun! Cepet siap-siap atau gu
Revel memandang sekeliling restoran yang tampak padat dan pandangannya terhenti ke satu titik, saat itu juga Revel hanya bisa merutuk kesal karena tanpa diduga kembali bertemu dengan Jill dan Gwen yang sedang asyik menyantap makanannya. Dan sialnya ada Jessie pula di sampingnya! Revel yakin kalau Jill akan semakin benci dan salah paham padanya! Bisa jadi Jill berpikir Revel memutuskan meninggalkannya karena Jessie, iya kan? Pikiran wanita bukankah seperti itu? Hanya melihat dari apa yang tampak di depan mata saja tanpa mencari tau segala informasi! Dan saat melihat segelintir informasi yang ada, otaknya langsung curiga ke level maksimal! Revel ingin melarikan diri, tapi sayang sebelum niatnya sempat direalisasikan, namanya sudah dipanggil dengan nyaring! Revel kalah cepat! Damn! Beberapa menit sebelumnya…Jill sedang asyik mengunyah makanannya sambil berbincang santai dengan Gwen saat tanpa sengaja pandangan matanya tertumbuk pada sepasang pria dan wanita yang bar
“Hi, Jill!” sapa Jessie tanpa rasa bersalah, malahan tangan gadis itu masih asyik menggandeng lengan Revel!“Hey!” sapa Jill datar, hanya untuk alasan kesopanan, tanpa dapat dicegah pandangan Jill terarah pada tangan Jessie yang masih melingkar manis di lengan kokoh Revel! Dasar mata kurang ajar! Tidak bisa diajak kompromi! Kenapa harus terarah pada pemandangan menyakitkan itu sih?!“Kami beneran boleh gabung sama kalian?” tanya Jessie dengan mata berbinar saat mendengar ajakan Gwen.“Sure! Nggak masalah kan, Jill?” tembak Gwen membuat Jill terpaksa mengangguk meski terpaksa! Tidak enak jika harus menolak secara terang-terangan! “Tempatnya penuh banget sih!” jelas Jessie dengan raut mengiba. “I know! Makanya gue panggil Revel biar kalian bisa gabung sama kami!” balas Gwen cepat sebelum Jill berubah pikiran.“Yeay! Thanks, Sister!” girang Jessie sok akrab membuat Gwen memutar bola matanya dengan jengkel. Tidak terbiasa jika ada orang yang bersikap SKSD seper
Hening selama beberapa saat sebelum akhirnya suara Jill kembali terdengar. Lelah dan sarat akan kekecewaan.“Ternyata Revel menyetujui perjodohan yang diatur sama Papanya. Nggak heran kalau dia pamit dan minta maaf sama gue kemarin,” lirih Jill dengan nelangsa.“Jill, apa gue bisa ngomong jujur?”“Tentu aja, Gwen. Apa yang mau lo omongin?” tanya Jill, cukup heran karena tidak biasanya Gwen seperti ini. Biasanya Gwen langsung mengatakan apapun yang ingin dirinya katakan, tidak perlu meminta izin seperti tadi pada Jill! Lagipula ada hak apa Jill melarang Gwen untuk bicara? Iya kan?“Menurut gue, Revel itu sebenarnya cinta sama lo. Ralat. Gue yakin kalau Revel masih cinta mati sama lo sampai saat ini. Ini bukan sekedar dugaan, tapi gue yakin banget, Jill,” ucap Gwen sambil menatap Jill dalam-dalam, ingin melihat bagaimana respon sang sahabat akan ucapannya.“Nggak mungkin, Gwen. Lo nggak liat tadi kalau dia jalan berdua sama Jessie udah kayak cowok yang lagi bucin?
“Kamu darimana, Revel?” tanya Claire saat melihat putranya pulang dan wajahnya begitu kusut. Persis seperti baju yang belum disetrika.“Nemenin Jessie ke mall, Ma.”“Dia bikin kamu kesal?”“Nggak kok, Ma. Mulai besok aku udah bilang Jessie kalau aku nggak bisa temenin dia lagi. Aku mau berangkat ke Melbourne secepatnya, Ma,” ucap Revel menjawab pertanyaan sang mama membuat Claire mengernyit bingung. “Ke Melbourne secepatnya? Ada apa, Revel?” tanya Claire semakin penasaran.Yakin ada alasan kuat yang mendasari keinginan putranya itu, padahal sebelumnya Revel begitu berat untuk meninggalkan Jakarta karena ingin tetap berdekatan dengan Jill, tapi kenapa sekarang malah sebaliknya? “Aku tidak ingin bertemu dengan Jill lagi, Ma,” desah Revel lirih.Jawaban Revel membuat Claire kaget.“Kenapa?”“Karena Jill sudah memiliki kekasih atau setidaknya sedang dekat dengan pria lain. Ternyata Jill memang tidak memiliki perasaan apapun padaku, Ma.”“Kenapa
“Ada apa sih, Ma? Tolong jangan bikin aku penasaran!” cecar Revel saat melihat kode yang dilontarkan mamanya kepada sang papa. Revel tidak sadar tingkahnya persis seperti Claire yang tidak boleh dibuat penasaran atau akan terus mendesak tanpa henti. Yah, namanya juga keturunan! Akhirnya Claire menceritakan semuanya pada Revel, mengenai rencana para orangtua agar Keanu dapat memperbaiki sikapnya. Dan karena sepenglihatan Valerie, Keanu cukup menurut pada Claire, maka cara inilah yang tercipta dan untuk memudahkan rencana yang telah disusun, mau tidak mau Valerie hijrah dan tinggal disini sementara waktu. Jika Valerie serta Keanu ada di rumah Claire, maka Kezia pasti akan ikut serta. Tidak mungkin si bungsu itu ditelantarkan sendirian di rumah kan? “Jadi Mama akan membantu Aunty Valerie untuk ngajarin Keanu agar dapat memperbaiki sikapnya?” tanya Revel meminta penegasan. Siapa tau dirinya salah pengertian kan? “Begitulah ide kami. Awalnya Papa kamu mengusulkan agar
Kegalauan di hati Jill sempat teralihkan sementara saat ponselnya bergetar.“Jill?” panggil Gwen di seberang telepon.“Kenapa, Gwen?” “Gimana? Udah sempat ngobrol sama Revel?”“Belum! Gue takut!”“Takut?”“Iya, gue takut denger jawabannya. Takut ditolak. Takut kecewa,” aku Jill lirih.Gwen menghela nafas lelah saat mendengar jawaban sahabatnya di seberang sana. Kenapa sahabatnya ini susah banget dikasih taunya sih? Kebanyakan takutnya! Biasanya Jill berani menghadapi apapun, tapi kenapa sekarang jadi cemen alias pengecut begini sih?! Kemana keberanian Jill yang sebelumnya?“Terus kalau takut jadinya lo nggak mau tanya? Lo mau penasaran seumur hidup?”“Ya nggak gitu juga.”“Terus mau apa kalau lo nggak berbuat apapun?” cecar Gwen membuat Jill terdiam. Terpaksa harus mengakui kebenaran dari ucapan sahabatnya. Tapi mau bagaimana lagi? Jill juga tidak ingin jadi pengecut seperti ini, masalahnya cara menghalau rasa takut memang tidak semudah memba